Industri Terjepit: Antara Banjir Impor dan Dampak Kenaikan PPN 12%

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 31 Desember 2024 13:23 WIB
Kementerian Perindustrian (Kemenperin). (Foto: Ist)
Kementerian Perindustrian (Kemenperin). (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan bahwa tantangan terbesar bagi industri dalam negeri saat ini bukanlah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, melainkan banjirnya produk impor murah yang membanjiri pasar domestik.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengklaim berdasarkan laporan yang diterima, masuknya produk impor murah telah menekan utilisasi kapasitas industri hingga 10%. Dampak tersebut dinilai jauh lebih merugikan daripada efek kenaikan PPN.

"Banjir impor ini dapat menurunkan utilisasi hingga 10% yang dapat mengakibatkan industri kalah bersaing, kemudian kolaps, dan melakukan PHK," kata Febri, Senin (30/12/2024).

"Artinya, bagi pelaku industri, penurunan utilisasi akibat banjir produk impor bakal lebih besar daripada penurunan utilisasi akibat naiknya PPN," tambahnya.

Febri juga menjelaskan bahwa bagi para pelaku industri, penurunan utilisasi akibat banjir produk impor jauh lebih signifikan daripada akibat kenaikan PPN. Hal ini, menurutnya, menjadi penyebab utama turunnya Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Desember 2024, meskipun seharusnya indeks tersebut bisa mencatatkan kinerja yang lebih baik.

“Kementerian Perindustrian mendorong agar Kementerian/Lembaga lain untuk merealisasikan kebijakan pro industri, terutama pembatasan impor produk jadi," tegas Febri.

Ia menambahkan, kenaikan PPN 12% memang akan menaikkan harga bahan baku dan bahan penolong, tapi industri bisa menyesuaikan dengan menurunkan utilisasi sedikit dan menaikkan harga jual produk manufakturnya. 

“Namun, industri sulit menurunkan harga jual bila bersaing dengan produk impor yang sangat murah,” jelas Febri.

Dalam konteks global, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memicu kenaikan harga, terutama untuk barang impor dan produk yang bahan bakunya berasal dari luar negeri. Hal ini memberikan tekanan tambahan pada biaya produksi. Selain itu, konflik geopolitik dan pemilu di lebih dari 60 negara turut menyebabkan perbedaan arah kebijakan akibat pergantian kepemimpinan.

Sementara itu, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinilai menambah tekanan pada sektor industri, baik melalui peningkatan biaya tenaga kerja/operasional maupun penurunan daya saing industri.

“Selain itu diperlukan strategi mitigasi berupa percepatan penggunaan hedging valas, pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, diversifikasi produk sesuai daya beli masyarakat, dan efisiensi biaya operasional,” pungkasnya.

Topik:

kemenperin produk-impor ppn-12-persen industri phk