Diangkat Jadi Perdana Menteri, Pangeran Mohammed bin Salman Dapat Kekebalan Hukum Terkait Pembunuhan Jurnalis Khashoggi

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 18 November 2022 17:17 WIB
Jakarta, MI - Amerika Serikat menetapkan bahwa pemimpin de facto Arab Saudi sekaligus Putra Mahkota Mohammed bin Salman memiliki kekebalan dari gugatan yang diajukan oleh tunangan jurnalis Jamal Khashoggi yang dibunuh. Khashoggi, seorang kritikus terkemuka Arab Saudi, dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober 2018. Intelijen AS mengatakan yakin Pangeran Mohammed memerintahkan pembunuhan itu. Namun dalam pengajuan pengadilan, Departemen Luar Negeri AS menyatakan dia memiliki kekebalan karena peran barunya sebagai perdana menteri Arab Saudi. Mantan tunangan Khashoggi, Hatice Cengiz, menulis di Twitter bahwa "Jamal meninggal lagi hari ini" dengan keputusan tersebut. Dia bersama dengan kelompok hak asasi manusia Demokrasi untuk Dunia Arab Sekarang (Dawn) yang didirikan oleh Khashoggi, berupaya mendapatkan ganti rugi yang tidak ditentukan di AS dari putra mahkota tersebut atas pembunuhan tunangannya. Pengaduan tersebut menuduh pemimpin Arab Saudi dan para pejabatnya telah "menculik, mengikat, membius dan menyiksa, serta membunuh jurnalis berkewargaan AS dan advokat demokrasi Jamal Khashoggi". Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard mengatakan hari ini adalah hari kekebalan untuk Pangeran Mohammed. Pangeran tersebut telah diangkat sebagai putra mahkota oleh ayahnya, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, pada 2017. Pria berusia 37 tahun itu kemudian menjabat sebagai perdana menteri pada September tahun ini. Dia menyangkal peran apa pun dalam pembunuhan Khashoggi. Pengacara Departemen Kehakiman Arab Saudi mengatakan bahwa sebagai "kepala pemerintahan asing yang berkuasa", putra mahkota "menikmati kekebalan kepala negara dari yurisdiksi pengadilan AS sebagai akibat dari jabatan itu." "Doktrin kekebalan kepala negara sudah mapan dalam hukum kebiasaan internasional," kata pengacara Departemen Kehakiman Arab Saudi. Tetapi pemerintahan Biden sangat ingin menekankan bahwa putusan itu bukanlah keputusan tidak bersalah. "Ini adalah keputusan hukum yang dibuat oleh Departemen Luar Negeri di bawah prinsip-prinsip hukum kebiasaan internasional yang sudah lama dan mapan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih dalam sebuah pernyataan tertulis sebagimana dikutuip BBC.com, Jumat (18/11). Arab Saudi menyatakan mantan jurnalis Washington Post itu tewas dalam "operasi kotor" oleh tim agen yang dikirim untuk membujuknya agar kembali ke kerajaan. Namun, para pejabat AS mengatakan CIA telah menyimpulkan dengan tingkat kepastian sedang hingga tingg bahwa MBS, sebutan untuk sang pangeran, terlibat. Pembunuhan itu menyebabkan kegemparan global dan merusak citra Pangeran Mohammed dan negaranya. Kasus itu juga menyebabkan penurunan besar dalam tingkat hubungan AS-Saudi dan Joe Biden bersumpah untuk menjadikan Arab Saudi sebagai negara "paria" saat dia berkampanye untuk pemilihan presiden pada 2019. Biden menolak untuk berbicara dengan Mohammed bin Salman ketika dia pertama kali menjadi presiden. Namun selama musim panas, Presiden Biden mengatakan dia ingin "mengubah arah" hubungan, menjelang kunjungan ke Arab Saudi pada Juli. Kunjungannya itu dikritik karena membenarkan pemerintah Arab Saudi terlibat pembunuhan Khashoggi. Sarah Leah Whitson, direktur eksekutif Dawn, menulis di Twitter bahwa "sangat ironis bahwa Presiden Biden sendiri yang meyakinkan MBS dapat lolos dari pertanggungjawaban dan Presiden Biden-lah yang berjanji kepada rakyat Amerika bahwa dia akan melakukan segalanya untuk meminta pertanggungjawaban MBS". Sedangkan Nihad Awad, direktur eksekutif nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam mengatakan pemerintahan Biden telah "menjual darah Jamal Kashoggi demi minyak Arab Saudi".