Kala Politikus PDIP Akui Usul Revisi UU MD3, Kursi Ketua DPR Bakal Direbut?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Said Abdullah mengakui pernah mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Usulan itu disampaikan kepada Wakil Ketua DPR bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad. (Foto: Ilustrasi Kursi Ketua DPR RI/Dok MI/Aswan)
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Said Abdullah mengakui pernah mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Usulan itu disampaikan kepada Wakil Ketua DPR bidang Ekonomi dan Keuangan, Sufmi Dasco Ahmad. (Foto: Ilustrasi Kursi Ketua DPR RI/Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI – Usai penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk kursi legislatif yang telah ditetapkan KPU RI, kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kini jadi rebutan partai politik penguasa Senayan?

Jika merujuk pemilu, PDIP lah satu-satunya partai dengan peraih suara terbanyak untuk DPR periode 2024-2029. Dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) saat ini, PDIP selaku pemenang berpeluang lebih besar mempertahankan takhta di Senayan.

Aturan di pasal 427D ayat (1) huruf b UU MD3 saat ini menyebutkan, bahwa ketua DPR adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.

Baru-baru ini muncul lagi wacana revisi UU MD3 itu yang bisa merebut kursi Ketua DPR itu dari pemenang pemilu. Memori buruk 2014 sepertinya tak diinginkan lagi PDIP. Dimana pada saat itu Partai Golkar didukung sejumlah partai kemudian menginisiasi revisi UU MD3, dan partai berlambang pohon beringin itu berhasil menempatkan kadernya, Setya Novanto, di kursi Ketua DPR.

Namun demikian, justru salah satu anak buah Megawati Soekarnoputri, mengakui pernah mengusulkan revisi UU MD3 itu. “Perlu sekali saya sampaikan pernyataan Pak Dasco yang dikutip oleh teman-teman pers, itu benar,” kata politikus PDIP, Said Abdullah sekaligus merespons pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, bahwa dirinya sebagai orang yang pernah mengajukan wacana revisi beleid tersebut, dikutip pada Minggu (4/8/2024).

Menurut Said, usulan revisi UU MD3 dia sampaikan kepada Dasco sebagai pimpinan DPR pada bulan April dan September 2023. Revisi itu berhubungan dengan kewenangan keuangan DPR yang dia nilai perlu penjabaran lebih lanjut.

Wacana itu Said bicarakan dalam kapasitas sebagai Ketua Badang Anggaran atau Banggar DPR. Sementara Dasco adalah Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Menurut Said, usulan itu berlandaskan terbatasnya hak pengawasan keuangan yang dimiliki DPR, sehingga tak bisa terlalu mendetail dalam mengawasi. 

“Dengan perubahan kewenangan DPR bidang anggaran yang lebih disempurnakan, maka hal itu akan menjadi dasar kewenangan DPR untuk melakukan pengawasan, dan menjalankan fungsi anggaran lebih maksimal. Namun atas usulan saya saat itu juga Pak Dasco menolaknya,” beber Said. 

Pun dia menyatakan telah menerima keputusan Dasco selaku pimpinan DPR. Said menyampaikan bahwa saat ini para pimpinan fraksi di DPR telah sepakat untuk tidak mengubah isi UU MD3.  “Terbangun komitmen bersama untuk menjaga demokrasi yang baik, dengan tetap mempertahankan UU MD3 yang ada,” kata Said.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, merupakan salah satu pihak yang juga membenarkan bahwa revisi UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3 itu telah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 pada April lalu. 

Langkah itu salah satunya untuk mengantisipasi situasi politik pascapemilu yang dinamis. Pasalnya, jika pemerintah dan DPR memerlukan perubahan undang-undang, hal itu harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Kita belajar (dari) pengalaman yang lalu di era Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo). Pertama kali itu, kan, UU MD3 direvisi (secara) mendadak," kata Firman, Jumat (2/8/2024).

Yang dimaksud revisi UU MD3 secara mendadak itu terjadi setelah munculnya hasil Pemilu 2014 dan 2019. Fraksi-fraksi partai politik di DPR mengajukan perubahan UU MD3 untuk mengubah pengaturan kursi Ketua DPR. 

Pada 2014, perubahan UU MD3 menghasilkan mekanisme penentuan pimpinan DPR dengan pemilihan sistem paket pimpinan. Saat itu, Partai Golkar mendapatkan kursi Ketua DPR yang diisi oleh Setya Novanto.

Sementara pada 2019, UU MD3 diubah hingga menghasilkan penentuan pimpinan DPR yang terdiri dari ketua dan empat wakil ketua. Kelima orang itu ditentukan sesuai dengan perolehan kursi terbanyak secara berurutan.

Tidak hanya di Baleg DPR, Firman mengklaim, pembicaraan mengenai revisi UU MD3 juga tidak ada di internal Partai Golkar.

Namun, Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan, pasca-Pemilu 2024 belum ada pembicaraan lebih lanjut soal revisi UU MD3 dan perubahan pengaturan kursi Ketua DPR. 

Tak serta merta ditindaklanjuti
Selain itu, rancangan undang-undang (RUU) yang ada dalam prolegnas prioritas tak serta-merta harus ditindaklanjuti. "Sampai saat ini belum ada rencana revisi UU MD3," jelas Firman.

Tidak hanya di Baleg DPR, Firman mengklaim, pembicaraan mengenai revisi UU MD3 juga tidak ada di internal Partai Golkar. 

Sebagai parpol peraih suara terbesar kedua pada Pemilu 2024, Partai Golkar akan mengikuti aturan yang ada dalam UU MD3 dalam menentukan pimpinan DPR.

"Kami mikirin rakyat saja (bukan revisi UU MD3)," kelakar Firman.

Adapun rumor mengenai rencana revisi UU MD3 untuk mengubah pengaturan kursi Ketua DPR muncul setelah Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus mengungkapkan dirinya mendengar kabar bahwa pemerintah bakal menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MD3. 

Penerbitan aturan tersebut diduga terkait dengan upaya mengerdilkan PDI-P sebagai parpol peraih suara terbanyak di Pemilu 2024 dan berpeluang untuk kembali mendapatkan kursi Ketua DPR jika tidak ada perubahan UU MD3.

Kendati demikian, pada Kamis (1/8/2024) kemarin, kabar tersebut dibantah oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. 

Sebelumnya, Dasco mengatakan bahwa usul revisi UU MD3 sebelumnya pernah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas pada periode 2023-2024. Saat itu, katanya, revisi diusulkan Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah karena ada sejumlah pasal yang berkaitan dengan keuangan.

"Ini bukan permintaan kami loh, itu permintaan Pak Said Abdullah," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat,  Kamis (1/8/2024).

Namun, pada akhirnya revisi UU MD3 itu tidak disepakati karena khawatir akan menuai polemik.

Sebagai informasi, bahwa PDIP adalah partai pemenang Pemilu Legislatif 2024 lalu. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 Pasal 427D disebutkan susunan pimpinan DPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.

Merujuk pasal tersebut, PDIP bakal mengisi posisi Ketua DPR pada periode 2024-2029.  Seperti yang terjadi pada 2019 lalu saat PDIP memenangkan Pemilu Legislatif, maka mereka mendapat jatah kursi Ketua DPR yang diisi Puan Maharani.