DPR Soroti Pengelolaan Anggaran BPDP yang Dinilai Bermasalah

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 20 Februari 2025 10:49 WIB
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun (Foto: Ist)
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun, menyoroti pengelolaan anggaran serta penurunan pungutan ekspor (levy) kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang sebelumnya dikenal sebagai BPDPKS.

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Layanan Umum BPDP, Misbakhun mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana yang telah disalurkan untuk berbagai program terkait industri kelapa sawit. 

Pungutan ekspor kelapa sawit, yang sebelumnya diperkirakan akan mencapai Rp 27 triliun pada tahun 2024, diprediksi mengalami penurunan menjadi Rp 24 triliun. 

Penurunan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan berdampaknya alokasi dana untuk program-program strategis, seperti mandat biodiesel yang menjadi program prioritas pemerintah.

Ia menegaskan bahwa dana tersebut harus dikelola secara jelas dan bertanggung jawab demi kepentingan industri serta kesejahteraan para pelaku usaha sawit.

"Transparansi dan efektivitas penggunaan dana BPDPKS harus menjadi perhatian utama. Program-program yang berkaitan dengan kelapa sawit harus didanai dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional," kata Misbakhun, Senin (17/2/2025).

Dalam rapat tersebut, BPDP didesak untuk segera memperbaiki mekanisme pengelolaan dana guna meningkatkan akuntabilitas serta memberikan manfaat optimal bagi berbagai sektor perkebunan, termasuk kakao, kelapa, dan kelapa sawit.

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan keberlanjutan industri kelapa sawit serta memaksimalkan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia.

Menurut Misbakhun, pengelolaan dana yang lebih transparan dan efisien, sangat penting agar BPDP dapat tetap mendukung pertumbuhan industri sawit tanpa mengabaikan kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan.

Topik:

dpr-ri bpdp kelapa-sawit