3 Polisi Didakwa Bersalah Atas Kealpaannya hingga Nyawa Orang Melayang di Tragedi Kanjuruhan 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Januari 2023 18:26 WIB
Jakarta, MI - Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap lima (5) terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan Malang, secara bergantian pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (16/1). Lima (5) terdakwa tragedi Kanjuruhan yang diajukan ke meja hijau masing-masing Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema FC, Suko Sutrisno (petugas keamanan Kanjuruhan), AKP Hasdarmawan (Danki 3 Brimob Polda Jatim nonaktif), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang nonaktif), dan AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang nonaktif). Dakwaan pertama untuk terdakwa AKP Hasdarmawan dibacakan tim JPU gabungan dari Kejaksaan Tinggi Jatim dan Kejaksaan Negeri Kepanjen Malang yang diketuai Hari Basuki. Dalam sidang pembacaan dakwaan ini, majelis hakim meminta adanya kesepakatan agar dakwaan tidak dibacakan seluruhnya, namun poin-poin yang dianggap penting. JPU Hari Basuki menyanggupi permintaan majelis hakim untuk membacakan poin dakwaan, terutama soal keterangan visum yang tidak dibacakan seluruhnya. "Untuk visum akan kami bacakan hasilnya saja yang mulia sebab ada 800 keterangan untuk visum ini," ujarnya. Peran 3 Polisi 3 Polisi mempunyai peran vital atas pecahnya Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang itu. Ketiganya dianggap memicu hingga membiarkan penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya. Secara bergantian Jaksa membacakan dakwaan kepada terdakwa dari kepolisian yakni eks Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, mantan Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu, dan mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Ketiganya didakwa pasal 359 atas perkara Kanjuruhan. JPU menilai, ketiga terdakwa bersalah lantaran kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia. Salah satunya adalah terdakwa AKP Bambang Sidik, mantan Kasat Samapta Polres Malang. Dalam surat dakwaannya, JPU menyebut Bambang memberikan perintah kedua anggotanya, Satrio Aji Lasmono dan Willy Adam Aldy untuk menembakkan gas air mata menggunakan flashball warna hitam type Verney-Carron Saint Etienne ke arah suporter. Akibatnya, suporter berhamburan karena panik, lalu berlarian mencari pintu keluar stadion. Kemudian, terjadilah desak-desakan hingga terinjak-injak. "Perbuatan terdakwa yang memerintahkan saksi Satriyo Aji Lasmono dan saksi Willy Adam Aldy Alno melakukan penembakan gas air mata dalam Stadion Kanjuruhan, sehingga mengakibatkan para suporter panik dan berdesak-desakkan mencari pintu keluar Stadion Kanjuruhan," kata JPU. "Hal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 angka 1 huruf b Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021 yang mengatur bahwa: untuk melindungi para pemain dan official serta menjaga ketertiban umum, diperlukan pengerahan steward dan/atau petugas polisi disekitar perimeter area pertandingan, saat melakukanya, pedoman berikut harus diperhatikan: bahwa senjata api atau senjata pengurai massa tidak boleh dibawa atau digunakan," lanjutnya. Tak hanya itu, Hasdarman diduga telah memerintahkan anggotanya untuk menembakkan gas air mata saat suporter Arema melakukan penyerangan. Dia memerintahkan Bharatu Teguh Febrianto untuk menembakkan gas air mata ke arah depan gawang sisi selatan yang dipenuhi oleh suporter Aremania. Hasdarman juga memerintahkan saksi Bharaka Mochamad Choirul Irham dan Bharatu Sanggar menembak gas air mata ke arah lintasan lari, tepatnya di belakang gawang sisi selatan. "Terdakwa memerintahkan kembali anggotanya untuk menembakkan gas air mata yang ketiga dengan mengatakan 'Penembak selanjutnya persiapan menembak'. Terdakwa mengeluarkan perintah menembak sehingga Saksi Bharatu Cahyo Ari, Bharaka Arif Trino Adi Nugroho, Bharatu Moch Mukhlis, Bharaka Yasfy Fuady, Bharaka Izyudin Wildan, dan Saksi Bharaka Fitra Nukholis melakukan penembakan gas air mata ke arah suporter," imbuhnya. Sontak, penembakan gas air mata ini membuat suporter panik. Oleh karena itu, Hasdarman dinilai tidak memperhatikan ketentuan sesuai Pasal 19 angka 1 huruf b tentang Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI tahun 2021 yang mengatur untuk melindungi para pemain dan official serta menjaga ketertiban umum, diperlukan pengerahan steward dan atau petugas polisi disekitar perimeter area pertandingan, saat melakukanya, pedoman berikut harus diperhatikan. Bahwa senjata api atau senjata pengurai massa, tidak boleh dibawa atau digunakan. "Pada saat terdakwa memerintahkan kepada para anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata, merupakan kecerobohan dan bentuk ketidak hati-hatian, menimbulkan atau memperbesar timbulnya risiko, yaitu penonton menjadi panik dan berdesak-desakkan untuk keluar dari stadion, sehingga terjadi penumpukan suporter di pintu-pintu stadion terutama di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 yang menyebabkan para suporter terhimpit dan terinjak-injak sehingga menimbulkan kematian sebanyak 135 orang," paparnya. Lalu, mantan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto dinilai terbukti membiarkan adanya penembakan gas air mata dan tak mencegah terjadinya tembakan gas air mata. Alhasil, gas air mata itu membuat kepanikan dan menyebabkan suporter meninggal dunia. "Terdakwa selaku Kepala Perencanaan dan Pengendalian Operasi (Karendalops) seharusnya bertugas mengendalikan langsung seluruh personel pengamanan dan pelaksanaan pertandingan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 19 angka 1 huruf b Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021," ujar JPU. Diketahui, dalam sidang perdana kasus tragedi Kanjuruhan ini, ratusan personel kepolisian disiagakan untuk melakukan pengamanan di lingkungan Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam kasus ini, sebanyak 400 personel diturunkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama berlangsungnya sidang, terutama terkait rencana kedatangan suporter Arema FC. "Selain itu, juga disiagakan 400 personel yang berjaga di titik-titik penyekatan pintu masuk Kota Surabaya, seperti di Bundaran Waru," kata Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Akhmad Yusep Gunawan. Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022, usai pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dengan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang. Dalam peristiwa itu, sebanyak 135 orang (termasuk dua aparat kepolisian) meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Berita Terkait