Lukas Enembe Minta Jadi Tahanan Kota, Ini Alasannya

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 19 Juni 2023 19:33 WIB
Jakarta, MI - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengajukan eksepsi atau nota keberatan usai didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp46,8 miliar. Kuasa hukum Lukas, OC Kaligis meminta agar kliennya dijadikan tahanan kota karena sakit. "Kami penasihat hukum memohon agar penahanan Lukas Enembe karena sakit dialihkan ke penahanan kota," kata OC Kaligis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/6). OC Kaligis mengatakan permohonan tersebut sudah diajukan sejak Jumat (9/6) lalu. Ia menuturkan pengobatan Lukas akan semakin mudah jika dijadikan sebagai tahanan kota. "Sehingga mudah melakukan pengobatan sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 9 Juni 2023 melalui Kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucapnya. Tak hanya itu, ia juga meminta pemeriksaan Lukas dilakukan secara offline atau luring dan didampingi dokter. "Selanjutnya kami juga mohon agar pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan secara offline dan pemeriksaan Terdakwa Lukas Enembe didampingi dokter sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 8 Juni 2023 melalui Kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK mendakwa Lukas Enembe menerima suap senilai Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar. Jaksa menjelaskan Lukas menerima suap sebesar Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur. Kemudian, sebesar Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu. Sementara gratifikasi senilai Rp1 miliar diterima Lukas dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Atas perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).