Daya Beli Melemah, Gelombang PHK Mengintai di 2025


Jakarta, MI - Kalangan ekonom memprediksi tren pemutusan hubungan kerja (PHK) akan kembali melanda Indonesia pada tahun 2025.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengungkapkan bahwa prediksi ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mencakup kenaikan PPN, pembatasan subsidi, serta kenaikan premi BPJS.
"Saya sepakat kalau ada potensi PHK yang tetap besar di tahun depan. Karena apa? permasalahannya ada di sisi permintaan domestik dan dari masalah kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sisi produksi," kata Faisal, Senin (30/12/2024).
Menurut Faisal, berbagai kebijakan tersebut berpotensi menurunkan daya beli kelas menengah, yang secara langsung akan mengurangi permintaan domestik. Sektor ini menjadi penting, mengingat 84% konsumsi domestik disumbangkan oleh kelas menengah. Tren penurunan kelas menengah belakangan ini semakin memperburuk situasi.
"Ini pasti akan mengurangi kapasitas terpakai, sehingga industri harus menyesuaikan penjualan dengan melakukan penghematan dari sisi produksi," ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Oktober 2024, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mengalami penurunan signifikan, tercatat hanya 47,85 juta orang pada 2024, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 57,33 juta orang pada 2019.
Faisal juga menambahkan bahwa Indonesia kini menghadapi ancaman dari kebijakan proteksionisme yang akan diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada paruh kedua 2025. Kebijakan ini diprediksi akan memperlemah nilai tukar Rupiah, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya bahan baku di Indonesia yang bergantung pada impor.
"Ini juga akan sangat berpengaruh ke industri yang bergantung pada barang bahan baku impor, yang jadi lebih mahal." ucapnya.
Selama 2024, Indonesia telah dihadapkan pada peningkatan PHK, yang semakin memburuk seiring dengan tekanan pada sektor industri manufaktur, khususnya tekstil, yang kembali terpuruk akibat banyaknya produk impor yang masuk.
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaaan (Kemnaker) mencatat setidaknya terdapat lebih dari 80 ribu orang terkena PHK sejak Januari hingga Desember tahun ini. "[Posisi terakhir] ada sekitar 80 ribuan [orang terdampak PHK]," tutur Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer.
Immanuel Ebenezer atau kerap disapa Noel mengisyaratkan gelombang pemecatan karyawan akan kembali bertambah.
Potensi penambahan jumlah PHK tersebut berdasarkan laporan yang dia terima dari kalangan pengusaha, dimana sebanyak 60 perusahaan kembali akan melakukan efisiensi karyawan.
"Kemarin saya diskusikan dengan kawan-kawan, ada sekitar 60 perusahaan yang akan [kembali] melakukan PHK, dan ini mengerikan sekali." katanya.
Berdasarkan data resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia mencapai 67.870 kasus sepanjang Januari hingga November 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan 7,2% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dibandingkan dengan total sepanjang tahun 2023, kasus PHK pada 2024 telah meningkat hampir 5%. Pada 2023, jumlah kasus yang tercatat mencapai 64.855.
Provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah dengan jumlah PHK terbanyak pada 2024, yaitu sebanyak 14.501 kasus. Di posisi kedua, Jawa Tengah mencatat 13.012 kasus, sementara Banten berada di urutan ketiga dengan 10.727 kasus.
Topik:
pemutusan-hubungan-kerja ekonom phkBerita Sebelumnya
Rekayasa Rekening BLBI Ancaman Serius Integritas Perbankan
Berita Selanjutnya
Penghimpunan Dana Pasar Modal RI Capai Rp251 Triliun, Lampaui Target BEI
Berita Terkait

Dedi Mulyadi Ungkap Alasan Jabar jadi Provinsi dengan PHK Tertinggi
16 September 2025 16:10 WIB

Dua Bulan Beruntun, Jawa Barat jadi Provinsi dengan PHK Tertinggi di Indonesia
14 September 2025 16:59 WIB