Amnesty International Sebut Invasi Rusia ke Ukraina 'Pengulangan' Perang Suriah

Surya Feri
Surya Feri
Diperbarui 29 Maret 2022 13:40 WIB
Monitorindonesia.com - Serangan Rusia di Ukraina mirip dengan tindakannya dalam perang Suriah, Amnesty International mengatakan hal tersebut pada Selasa (29/3), meningkatkan kekhawatiran "kejahatan perang" yang menimbulkan banyaknya korban sipil. "Apa yang terjadi di Ukraina adalah pengulangan dari apa yang telah kita lihat di Suriah," Agnes Callamard, sekretaris jenderal pengawas hak-hak global, mengatakan kepada AFP. Dia berbicara di Johannesburg pada peluncuran laporan tahunan tentang keadaan hak asasi manusia di dunia. "Kami berada di tengah serangan yang disengaja terhadap infrastruktur sipil," katanya, menuduh Rusia mengubah koridor kemanusiaan menjadi "jebakan maut". "Kami melihat hal yang sama (di Ukraina), seperti yang dilakukan Rusia di Suriah," ujarnya seperti dikutip dari CNA pada Selasa (29/3). Direktur Amnesty di Eropa Timur dan Asia Marie Struthers sependapat, mengatakan pada kegiatan terpisah di Paris bahwa para peneliti di Ukraina telah "mendokumentasikan penggunaan taktik yang sama seperti di Suriah dan Chechnya, termasuk serangan terhadap warga sipil dan penggunaan senjata yang dilarang berdasarkan hukum internasional. Membandingkan kota Mariupol yang terkepung dengan kota Aleppo di Suriah, yang dihancurkan oleh Presiden Bashar al-Assad dengan bantuan kekuatan udara Rusia, Callamard mengatakan bahwa "hal tersebut adalah peningkatan kejahatan perang". Pemerintah Amerika Serikat pekan lalu mengatakan bahwa informasi publik dan intelijen yang dikumpulkannya merupakan bukti kuat bahwa militer Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina. Seorang pejabat senior Ukraina mengatakan kepada AFP pada hari Senin bahwa sekitar 5.000 orang telah dimakamkan di Mariupol saja. Rusia adalah pendukung utama pemerintah Suriah dalam perang yang meletus pada Maret 2011. Callamard menyalahkan tindakan Rusia pada sistem internasional yang lumpuh dan kelambanan yang memalukan dari lembaga-lembaga termasuk Dewan Keamanan PBB. "Dewan Keamanan PBB akan lebih tepat disebut Dewan Ketidakamanan PBB," katanya, seraya menambahkan bahwa pihaknya telah berulang kali gagal bertindak "secara memadai dalam menghadapi kekejaman" di tempat-tempat seperti Myanmar, Afghanistan, dan Suriah.