Tipiskan Ancaman Pasca Vonis Ringan, LPSK Buka Opsi Operasi Plastik Richard

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 Februari 2023 16:11 WIB
Jakarta, MI - Usai menerima vonis ringan (1 tahun 6 bulan penjara) atas kasus pembunuhan Brigadir Yosua, keselamatan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E publik dikhawatirkan. Untuk meminimalisir atau menepiskan ancaman ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membuka opsi untuk mengoperasi plastik terhadap mantan anak buah mantan Kadiv Propam Polri yang telah divonis dengan pidana mati. Terlebih Richard Eliezer menyandang status justice collaborator karena berani menguak tabir misteri kematian Brigadir Yosua yang sempat ditutupi Ferdy Sambo. "Iya nanti tergantung keperluannya ya, memang kita ada kewenangan juga untuk melakukan itu (operasi plastik), tetapi itu kan tergantung keperluan dan tentu harus ada persetujuan dari yang bersangkutan sendiri (Richard Eliezer)," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, kepada wartawan, Selasa (21/2). Namun menurut Hasto, upaya operasi plastik mesti ditinjau dari urgensi kebutuhan Richard mendapat perlindungan. Terutama agar lolos dari ancaman sejumlah pihak yang membahayakan Richard. "Nah tingkat keperayaannya ini kan kita belum tahu persis, apakah sampai memerlukan perlindungan atau perubahan wajah dan sebagainya," ungkapnya. Ia menambahkan, selama ini ancaman terhadap Richard Eliezer belum ada. "Mudah-mudahan tidak ada yang serius lah," pungkas Hasto. Dukungan Pakar Hukum Pidana Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Eva Achjani menyarankan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan upaya perubahan identitas Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E secara drastis. Hal ini ia ungkapkan merespons vonis ringan terhadap Richard Eliezer yakni 1 tahun 6 bulan penjara, yang mana vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu 12 tahun penjara. “Bisa dengan mengubah nama yang tercantum di KTP, operasi plastik pada wajah, atau menonaktifkan dari institusi tempat Eliezer bekerja,” kata Eva kepada wartawan, Jum’at (17/2). Vonis ringan ini, disebut-sebut juga sebagai ancaman terhadap Richard Eliezer yang mana ia sebagai justice collaborator, tentu sangat dibenci Ferdy Sambo yang divonis hukuman mati. Eva menegaskan, perlindungan terhadap Richard Eliezer ini merupakan kewajiban dari negara sebagaimana telah diatur dalam UU LPSK, bahwa pasca proses peradilan,  keamanan dan keselamatan harus tetap dijaga. “Ini menjadi kewajiban negara bila kita konsisten memenuhi apa yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban,” ucapnya. “Yang banyak dipertanyakan adalah bagaimana pemenuhannya dan apakah negara mampu, terutama dalam kaitannya dengan anggaran,” imbuhnya. Richard Divonis 1,5 Tahun Penjara Sebagai informasi, majelis hakim menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang atau Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. "Memvonis terdakwa dengan hukuman 1 tahun dengan 6 bulan penjara," ujar Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2) lalu. Richard Eliezer dinyatakan bersalah dengan melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir Joshua. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya 12 tahun penjara. Hakim menyatakan Eliezer mendapat keringanan hukum karena telah membantu proses peradilan hukum dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigarir Joshua dengan menjadi justice collaborator (JC). Richard Eliezer sebelumnya telah ditahan sejak di 15 Agustus 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua, hakim telah memutuskan vonis kepada beberapa terdakwa lainya diantaranya Ferdy Sambo dihukum mati dan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara, Senin (13/2). Sementara terdakwa lainnya yakni Kuat Maruf dihukum 15 tahun penjara dan Ricky Rizal divonis hukum 13 tahun penjara pada sidang putusan, Selasa (14/2). #LPSK Buka Opsi Operasi Plastik Richrad