Sri Mulyani Mengatakan The Fed dan Faktor Global Penyebab Kurs Rupiah Merosot: Ngawur dan Panik
![Anthony Budiawan - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/af799a07-87e1-4d25-b5c3-4570732efcb2.jpg)
Anthony Budiawan - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
![Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (Foto: Ist) Sri Mulyani Indarwati (Foto: Istimewa)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/menteri-keuangan-sri-mulyani-indrawati-foto-ist.webp)
KURS rupiah terus merosot, tembus Rp16.500 per dolar AS pada perdagangan Kamis, 20 Juni 2024. Kondisi ini memicu panik. Jokowi sangat panik. Sore harinya langsung memanggil Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang terdiri dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa.
Dalam kepanikan ini, Perry Warjiyo dan Sri Mulyani berusaha tampil tegar. Mereka mengatakan fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Seperti biasa, yang disalahkan adalah faktor global.
Menurut Sri Mulyani, merosotnya kurs rupiah karena ekonomi AS sedang kuat, sehingga Bank sentral AS, The Fed, sulit menurunkan suku bunga.
Kepada Presiden, Sri Mulyani menjelaskan tekanan yang terjadi pada rupiah beberapa hari terakhir sebetulnya disebabkan oleh faktor global, seperti kuatnya perekonomian AS yang menyebabkan bank sentralnya diduga banyak pelaku pasar masih akan sulit menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate.
Pernyataan Sri Mulyani tersebut sangat mengecewakan, tidak ada dasar teori yang membenarkan pernyataan tersebut, menunjukkan Sri Mulyani tidak mempunyai kompetensi atau pengetahuan memadai terkait moneter. Bahaya.
Pernyataan Sri Mulyani menunjukkan panik, sehingga mengeluarkan pernyataan blunder dan tidak masuk akal.
Kenapa The Fed harus menurunkan suku bunga acuannya, dan apa dampaknya terhadap rupiah? Pernyataan Sri Mulyani seolah-olah kurs rupiah ditentukan oleh suku bunga acuan The Fed? Seolah-olah, suku bunga The Fed turun, maka kurs rupiah akan menguat?
Intinya, Sri Mulyani berharap, kalau suku bunga The Fed turun maka selisih suku bunga antara AS dan Indonesia melebar, sehingga dapat menarik investor asing untuk investasi di Indonesia, dan karena itu rupiah menguat.
Tetapi, untuk memperlebar selisih suku bunga antara AS dan Indonesia, kenapa harus tergantung dari the Fed? Bukankah Bank Indonesia bisa menaikkan suku bunga acuannya untuk memperlebar selisih suku bunga antara AS dan Indonesia?
Ternyata, BI memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur BI yang lalu (19-20/06/24). Terus, kenapa The Fed dan faktor global yang menjadi kambing hitam atas merosotnya kurs rupiah?
Pernyataan Sri Mulyani, bahwa anjloknya kurs rupiah karena The Fed tidak menurunkan suku bunga acuannya (Fed Funds Rate), menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia sangat buruk, karena tergantung dari kebijakan moneter asing.
Hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan moneter negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia. Suku bunga acuan ketiga negara ASEAN tersebut bahkan lebih rendah dari suku bunga acuan The Fed. Vietnam, Thailand, Malaysia menunjukkan fundamental ekonomi mereka sangat solid dan mandiri, tidak tergantung dari kebijakan moneter AS. Ketiga negara tersebut berani mempertahankan suku bunga acuan rendah, karena fundamental ekonomi negara-negara tersebut tidak tergantung dari investor asing.
Ketiga negara tersebut berani dan mampu mempertahankan suku bunga acuan lebih rendah dari suku bunga The Fed, karena fundamental ekonomi negara-negara tersebut sangat baik, dan tidak tergantung dari investor asing. Suku bunga acuan per Juni 2024: Indonesia 6,25 persen, Amerika Serikat 5,5 persen, Vietnam 4,5 persen, Malaysia 3 persen, dan Thailand 2,5 persen.
Sebaliknya, Bank Indonesia tidak mampu menurunkan suku bunga acuan karena faktanya fundamental ekonomi Indonesia sangat lemah, dengan defisit transaksi berjalan dan defisit APBN yang terus meningkat, mengakibatkan ekonomi Indonesia tergantung dari utang luar negeri (investor asing). Hal ini mengakibatkan Bank Indonesia tersandera untuk menetapkan suku bunga acuan tinggi agar investor dan kreditur asing tidak kabur.
Opini Sebelumnya
Opini Selanjutnya
![Pakar Ekonomi ke Tim Prabowo, Hati-hati dengan "Jebakan Batman" Sri Mulyani dan Airlangga Anthony Budiawan. [Dok MI]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/anthony-budiawan-1.webp)
Pakar Ekonomi ke Tim Prabowo, Hati-hati dengan "Jebakan Batman" Sri Mulyani dan Airlangga
27 Juni 2024 00:38 WIB
![Pernyataan Fundamental Ekonomi Baik: Gubernur BI Pasang Badan untuk Jokowi dan Sri Mulyani Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) (Foto: Dok MI/Aswan)](https://monitorindonesia.com/2023/02/Anthony-Budiawan.png)
Pernyataan Fundamental Ekonomi Baik: Gubernur BI Pasang Badan untuk Jokowi dan Sri Mulyani
26 Juni 2024 12:36 WIB
![Komisi XI Minta BI Berikan Penjelasan ke Masyarakat Soal Merosotnya Nilai Tukar Rupiah ke Dollar AS Komisi XI gelar Rapat Kerja dengan Gubernur Bank Indonesia (BI). (Foto: MI/Dhanis)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/komisi-xi-gelar-rapat-kerja-dengan-gubernur-bank-indonesia-bi-foto-midhanis.webp)
Komisi XI Minta BI Berikan Penjelasan ke Masyarakat Soal Merosotnya Nilai Tukar Rupiah ke Dollar AS
24 Juni 2024 13:30 WIB
![Ekonom Sebut Pelemahan Rupiah Tanggung Jawab Pemerintah dan Otoritas Monoter Rupiah dan Dolar (Foto: Istimewa)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/kurs-rupiah-terhadap-dolar.webp)
Ekonom Sebut Pelemahan Rupiah Tanggung Jawab Pemerintah dan Otoritas Monoter
23 Juni 2024 23:48 WIB