Kasus Dugaan Korupsi PT Multi Sarana Agro Mandiri Tak Kunjung Ditindaklanjuti, Denny Indrayana: KPK Tak Bertaring Lagi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Februari 2023 14:21 WIB
Jakarta, MI - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah tak punya taring lagi seperti dulu dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi. Kata Denny, KPK sekarang sudah gampang di politisasi oleh oknum-oknum tertentu. Hal itu ia ungkapkan merespons kasus dugaan tindak pidana korupsi pada PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) milik Syamsuddin Andi Arsad atau sering disapa Haji Isam yang sampai saat ini belum juga ditindak lanjuti lembaga antirasuah itu. "Itulah KPK lemah yang sekarang dengan UU yang sudah ada, saya melihat KPK sekarang sudah dirasuki oleh politisi banyak dugaan menerima titipan perkara, dan itu bisa dibantah," kata Denny kepada wartawan, di Jakarta Pusat, Kamis (2/2). "KPK sudah tidak lagi kuat, tidak sebertaring seperti dulu, sekarang mudah dilumpuhkan," sambungnya. Soal laporan dugaan korupsi pada PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM), lanjut Denny, sebelumnya telah memberikan bukti-bukti yang sangat jelas ke KPK. Namun dia sangat menyayangkan kasus ini seolah-olah tak dihiraukan lagi. "Nanti sudah satu tahun, laporan kami terkait satu perkara lahan di Kalimantan ribuan hektar lebih, sangat jelas bukti bukti nya lengkap, Sudah setahun tidak ada proses apa-apa," ungkapnya. Lambannya kasus ini ditangani, Denny bahkan menduga ada sosok figur atau backing yang sangat kuat dalam kasus ini. "Karena ini menyangkut figur yang sangat kuat di Kalimantan sekarang juga jejaring nya ke penegak hukum tidak terkecuali KPK itu sendiri," pungkasnya. Sebelumnya, Perkumpulan Sawit Watch melaporkan PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa (18/1). PT MSAM merupakan milik Syamsudin Andi Arsyad atau H Isam, pengusaha asal Batu Licin, Kalimantan Selatan. Selain PT MSAM, Sawit Watch juga melaporkan PT Inhutani II, Direksi PT Inhutani II serta Bupati Kota Baru, Sayed Jafar. Pelaporan tersebut dilakukan lantaran adanya dugaan praktik korupsi di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Aktivis Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan PT Inhutani II merupakan pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas + 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Beberapa tahun lalu, kata Surambo, tepatnya pada 19 Juni 2017, oknum direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM. Sawit Watch menduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006 sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK). Kerja sama perkebunan sawit ini selain tanpa persetujuan Menteri, disinyalir bermaksud mengalihkan kekayaan negara berupa hutan kepada oknum korporasi secara tidak sah. Perjanjian kerja sama yang menjadi bukti dalam Laporan kami, nyata-nyata bermaksud mengalihkan areal izin pemanfaatan hutan PT Inhutani II menjadi tanah HGU Terlapor sebelum ada perubahan status kawasan,” terang Surambo. Menurut Surambo, puncaknya terjadi pada 4 September 2018, di mana Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. "Pemberian HGU ini berada persis di atas IUPHHK-HA PT Inhutani II sebagaimana niatan dalam Perjanjian Kerja Sama tahun 2017 silam, tanpa sedikit pun mempertimbangkan ada tidaknya persetujuan Menteri LHK terkait perubahan status kawasan,” tambahnya. Sementara itu, Kuasa Hukum Sawit Watch dari Integrity Law Firm, Harimuddin menambahkan bahwa penerbitan HGU kepada PT MSAM menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II. “Secara garis besar, PT Inhutani II kehilangan wilayah kelola di atas hutan yang begitu luas, di saat bersamaan Terlapor memperoleh aset baru berupa titel hak atas tanah,” terang Harimuddin. Untuk diketahui, Sawit Watch merupakan lembaga nirlaba yang berfokus mengadvokasi masyarakat dan korban perkebunan kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia. Direktur Sawit Watch, Andi Inda Fatinawre mengatakan bahwa pelaporan ini tindak lanjut dari berbagai kegiatan advokasi yang dilakukan beberapa tahun terakhir. “Sejak tahun 2018-2021, kami melakukan berbagai advokasi di Kotabaru, nama terlapor sering muncul dalam konflik dan sengketa lahan dengan warga di Kotabaru. Kami selaku pegiat sosial sering menerima laporan dari warga yang mengadukan indikasi perbuatan koruptif di sana. Tidak sedikit pihak yang menjadi korban kriminalisasi, intimidasi, perampasan lahan, dan sebagainya,” terang Inda Fatiawre. Sawit Watch berupaya bersinergi dengan KPK dalam penanganan korupsi di bidang kehutanan, khususnya hutan yang dikelola PT Inhutani II. “Aduan ini sekaligus menjadi ikhtiar bersama warga Kotabaru yang menghendaki adanya penegakan hukum terhadap perbuatan zalim” pungkas Indah. #PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM)