Nasib 9 Kepala Pemerintahan Iran dalam 45 Tahun

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Mei 2024 07:33 WIB
Ilustrasi - Bendera Negara Iran (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Bendera Negara Iran (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Selama 45 tahun berdirinya Republik Islam Iran, semua mantan presiden negara itu diwarnai kontroversi dalam karier atau kehidupan mereka - kecuali Ali Khamenei yang menjadi presiden pada 1980-an dan kini menjadi pemimpin tertinggi negara tersebut.

Pekan ini, Ebrahim Raisi presiden kedelapan dalam sejarah negara itu meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter. Lantas apa yang terjadi terhadap para pendahulunya selama beberapa dekade terakhir?

Mehdi Bazargan
Kepala pemerintahan (sementara) pertama Iran setelah Revolusi 1979, Mehdi Bazargan, mengalami kesulitan dalam menjalankan roda pemerintahan sejak hari-hari awal.

Perbedaan tajam dengan para pemimpin agama, termasuk pemimpin revolusi Ayatollah Khomeini, melatari pengunduran dirinya. Dua hari setelah pengunduran dirinya, Mehdi Bazargan secara terbuka mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan restu pemimpin tertinggi negara itu untuk menentukan segala kebijakan.

Abolhassan Banisadr
Pada 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini selaku pemimpin tertinggi pertama Republik Islam Iran, menganjurkan agar jabatan presiden diberikan kepada Abolhassan Banisadr, seorang politisi non-ulama terpercaya yang pernah menjabat sebagai menteri.

Dia memenangkan pemilu dengan meraup suara lebih dari 75% suara dan menjadi presiden efektif pertama di negara itu setelah revolusi.

Namun ia berselisih dengan politisi revolusioner lainnya. Caranya mengatur perang melawan Irak dan penentangannya terhadap perdana menteri yang diangkat oleh Partai Republik Islam, Mohammad Ali Rajaei, makin memperburuk perbedaan sikap di antara mereka.

Ia membela peran utama Angkatan Darat dalam perang tersebut, sementara Partai Republik Islam menginginkan peran yang lebih besar bagi Garda Revolusi.

Khomeini sangat mempercayai Banisadr sehingga dia menempatkannya sebagai komandan seluruh pasukan keamanan.

Namun konflik terus-menerus antara Banisadr dan Partai Republik Islam, yang menguasai mayoritas kursi di parlemen, akhirnya berujung pada pemecatannya. Saat masih menjabat, dia selamat dari dua kecelakaan helikopter.

Presiden pertama Iran ini dicopot dari jabatannya dalam pemungutan suara di parlemen pada Juni 1981.

Lawan-lawannya, termasuk pemimpin tertinggi saat ini Ali Khamenei, mengkritik keras dia selama sidang pemakzulan.

Setelah pemecatannya, Banisadr menghadapi surat perintah penangkapan atas tuduhan "pengkhianatan dan konspirasi melawan rezim".

Dia melarikan diri ke Prancis dan berada di bawah perlindungan selama sisa hidupnya.

Mohammad Ali Rajaei
Setelah Banisadr dimakzulkan, penggantinya Mohammad Ali Rajaei bahkan tak sempat menghadapi perselisihan politik dalam struktur kekuasaan.

Ali Rajaei mulai menjabat pada 2 Agustus 1981 dan pada akhir bulan tersebut tewas dalam ledakan bom yang juga menewaskan Perdana Menteri Mohammad Javad Bahnar.

Organisasi Rakyat Mujahidin dituduh melakukan serangan itu, meski tidak secara resmi mengaku bertanggung jawab. Setelah Rajaei, Ali Khamenei menjadi presiden dan tetap menjabat sampai kematian Ayatollah Khomeini, ketika ia menggantikannya sebagai pemimpin tertinggi.

Mirhossein Mousavi
Khamenei harus menerima Mirhossein Mousavi, editor surat kabar partai yang berkuasa, namun itu di luar keinginannya.

Hubungan keduanya selalu diwarnai ketegangan. Puncaknya, Mousavi dimakzulkan pada 1989 melalui keputusan mengamandemen Konstitusi pada 1989 yang menghapuskan jabatan perdana menteri.

Mousavi pensiun dari dunia politik selama 20 tahun. Namun pada 2008, dia kembali menantang rezim dengan mencalonkan diri sebagai presiden.

Dia kalah dalam pemilu yang dituding diwarnai kecurangan. Mousavi berperan penting dalam 'gerakan hijau' yang menentang hasil pemilu. Puncak dari konfrontasi politik ini, Mousavi ditangkap pada 2009. Dia masih menjadi tahanan rumah.

Akbar Hashemi Rafsanjani
Empat tahun pertama masa kepresidenan Akbar Hashemi Rafsanjani – yang menjabat antara 1989 dan 1997 – nyaris selalu diwarnai ketegangan. Beberapa kelompok menentang kebijakannya di bidang kebudayaan.

Selama masa jabatannya, Ayatollah Khamenei bahkan berbicara secara terbuka menentang "kebijakan aristokrasi dan pasar bebas" – kritikan yang ditujukan pada Rafsanjani.

