Sritex (SRIL) Bakal Dihapus dari Bursa Saham

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 22 Mei 2025 16:06 WIB
Bursa Efek Indonesia (Foto: Dok MI)
Bursa Efek Indonesia (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan akan menghapus (delisting) saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang dikenal dengan Sritex, dari daftar perdagangan. 

Keputusan ini diambil setelah serangkaian permasalahan yang membelit perusahaan, termasuk kasus penangkapan mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyampaikan bahwa saham SRIL telah disuspensi atau dihentikan perdagangannya selama lebih dari 24 bulan. Selain itu, Sritex juga telah resmi dinyatakan pailit.

"Maka kondisi tersebut telah memenuhi persyaratan untuk apat dilakukan delisting atas suatu saham berdasarkan ketentuan III.1.3 Peraturan Bursa nomor I-N," jelas Nyoman pada Kamis (22/5/2025).

Namun, Nyoman belum dapat memastikan kapan pihaknya akan melakukan delisting saham SRIL.

Yang jelas, saat ini BEI tengah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait proses delisting dan status perubahan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private) sebagaimana diatur dalam POJK 45 tahun 2024. 

"Mengingat SRIL telah resmi dinyatakan pailit, saat ini tanggung jawab manajemen telah beralih kepada kurator. Dengan demikian, terkait pemberitaan penetapan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka korupsi, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan kepada Kurator," ungkap Nyoman.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex dan anak usahanya. 

Pada awal kasus ini, korps Adhyaksa berfokus pada dua penyaluran kredit yang dinilai bermasalah yaitu dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) dan PT Bank DKI Jakarta (Bank DKI).

"Setelah pemeriksaan saksi tersebut, penyidik memperoleh alat bukti cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit bank pemerintah kepada Sritex dengan nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp 3,5 triliun," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Rabu (21/05/2025).

Tiga tersangka pertama dalam kasus ini adalah mantan Direktur Utama Sritex periode 2005-2022, Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa; serta Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB pada 2020, Dicky Syahbandinata.

Kejaksaan sebelumnya mengklaim telah memeriksa 55 orang saksi dan satu orang ahli untuk memastikan penyaluran kredit dari dua bank pelat merah milik pemerintah daerah tersebut mengandung unsur tipikor. 

Penyidikan Jampidsus pun telah melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah barang bukti untuk memperkuat sangkaan terhadap para tersangka.

"Adanya pemberian kredit kepada PT Sri Rezeki Ismanti Tbk yang dilakukan secara melawan hukum dan menyebabkan adanya kerugian keuangan negara," kata Qohar.

Nasib Dana Investor Rp1 T 

Kondisi Sritex menyebabkan dana publik sebesar Rp1,19 triliun terjebak, bahkan berisiko hilang jika hasil likuidasi hanya cukup untuk memenuhi kewajiban kepada kreditur.

Adapum dana tersebut berasal dari kepemilikan masyarakat atas 39,89% atau setara 8,16 miliar saham SRIL, dengan nilai Rp146/saham.

Level harga tersebut juga merupakan level terakhir sebelum Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi atas saham SRIL.

BEI telah menghentikan perdagangan saham SRIL sejak 18 Mei 2022. Suspensi ini awalnya diberlakukan karena perusahaan menunda pembayaran pokok dan bunga medium term notes (MTN) yang diterbitkan pada tahun 2018.

Sejak saat itu hingga kini, suspensi saham SRIL belum pernah dibuka. Artinya, saham SRIL sudah disuspensi lebih dari tiga tahun.

Topik:

sritex sril bei saham