Kompolnas Minta Polri Tahan Tersangka Pemerkosa Santriwati di Jombang

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 25 Desember 2021 18:40 WIB
Monitorindonesia.com- Pelaku pemerkosaan dan pencabulan terhadap santriwati di Jombang hingga saat ini belum memenuhi panggilan penyidik kepolisian. Pelaku berinisial MSA anak kyai salah satu pondok pesantren di Jombang diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka. Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, jika tersangka pemerkosa tetap mangkir dan tidak kooperatif, maka penyidik kepolisian perlu mempertimbangkan untuk menahan MSA. “Kami mendapat informasi jika tersangka belum datang memenuhi panggilan penyidik. Jika tersangka tetap mangkir, maka penyidik perlu mempertimbangkan untuk menahan jika tersangka pemerkosa tidak kooperatif,” kata Poengky kepada wartawan, Sabtu (25/12/2021). Poengky menyampaikan, bahwa penahanan tersangka adalah kewenangan penyidik. Berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan akan dilakukan penyidik jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. “Hal ini disebut syarat subyektif penahanan,” katanya. Ada syarat obyektif penahanan berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP. Dalam syarat obyektif ini, kata Poengky, penahanan akan dilakukan pada tersangka atau terdakwa yang diancam dengan tindak pidana penjara 5 tahun atau lebih, atau tersangka/terdakwa tindak pidana pasal-pasal tertentu di KUHP, Ordonansi Bea Cukai, UU Darurat 8/1955 dan UU Narkotika. “Jika kita melihat berdasarkan aturan KUHAP tersebut, memang penyidik tidak wajib menahan tersangka atau terdakwa. Namun, penahanan akan dilakukan penyidik jika syarat obyektif dan subyektif terpenuhi,” paparnya. Ketika ditanya apakah MSA bisa langsung ditahan setelah praperadilan yang ditempuhnya di Pengadilan Negeri Surabaya ditolak hakim beberapa waktu lalu? Poengky kembali mengatakan, bahwa penahanan merupakan kewenangan penyidik. Tetapi yang pasti, perkara tersangka tetap harus dilanjutkan. “Setelah pra peradilan tersangka dinyatakan tidak dapat diterima, maka perkara tetap dilanjutkan pemeriksaannya oleh penyidik,” katanya. Poengky menyatakan, bahwa Kompolnas menganggap kasus MSA ini sebagai kasus yang menonjol. “Kami sudah pernah melakukan klarifikasi dan gelar perkara dengan penyidik, dan melihat kesungguhan penyidik agar kasus dapat segera P-21 atau berkas perkara dianggap lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan segera dilimpahkan ke Pengadilan. Tetapi sudah tujuh kali ini berkas dikembalikan lagi oleh JPU. Padahal jika merujuk Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-004/A/JA/02/2009 tanggal 26 Februari 2009 tentang meminimalisir bolak-baliknya perkara antara penyidik dan penuntut umum, maka terhadap perkara tersebut bisa segera dilakukan penuntutan,” tegasnya. Seperti diketahui, upaya hukum praperadilan yang diajukan oleh MSA atas kasus pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap santriwati telah ditolak oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis 16 Desember 2021. Namun sampai hari ini anak kyai salah satu pondok pesantren di Jombang yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 itu belum ditahan. Berkas perkaranya juga tak kunjung ada kejelasan kapan akan dilimpahkan ke kejaksaan. Sebagai informasi, MSA merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak dari kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut. Oktober 2019 lalu, MSAT dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pemerkosaan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP:  LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSA di pesantren. Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019. Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim. Namun polisi ternyata belum bisa mengamankan MSA. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jemaah pesantren setempat. MSA, lalu menggugat Kapolda Jawa Timur (Jatim). Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah. Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.   (Wawan)