Rafsanjani, yang pernah dianggap sebagai orang paling berkuasa dalam struktur rezim setelah pemimpin tertinggi, kalah dari Mahmoud Ahmadinejad pada putaran kedua pemilihan presiden tahun 2004. Namun titik krusial kejatuhan politiknya terjadi pada 26 Juli 2008.

Dalam khotbah politik terakhirnya pada salat Jumat di Teheran, Rafsanjani "meragukan" hasil pemilu yang dimenangkan Ahmadinejad. Dia lalu mendukung gelombang unjuk rasa yang mengkritik proses pemilu tersebut.

Pada Mei 2013, dia mendaftar untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden, namun yang mengejutkan para analis, pencalonannya tidak dikonfirmasi.

Dua tahun kemudian, dalam pemilihan Majelis Ahli, dia memperoleh salah satu suara terbanyak di Teheran. Pada Januari 2017, dia meninggal ketika berenang di sebuah kolam renang. Beberapa anggota keluarga menganggap kematiannya "mencurigakan".

Mohammad Khatami
Mohammad Khatami menjadi presiden Iran pada tahun 1997, dengan meraup lebih dari 20 juta suara. Namun sejak beberapa bulan pertama, tanda-tanda ketegangan terlihat jelas di lapisan atas pemerintahan.

Khatami menganjurkan liberalisasi dan reformasi ekonomi, termasuk kebebasan berekspresi yang lebih besar. Setelah meninggalkan pemerintahan, ia semakin sejalan dengan kaum reformis dan sejak tahun 2010 diberlakukan larangan yang dilonggarkan atau diperketat tergantung pada momen politik Iran atas penerbitan foto-foto Khatami di media Iran.

Meskipun ia praktis dikeluarkan dari aktivitas politik di Iran, ia mendorong kaum reformis untuk berpartisipasi dalam pemilu lalu

Mahmoud Ahmadinejad
Mahmoud Ahmadinejad menjadi presiden Iran pada Juni 2004. Pernyataan Ayatollah Khamenei dan ulama lain yang dekat dengannya menunjukkan bahwa pemerintah telah menemukan orang yang paling selaras untuk memimpin kepresidenan negara tersebut.

Namun persatuan politik ini tidak bertahan lama. Pada 2009, pertemuan antara Ahmadinejad dan Khamenei menjadi momen yang terkenal. Presiden membungkuk untuk mencium tangan sang pemimpin tertinggi Iran, yang kemudian berbalik. Ahmadinejad akhirnya mencium bahu Khamenei. Tindakan itu dipandang sebagai penolakan terhadap pemimpin tertinggi.

Ahmadinejad bersikeras agar Esfandiar Rahim Mashaei, seorang pembantu dekatnya, diangkat ke posisi pemerintahan. Para ulama secara terbuka menyatakan penolakan mereka terhadap nama tersebut.

Di tahun 2009, Ahmadinejad memecat Menteri Penerangan Haider Moslehi. Namun, pemimpin tertinggi mengembalikan Moslehi ke jabatan semula. Sebagai protes, Ahmadinejad melakukan semacam boikot terhadap acara resmi yang berlangsung selama 11 hari.

Ketika diumumkan bahwa Ahmadinejad bermaksud mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada 2017, yang bertentangan dengan keinginan Khamenei, pemimpin tertinggi tersebut mengatakan bahwa struktur politik harus diubah.

Ahmadinejad dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tahun itu.

Hassan Rouhani
Hassan Rouhani adalah salah satu tokoh politik paling terkenal di Iran dan terpilih sebagai presiden pada 2013. Dia pernah menjadi salah satu negosiator utama Iran dengan Barat mengenai program nuklir Iran.

Awalnya dia mendapat dukungan dari Khamenei. Namun sepanjang pemerintahannya, pemimpin tertinggi tersebut tidak puas dengan sikap Khamenei terhadap negara-negara Barat dalam negosiasi nuklir. Bagi pemimpin tertinggi, Rouhani tidak cukup tangguh dalam bernegosiasi.

Selama masa kepresidenannya, tuduhan dilontarkan terhadap keluarganya, termasuk saudaranya Hossein Fereydoun, yang menjalani hukuman karena korupsi.

Berbeda dengan Mahmoud Ahmadinejad, Rouhani tidak mengkritik sikap atau pendirian pemimpin tertinggi. Namun, meski begitu, ia dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan Majelis Ahli setelahnya.

Ebrahim Raisi
Presiden Iran Ebrahim Raisi wafat dalam kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5/2024).

Pesawat yang ditumpanginya jatuh di kawasan pegunungan di barat laut negara itu. Saat itu dia bersama Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian dan beberapa orang lainnya.

Kematian Raisi dalam kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5/2024) telah menambah spekulasi mengenai siapa yang akan menggantikan Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi berusia 85 tahun, yang kesehatannya telah lama menjadi fokus perhatian.

Nasib tragis presiden garis keras Iran diperkirakan tidak akan mengganggu arah politik negaranya atau mengguncang Republik Islam tersebut.