Tangani Kasus HRS dan Ustadz Adi Hidayat, Aparat Tegakkan Hukum yang Berkeadilan

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 5 Juni 2021 18:00 WIB
Monitorindonesia.com - Aparat penegak hukum diminta untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, mengingat Indonesia sudah mendeklarasikna diri sebagai Negara Pancasila dan Negara Hukum. Untuk itu, hukum yang berkeadilan harus ditegakkan, termasuk pada kasus Habib Rizieq Syihab dan Ustadz Adi Hidayat. Permintaan ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Hidayat Nur Wahid dalam keterangan pers tertulisnya, Sabtu (5/6/2021), mengkritik tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan 6 tahun penjara kepada HRS  dalam kasus Swab Rumah Sakit Ummi sebagai bentuk ketidak adilan. Tuntutan enam tahun penjara terhadap HRS, menurut Hidayat juga menghadirkan kembali diskriminasi hukum sebagaimana diakui Hakim dalam kasus lain yang sebelumnya disangkakan kepada Rizieq Shihab.Apabila keadilan hukum yang ditegakkan, maka alasan jaksa bahwa Rizieq Shihab menyembunyikan hasil tes Swab dirinya, sebagai kebohongan dan menimbulkan keonaran, seharusnya juga diterapkan kepada kasus sejenis yang dilakukan banyak pihak. “Termasuk para menteri yang dinilai menyembunyikan fakta bahwa dirinya sebenarnya positif Covid-19. Seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebelum ditangkap KPK, dan Menteri Koordinator Ekonomi dan Industri Airlangga Hartarto yang diberitakan juga terpapar Covid-19, dan tidak mengumumkannya ke publik, tapi tidak dikenai delik hukum apa pun,” ungkapnya. Jadi, kata HNW -sapaan akrab Anggota Komisi VIII DPR RI itu, jangan salahkan apabila rakyat menilai telah terjadi diskriminasi hukum yang tidak menghadirkan keadilan hukum, di mana perbuatan yang sama dilakukan oleh orang lain, tapi tidak dijerat pidana. “Sedangkan Rizieq Shihab yang bukan pejabat negara, dituntut dengan ancaman hukuman yang sangat tinggi, yakni 6 tahun penjara,” ujarnya lagi. Menurut HNW, ada beberapa menteri di Kabinet Presiden Jokowi dan pejabat negara yang sejak awal menciptakan keonaran serta membuat berita yang tidak benar terkait Covid-19, seperti pada awal penyebaran Covid-19 ada pejabat negara yang meremehkan bahaya Covid-19 dan menafikan kemungkinan masuknya Covid-19 ke Indonesia. “Malah ada menteri yang nyatakan agar tidak perlu mengenakan masker, atau mempromosikan kalung yang bisa menangkal Covid-19. Ada banyak yang sebarkan info bohong dan membuat gaduh soal Covid-19 dan penanganannya, termasuk oleh beberapa menteri, tetapi mereka tidak dikenai sanksi hukum apapun,” cetusnya.  Padahal, kata HNW, ujaran seorang menteri selaku pemegang kebijakan sangat signifikan pengaruhnya kepada masyarakat. Dan pandangan tersebut tentu berpengaruh kepada kebijakan pemerintah sehingga tidak siap sejak awal, yang merugikan banyak pihak, dengan menyebarnya Covid-19 hingga disebut sebagai Bencana Nasional non alam, dengan kerugian yang sangat besar untuk Negara dan bangsa para korban Covid-19. Sedangkan apa yang dilakukan oleh Rizieq Shihab terkait kasus di RS Ummi, menurut HNW, sama sekali tidak menimbulkan keonaran apapun, dan tidak merugikan siapapun, juga tidak menciptakan klaster Covid-19 yang baru. Belum lagi ada disebut dalam persidangan bahwa keterlambatan info hasil swab tersebut bukan kebohongan atau kesalahan Rizieq Shihab, tetapi terlambat karena hasilnya dibawa oleh polisi.  Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga membandingkan tuntutan terhadap Habib Rizieq itu dengan kasus suap yang dilakukan Djoko Chandra, yang menimbulkan keonaran, tetapi jaksa malah hanya menuntut 4 tahun penjara. “Itu jauh lebih ringan dari tuntutan terhadap Rizieq Shihab yang tidak pernah menyuap, korupsi maupun kejahatan lain yang merugikan negara,” tambahnya.  HNW menyayangkan sikap jaksa penuntut umum dalam kasus swab RS Ummi yang tidak merujuk pada kasus sebelumnya, yakni dalam kasus kerumunan di Megamendung, dimana majelis hakim menyebut ada diskriminasi hukum terhadap Rizieq Shihab. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, saat itu menuturkan bahwa ada banyak kasus kerumunan pelanggaran protokol kesehatan yang sama sekali tidak dijerat hukum, sedangkan terhadap Rizieq Shihab diperlakukan berbeda.  “Dalam memberikan tuntutan, seharusnya jaksa penuntut umum betul-betul adil dan profesional. Memastikan bahwa tuntutannya sejalan dengan prinsip negara hukum sebagaimana disebut Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 dan asas equality before the law di Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945,” tambahnya.  Oleh karena, itu HNW berharap kepada para Hakim nantinya untuk betul-betul menegakkan keadilan hukum. Karena kasus yang menjadi perhatian publik, ini sudah terbukti banyak masalah, dan melalui amar putusan hakim sebelumnya telah membuktikan adanya masalah diskriminasi hukum.  Sedangkan terkait kasus Ustadz Adi Hidayat, HNW berharap, tokoh yang kerap menjadi rujukan umat tersebut dapat memperoleh keadilan dari aparat penegak hukum atas fitnah yang ditujukan kepadanya. Fitnah yang disampaikan secara keji tersebut berkaitan dengan pengumpulan dana bantuan kemanusiaan untuk Palestina.  ”Saya dukung langkah hukum yang beliau lakukan. Tetapi demi tegaknya hukum yang berkeadilan, saya berharap Bareskrim dan aparat penegak hukum lainnya, agar menindaklanjuti aduan pencemaran nama baik dan fitnah itu dengan sebenarnya, dan juga segera, sebagaimana aparat hukum sigap mentindaklanjuti aduan terkait Habib Rizieq atau tokoh lain yang dinilai mengkritik pemerintah. Dalam semangat Pancasila dan Negara Hukum, mestinya yang ada adalah keadilan hukum,  bukan diskriminasi hukum,” pungkas Hidayat Nur Wahid. (Ery)

Topik:

Penegakan Hukum kasus hrs