Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Ponpes Kab. Musi Rawas, Kemen PPPA Kawal Proses Hukum

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 15 Desember 2021 16:55 WIB
Monitorindonesia.com - Kasus kekerasan seksual pada anak di lingkungan pendidikan berasrama di Pondok Pesantren (Ponpes), Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan (Sumsel), menjadi sorotan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Karena itu, Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengawal proses hukum yang seadil-adilnya terhadap pelaku dan memastikan para korban mendapatkan pendampingan dalam pemulihan fisik maupun psikis secara optimal hingga tuntas. Penegasan ini disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kemen PPPA, Nahar melalui keterangan tertulisnya yang diterima monitorindonesia.com, Rabu (15/12/2021), menyikapi kasus kekerasan seksual yang terjadi di Ponpes di Kabupaten Musi Rawas tersebut. Kemen PPPA, lanjut Naharm, mengecam keras terjadinya kembali kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan pengurus sekaligus pendidik salah satu Ponpes di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, IM kepada 5 (lima) anak perempuan yang merupakan santrinya. "Kasus kekerasan seksual ini seharusnya tidak terjadi, terlebih lagi dilakukan di lingkungan yang semestinya menghadirkan rasa aman dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan," ujarnya seraya menegaskan, Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengawal proses hukumnya. Koordinasi yang dilakukan Kemen PPPA antara lain dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Provinsi Sumsel, Dinas PPPA Kabupaten Musi Rawas, dan tim Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Musi Rawas untuk mengawal kasus ini, sehingga korban mendapatkan hak-haknya dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Sumatera Selatan, diketahui bahwa UPT PPA Kabupaten Musi Rawas telah melakukan pendampingan dan assesmen kepada korban. Bahkan hasil assesmen menunjukan, kondisi psikologis korban terlihat baik, namun ada sedikit rasa kecewa terhadap dirinya sendiri. "Tetapi dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman yang juga menjadi korban, perasaan kecewa tersebut berhasil mereka kubur dengan menguatkan dirinya kembali," sebut Anhar. Kemen PPPA melalui Dinas PPPA dan UPT PPA Kabupaten Musi Rawas diketahui telah mendampingi para korban dalam proses pelaporan hukum atas kasus yang mereka alami pada 16 dan 17 November 2021, melalui Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polres Kab. Musi Rawas. Setelah itu, mendampingi para korban menjalani proses visum di salah satu Rumah Sakit Daerah. Tim UPT PPA juga melaporkan telah berkoordinasi dengan Camat setempat terkait keberadaan pondok pesantren dan latar belakang para korban yang mengalami tindakan kekerasan seksual tersebut,” terang Nahar. Sementara itu, hasil koordinasi Kemen PPPA dengan Polres Kabupaten Musi Rawas menunjukkan bahwa saat ini pelaku IM telah diamankan pihaknya, namun masih belum mengakui perbuatannya dan tidak membenarkan laporan para korban. Selanjutnya, pihak Polres akan melakukan pemeriksaan psikologis kepada pelaku. "Jika terbukti bersalah, pelaku akan dikenakan Pasal 76 D Jo 81 ayat (1), Pasal 76 E Jo 82 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan pemberian hukuman kebiri kimia serta pemasangan alat pendeteksi elektronik," tegas Nahar. Nahar menekankan, mengingat pelaku adalah pendidik yang seharusnya melindungi korban, maka pidana hukuman akan ditambah 1/3 dari ancaman pidana yang diberikan. Selain itu, pelaku juga telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Lebih lanjut, Nahar menambahkan Kemen PPPA juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama terkait tindakan yang akan dilakukan terhadap pondok pesantren tempat terjadinya kasus kekerasan seksual, serta merekomendasikan pada pihak Ponpes untuk memperbaiki sistem pendidikannya agar kasus kekerasan apapun bentuknya tidak terulang kembali. "Selain itu, kami telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan/atau Korban (LPSK) terkait upaya perlindungan terhadap korban, di antaranya dengan menerima permohonan dan memberikan perlindungan kepada seluruh korban juga para saksi, serta membantu korban mendapatkan hak atas restitusinya," pungkasnya. (Ery)