China Balas Trump, Saham Global Terkapar

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 5 April 2025 14:37 WIB
Saham Global Terpuruk usai China Membalas Kebijakan Presiden AS Donald Trump (Foto: Ist)
Saham Global Terpuruk usai China Membalas Kebijakan Presiden AS Donald Trump (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Gejolak pasar saham global kembali memanas pada Jumat (4/4/2025), usai China mengumumkan langkah balasan atas kebijakan Presiden AS Donald Trump. 

Negeri Tirai Bambu itu menyatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 34% terhadap berbagai produk asal Amerika Serikat, yang langsung mengguncang kepercayaan investor di pasar global.

Tak hanya itu, tensi dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini makin memburuk setelah China memasukkan sebelas perusahaan asal AS ke dalam daftar "entitas tidak dapat diandalkan." 

Lebih lanjut, disusul dengan keputusan Beijing untuk membatasi ekspor sejumlah jenis tanah jarang, komoditas strategis yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi tinggi dan militer.

Langkah ini mempertegas sikap tegas Beijing terhadap Washington, khususnya setelah Trump bersikukuh tidak akan mengubah arah kebijakan dagangnya. 

Konflik ini kian tajam seiring dengan keputusan Trump menaikkan tarif ke level tertinggi dalam lebih dari satu abad.

Akibatnya, bursa saham global pun limbung. Mengutip Reuters, selama sepekan terakhir, indeks S&P 500 merosot 9,08%, Nasdaq jatuh 10,02%, Dow turun 7,86%, dan indeks Russell 2000 yang berfokus pada saham perusahaan kecil anjlok 9,70%. 

Negara-negara lain seperti Kanada juga mulai menyiapkan langkah balasan di tengah ketegangan dagang yang terus memburuk.

Situasi terbaru ini mendorong JP Morgan untuk meninjau ulang prediksi ekonominya. Lembaga keuangan ternama tersebut kini memperkirakan peluang terjadinya resesi global mencapai 60%, naik tajam dari estimasi sebelumnya yang hanya 40%.

Stephane Ekolo, pakar strategi pasar & ekuitas dari Tradition yang berbasis di London, mengatakan " Ini signifikan dan sepertinya tidak akan berakhir, sehingga menimbulkan reaksi negatif pasar.” Ia menambahkan bahwa investor kini dihantui oleh situasi “perang dagang balas dendam.”

Kekhawatiran juga datang dari dalam negeri AS. Senator Republik Ted Cruz mengingatkan bahwa tarif baru berisiko besar bagi ekonomi nasional. “Dampaknya adalah peningkatan pajak triliunan dolar pada konsumen Amerika,” katanya dalam podcast miliknya.

Meski memahami bahwa Trump ingin menggunakan tarif sebagai alat tawar-menawar, Cruz menilai perang dagang berkepanjangan hanya akan membawa kerugian besar bagi rakyat.

Di sisi lain, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa tarif yang diterapkan saat ini “lebih besar dari yang diharapkan” dan berpotensi mendorong laju inflasi serta memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Powell menekankan bahwa The Fed akan tetap berhati-hati dan menunggu data ekonomi terbaru sebelum mengambil keputusan kebijakan berikutnya, sambil memastikan ekspektasi inflasi tetap terjaga.

“Orang-orang hanya menunggu kejelasan,” ujar Powell. 

“Saya tidak bisa memberi tahu kapan itu akan berlalu, tetapi pada akhirnya itu akan berlalu,” tambahnya.

Namun, Trump tampaknya tidak sabar. Usai pernyataan Powell, ia menulis di Truth Social: “Potong suku bunga, Jerome, dan berhentilah berpolitik!"

Topik:

tarif-trump china saham-global