AKBP Arif Ngaku Beli Peti Jenazah Yosua Seharga Rp 10 Juta

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 22 Desember 2022 17:18 WIB
Jakarta, MI - AKBP Arif Rachman Arifin mengaku membeli peti jenazah untuk Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat seharga Rp 10 juta. Hal itu disampaikan Arif saat menjadi saksi, dalam sidang obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua, dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di PN Jaksel, Kamis (22/12). Diketahui, dalam perkara ini, Arif juga merupakan salah satu terdakwa. Awalnya, Arif menceritakan pada 8 Juli 2022 sekitar pukul 22.30 WIB, ia dihubungi Agus, yang kala itu menjabat sebagai Kaden A Biro Paminal Polri. Arif mengaku diperintahkan Agus untuk mengamankan autopsi di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Namun, saat itu ia belum mendapatkan informasi mengenai identitas jenazah yang diautopsi. Di RS Polri, Arif menjumpai Kombes Susanto, para anggota Provos, serta penyidik dari Polres Jakarta Selatan. Ketika di ruang otopsi, sudah ada juga sejumlah dokter dari RS Polri. "Terhadap siapa autopsi itu?," tanya jaksa. "Waktu itu hanya dikasih tahu anggota Polri Brimob," jawab Arif. Arif mengaku saat itu ia melihat ada empat luka tembak di jenazah. Kemudian saat autopsi hendak dimulai, Arif dan anggota kepolisian lainnya diminta untuk keluar. Autopsi pun selesai sekitar pukul 02.00 WIB. Setelah autopsi, disampaikan bahwa masih ada satu peluru yang bersarang di tubuh Brigadir Yosua. Dokter yang melakukan autopsi lalu menyusun laporan sementara. "Setelah dilakukan autopsi saksi dikasih hasilnya gimana?" tanya jaksa. "Disampaikan 'Kita sudah autopsi ini ditemukan ada satu anak peluru di dalam tubuh'. Terus dokter buat laporan sementara hasil autopsi," jawab Arif. Setelah itu, Arif mengatakan adik Yosua datang ke RS Polri. Arif pun mengaku tahu bahwa yang tewas adalah Brigadir Yosua setelah Kombes Susanto hendak mengambil baju dinas Yosua di Duren Tiga. Usai diautopsi, Arif lalu melapor ke Agus pada 9 Juli 2022 sekitar pukul 02.00 WIB. Agus lalu menanyakan soal kesediaan peti jenazah. "Saya lapor mohon 'Izin Bang untuk autopsi sudah selesai sekarang proses merapikan kembali organ tubuh almarhum'," ucap Arif. "Apa jawaban terdakwa Agus?" tanya jaksa. "(Agus bertanya) 'Peti sudah ada belum?'. Saya bilang peti belum ada bang. (Dijawab) 'Coba carikan yang tersedia di rumah sakit'. Kebetulan di ruang autopsi kamar jenazah dan saya tanya tersedia peti jenazah," kata Arif. "Saksi beli? Berapa?," tanya jaksa. "Kurang lebih Rp10 jutaan," jawab Arif. Dalam kasus ini, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa telah melakukan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto. “Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN jakarta Selatan, Rabu (19/10). Atas perbuatannya itu, Hendra dan Agus didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Berita Terkait