Tak Ada WNI Jadi Korban Kekacauan di Ekuador

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Januari 2024 05:00 WIB
Serangan terjadi saat siaran langsung stasiun televisi publik TC di Kota Guayaquil sedang berjalan (Foto: Istimewa)
Serangan terjadi saat siaran langsung stasiun televisi publik TC di Kota Guayaquil sedang berjalan (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Duta Besar Republik Indonesia di Ekuador Agung Kurniadi menegaskan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban kekacauan di Ekuador. Kerusuhan terjadi saat seorang gembong narkoba melarikan diri dari penjara. 

Sekelompok orang bersenjata menyerbu sebuah studio stasiun televisi yang sedang menayangkan siaran langsung. Setidaknya 10 orang tewas sejak status darurat selama 60 hari dimulai di Ekuador sejak Senin (8/1/2024).

“Alhamdulillah tidak ada WNI yang tinggal di Ekuador menjadi korban, semua dalam keadaan baik dan aman. Kami telah melakukan langkah-langkah pengamanan kepada WNI yang tinggal di sini,” kata Agung, Kamis (11/1).

Agung menyampaikan, pihak KBRI telah memberikan imbauan kepada WNI sejak kerusuhan ini dimulai beberapa hari lalu. Mereka terus berkomunikasi untuk memastikan kondisi WNI di sana.

“Pertama, kami memberikan imbauan dan melakukan kontak langsung dengan WNI yang ada di Ekuador. Kami bersama seluruh WNI tergabung di dalam Whatsapp Grup untuk bisa saling berkomunikasi memberikan kabar terkini,” ujarnya menambahkan.

Status darurat diumumkan setelah seorang ketua geng terkenal bernama Adolfo Macías Villamar alias Fito kabur dari penjara. Meningkatnya kekerasan di negara tersebut dikaitkan dengan pertikaian antara kartel narkoba.

“Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, saat ini di Ekuador telah diterapkan jam malam. Pergerakan masyarakat dibatasi dari jam 11 malam hingga jam 5 pagi,” katanya menjelaskan.

“Pemerintah mengambil kebijakan ini, karena adanya gangguan keamanan yang dipicu oleh lolosnya gembong narkoba di Ekuador. Hal ini memicu pergerakan klompok-klompok kriminal untuk melanjutkan bisnisnya,” ujarnya.

Agung mengatakan, pemerintah setempat juga menetapkan 22 kelompok kriminal sebagai kelompok teroris. Pemerintah percaya kelompok-kelompok kriminal ini dibiayai oleh kartel narkoba.

Kelompok-kelompok kriminal ini juga menculik dan menyandra beberapa aparat keamanan. Sehingga, Pemerintah juga meminta tentara membantu kepolisian untuk menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat.

Kepolisian belakangan berhasil menangkap para tersangka penyerbu dan mengunggah video para tersangka ke media sosial. Aparat mengatakan, para tersangka akan “dihukum karena tindakan teroris”.