Minyak Melonjak 3%, Tekanan AS ke Rusia dan Sinyal Damai Dagang Bikin Harga Terkerek


Jakarta, MI - Harga minyak dunia melonjak tajam pada perdagangan Selasa (29/7/2025), didorong meningkatnya ketegangan geopolitik serta meredanya kekhawatiran pasar terhadap perang dagang global.
Brent crude melesat 3,53% ke USD72,51 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 3,75% ke USD69,21 per barel, keduanya mencetak penutupan tertinggi dalam lebih dari sebulan.
Lonjakan harga ini terjadi usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menekan Rusia atas invasi ke Ukraina.
Di sisi lain, investor mulai mencium angin segar dari meredanya ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah mitra dagangnya.
Melansir Reuters, pada Selasa, Trump mengatakan mulai menerapkan tarif dan langkah-langkah lainnya terhadap Rusia dalam 10 hari jika Moskow tidak menunjukkan kemajuan dalam mengakhiri perang di Ukraina.
“Kita sudah meningkatkan tekanan ke Rusia. Sekarang ada tenggat waktu selama 10 hari,” kata analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn.
“Dan ada indikasi bahwa negara lain juga akan bergabung dengan AS,” sambungnya.
Di hari yang sama, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa dirinya telah memperingatkan para pejabat China terkait risiko penerapan tarif tinggi berdasarkan aturan tarif sekunder AS terhadap minyak Rusia yang dikenai sanksi.
Menurutnya, Beijing berpotensi dikenai bea masuk besar jika terus membeli minyak dari Rusia.
Pernyataan Bessent itu disampaikan setelah dua hari pembicaraan bilateral yang bertujuan menyelesaikan sengketa ekonomi lama dan meredakan ketegangan perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia.
Harga minyak turut terangkat oleh tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa. Meskipun kesepakatan ini tetap mengenakan tarif impor sebesar 15 persen terhadap sebagian besar produk asal Eropa, langkah tersebut berhasil mencegah terjadinya perang dagang besar-besaran antara dua sekutu ekonomi utama.
Jika konflik dagang itu benar-benar pecah, dampaknya bisa mengguncang sekitar sepertiga perdagangan global dan menggerus permintaan energi dunia.
“Ada optimisme soal kesepakatan dagang ini,” kata direktur energi berjangka di Mizuho, Bob Yawger.
“Memang bukan kesepakatan sempurna, terutama bagi pihak Eropa, tapi jelas lebih baik daripada skenario terburuk,” tambahnya.
Dalam kesepakatan itu, Uni Eropa juga berkomitmen membeli komoditas energi dari AS senilai USD750 miliar dalam tiga tahun ke depan, target yang menurut analis hampir mustahil tercapai. Sementara itu, perusahaan-perusahaan Eropa akan berinvestasi sebesar USD600 miliar di AS selama masa jabatan Trump.
Di sisi lain, stok minyak mentah AS naik 1,54 juta barel minggu lalu, menurut sumber pasar yang mengutip data American Petroleum Institute (API) pada Selasa. Data resmi dari Badan Informasi Energi AS (EIA) akan dirilis Rabu waktu setempat.
Pelaku pasar turut menunggu keputusan dari rapat kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang digelar pada Selasa dan Rabu waktu AS.
Menurut Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, The Fed diperkirakan mempertahankan suku bunga, tetapi bisa memberi sinyal sikap dovish mengingat tanda-tanda pelemahan inflasi.
Topik:
minyak-mentah-dunia harga-minyak