Penerimaan Pajak Anjlok, Shortfall Rp 385 T, Sri Mulyani Layak Diganti

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Februari 2025 23:57 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani (Foto: Dok MI)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Masalah Coretax serta gas LPG menjadi tanda-tanda Presiden Prabowo mengganti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani karena ketidakmampuan menata dan mengelola ekonomi.

Penerimaan Pajak di Bawah Target

Penerimaan pajak negara pada pertengahan Februari 2025 jauh di bawah target. Berdasarkan data Coretax, kas negara seharusnya menerima Rp 189,52 triliun hingga 15 Februari.

Namun, akibat buruknya kinerja sistem Coretax, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 93,24 triliun atau 49% dari target. Dengan penerimaan pajak yang anjlok ini, Indonesia menghadapi risiko shortfall pajak sebesar Rp 96,28 triliun per bulan.

Jika kondisi ini terus berlangsung, dalam empat bulan ke depan defisit penerimaan negara bisa mencapai Rp 385,10 triliun. Padahal, tahun ini pemerintah harus membayar cicilan utang lebih dari Rp 800 triliun.

Coretax, sistem perpajakan digital yang diharapkan meningkatkan efisiensi penerimaan negara, justru menunjukkan kinerja yang jauh dari harapan.

Implementasi yang tidak optimal menyebabkan target penerimaan pajak meleset jauh. Jika dalam empat bulan ke depan sistem ini masih belum berfungsi maksimal, maka Indonesia akan menghadapi tekanan fiskal yang semakin berat.

Dampak Terhadap Subsidi Energi dan LPG 3 Kg

Situasi ini bisa berimbas pada berbagai sektor, terutama yang bergantung pada anggaran subsidi. Salah satu yang paling terdampak adalah subsidi energi, termasuk LPG 3 kg yang saat ini sedang mengalami kelangkaan di berbagai daerah.

Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat mengeluhkan sulitnya mendapatkan LPG 3 kg. Antrean panjang di pangkalan dan harga yang melambung di tingkat pengecer menjadi fenomena yang semakin sering terjadi.

Pemerintah memang berencana menata ulang distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran, tetapi keterbatasan anggaran bisa menjadi faktor yang memperparah situasi.

Dengan shortfall pajak yang mencapai Rp 96,28 triliun per bulan, kemampuan pemerintah untuk menjaga pasokan dan subsidi LPG bisa semakin terancam.

Subsidi LPG 3 kg selama ini sangat bergantung pada stabilitas penerimaan negara. Jika anggaran terbatas, kemungkinan besar pemerintah akan lebih selektif dalam menyalurkan subsidi, yang berpotensi membuat akses LPG murah semakin sulit bagi masyarakat.

Jika penerimaan pajak terus merosot, langkah antisipatif harus segera dilakukan. Pemerintah perlu memastikan Coretax berfungsi optimal dalam waktu dekat agar penerimaan negara kembali stabil.

Selain itu, transparansi dalam penggunaan anggaran subsidi energi juga menjadi kunci agar masyarakat tidak semakin terbebani.

Masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah dalam mengatasi dua masalah besar ini—stabilitas penerimaan pajak dan kelangkaan LPG 3 kg.

Apalagi karena defisit dan subsidi Rp 100 triliun gas LPG akan dikurang serta   dan iuran BPJS akan dinaikan.

Menanggapi hal tersebut Iskandar Sitorus sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) meminta pemerintah serius. "Jika tidak segera ditangani, dampak ekonominya bisa semakin luas, dari daya beli masyarakat yang tergerus hingga lonjakan harga kebutuhan pokok akibat biaya energi yang meningkat," katanya.

Topik:

Sri Mulyani