Mengapa Rezim Iran Memperluas Hubungannya dengan Rusia?

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 14 November 2022 16:24 WIB
Jakarta, MI - Perang Rusia-Ukraina sudah berlangsung lebih dari delapan bulan sejak 24 Februalri lalu, namun banyak kalangan mempertanyakan keterlibatan rezim Iran yang semakin nyata dalam perang tersebut. Pasalnya, langkah kontroversi yang diambil negara Islam itu dapat berdampak parah bagi perdamaian dan keamanan global akibat petualangan militer Teheran yang sulit untuk dihindari. Apalagi, program rudal balistik dan ancaman nuklirn Iran terlihat semakin meningkat sehingga menjadi sorotan musuh-musuh negara itu seperti Amerika Serikat (AS) dan Israel. Salah satu alasan di balik keputusan rezim itu untuk mendukung Rusia dalam perang melawan Ukraina kemungkinan besar terkait dengan ambisi nuklirnya. Maklum, negara itu sejak lama telah meminta bantuan dari Moskow untuk meningkatkan program nuklirnya akibat kian kuatnya ancaman dari AS dan Israel. Inilah yang diduga kuat menjadi penyebab mengapa Iran secara bertahap meningkatkan keterlibatannya dalam konflik kedua negara bertetangga tersebut. Sebagai catatan, pada 2 Maret lalu, Iran mengambil sikap abstain dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB untuk mengutuk invasi Rusia dan menuntut penarikannya dari Ukraina. Teheran kemudian memberikan suara menentang resolusi Majelis Umum PBB yang menangguhkan keanggotaan Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Kerja sama militer dan teknologi senjata Rusia-Iran Pada bulan Juli, Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan ke Republik Islam dan secara spontan mendapat dukungan besar dari Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei. Setelah kunjungan presiden Rusia ke Teheran, pasokan drone Kamikaze Iran ke Rusia menjadi contoh pertama kerja sama militer antara Moskow dan Teheran yang dapat dilihat. Pada bulan September, Kementerian Luar Negeri Ukraina mencopot akreditasi duta besar Iran di Kyiv dan mengurangi staf diplomatik kedutaan. Akan tetapi, salah satu masalah dengan tanggapan Barat terhadap agresi Rusia terkait peran rezim Iran adalah bahwa pemerintah negara-negara Eropa itu tidak tegas untuk nenekan Iran terkait Kesepakatan Nuklir 2015 yang dicoba untuk dihidupkan kembali. Terlepas dari eskalasi militer Teheran, Uni Eropa (UE) pada awalnya tidak akan mengakui bahwa rezim itu bercokol dalam perang melawan Ukraina. Karena itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell bulan lalu mengatakan bahwa dia menginginkan bukti lebih lanjut. "Kami akan mencari bukti nyata tentang partisipasi Iran dalam perang Ukraina," katanya kepada wartawan. Akhirnya, UE mengakui bahwa rezim Iran memang memberikan dukungan militer untuk perang agresi Rusia yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan terhadap Ukraina melalui pengembangan dan pengiriman drone ke Rusia. Pada fase berikutnya, rezim Iran, yang sekarang tampaknya semakin berani, mulai mengirim pasukan ke Krimea untuk membantu Rusia dalam menyerang infrastruktur Ukraina dan penduduk sipil dengan membantu meningkatkan efektivitas drone bunuh diri. Gedung Putih mengakui pada 20 Oktober bahwa ada bukti bahwa pasukan Iran terlibat langsung di lapangan di Krimea. Kendati demikian, sistemnya sendiri mengalami kegagalan dan tidak bekerja sesuai standar yang diharapkan. Jadi, Iran kemudian memutuskan untuk menggunakan beberapa pelatih dan beberapa dukungan teknis untuk membantu Rusia dengan harapan langkah itu akan lebih mematikan,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby seperti dikutip ArabNews.com, Senin (14/11). Melihat perkembangan terakhir hubungan Rusia dan Iran, cukup menarik untuk menyimak pendapat pengamat politik dari Harvard University, Majid Rafizadeh. Dia menilai Iran sekarang semakin meningkatkan keterlibatannya dalam konflik tersebut karena dilaporkan akan menyediakan rudal balistik ke Rusia selain drone yang sudah cukup dikenal publik. Selain itu, rezim tersebut kemungkinan berusaha untuk menegaskan kembali dirinya sebagai pemain global yang penting, katanya. Agaknya Iran tentu punya obsesi juga untuk mengukuhkan negara teokratis itu sebagai pemilik persenjataan rudal balistik terbesar dan paling beragam di Timur Tengah. Sementara itu, juru bicara Angkatan Udara Ukraina, Yuriy Ihnat mengatakan bahwa Ukraina saat ini tidak memiliki sistem pertahanan udara yang efektif terhadap rudal balistik. Karena itu Iran kemungkinan akan memasok teknologi itu ke Rusia, kecuali dunia menemukan cara untuk menghentikannya. ”Para pemimpin Iran yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban. Beberapa jenderal top terlibat langsung dalam perang melawan Ukraina dan kemungkinan besar mereka menerima perintah dari pemimpin tertinggi," ujar Rafizadeh. Menurutnya, Mayor Jenderal Mohammed Hossein Bagheri, yang merupakan kepala staf Angkatan Bersenjata Iran dan turut mengawasi program drone militer negara itu, adalah pemain kunci dalam kerja sama militer dengan Moskow. Sedangkan menurut UE, dia “terlibat dalam pengembangan wahana udara tanpa awak (UAV) buatan Iran di luar negeri. Bahkan dia dilaporkan telah meresmikan jalur perakitan di Tajikistan yang ditujukan untuk ekspor drone Ababil-2. Dia juga berpartisipasi dalam pengembangan drone Mohajer-6 dan pasokannya ke Federasi Rusia untuk digunakan dalam perang agresi melawan Ukraina. ”Selain itu, Brigjen Saeed Aghajani, yang merupakan komandan Komando UAV Angkatan Udara Korps Pengawal Revolusi Islam, bertugas mengawasi dan mengarahkan perencanaan, peralatan dan pelatihan untuk operasi UAV Iran yang juga mencakup pasokan drone ke sekutu internasional Iran, termasuk Federasi Rusia," ujarnya. Lalu siapa yang merundingkan kesepakatan terkait pasokan drone Kamikaze ke Rusia? Rafizadeh mengatakan Jenderal Hojatollah Qureishi, yang bertanggung jawab atas Divisi Pasokan, Penelitian, dan Urusan Industri di Kementerian Pertahanan Iran, merupakan pimpinan perundingan terkait kesepakatan dengan Federasi Rusia sehubungan dengan pasokan Kendaraan Udara Tak Berawak buatan Iran untuk digunakan dalam perang dalam upaya agresi Rusia melawan Ukraina. Sedangkan Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly mencatat dalam sebuah pernyataan: “Serangan drone pengecut tersebut adalah tindakan putus asa. Dengan melakukan serangan itu, orang-orang dan pabrik-pabrik telah mengalami penderitaan yang tak terhingga di Ukraina. ”Singkatnya, Barat harus memantau dengan cermat hubungan rezim Iran yang meluas dengan Rusia, terutama ketika menyangkut petualangan militer dan kemajuan program nuklir Teheran," ujar Rafizadeh yang merupakan ilmuwan politik Iran-Amerika tersebut.