Nailul Huda: Kebijakan PPN 12 Persen Akan Tekan Daya Beli, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 15 November 2024 17:05 WIB
Nailul Huda (Ekonom) [Foto: Repro]
Nailul Huda (Ekonom) [Foto: Repro]

Jakarta, MI - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, menyikapi keputusan pemerintah yang melanjutkan kebijakan PPN 12 persen.

“Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang pro terhadap daya beli, bukan malah menekan daya beli masyarakat,” kata Huda di Jakarta, Jumat (15/11/2024).

Menurutnya, keputusan untuk menaikkan tarif PPN pada tahun depan adalah langkah yang kurang bijak, mengingat daya beli masyarakat yang masih tertekan akibat kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Penerapan tarif PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) masyarakat, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

“Demikian juga dengan daya beli masyarakat yang akan tergerus. Dampak paling buruknya adalah pengangguran akan meningkat. Kesejahteraan masyarakat akan sangat terbatas,” tambahnya.

Huda mengakui bahwa banyak negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menerapkan tarif PPN lebih tinggi dibanding Indonesia. Namun, ia juga mencatat ada negara yang memiliki tarif PPN lebih rendah, seperti Kanada yang hanya sebesar 5 persen.

“Jadi, tidak harus melihat yang lebih tinggi tarif PPN-nya. Ada beberapa negara mempunyai tarif lebih rendah,” ujarnya.

Huda berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan PPN 12 persen pada tahun depan. Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Jika diterapkan (kenaikan tarif PPN) akan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga. Dalam jangka pendek bisa mengganggu perekonomian secara makro,” jelas Huda.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan tetap dijalankan sesuai dengan mandat Undang-Undang (UU).

Salah satu alasan di balik kebijakan ini adalah pentingnya menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang diharapkan dapat merespons berbagai krisis yang terjadi. 

Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat untuk memastikan pemahaman yang tepat terkait kebijakan ini.

"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," tutupnya.

Topik:

kenaikan-tarif-ppn ekonom-nailul-huda kemenkeu