Soal Pemeriksaan Budi Karya, Ini Respons Kemenhub 

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 14 Juli 2023 15:13 WIB
Jakarta , MI - Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi berhalangan hadir dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terkait dengan kasus dugaan suap pembangunan jalur kereta api. Alasan Budi Karya berhalangan hadir di lembaga antirasuah itu, karena dia sedang meninjau proyek transportasi di luar kota sehingga batal diperiksa KPK pada Jumat (14/7). “Saat ini Menhub tengah mendapat tugas untuk meninjau proyek transportasi di luar kota sehingga permintaan keterangan kami mohonkan untuk dapat dijadwalkan kembali,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, Jumat (14/7). Adita pun mengaku pihaknya telah mendapat informasi soal pemanggilan terhadap bosnya terkait dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. “Kami sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum termasuk KPK,” pungkasnya. Diketahui, Budi Karya semula dijadwalkan akan diperiksa KPK bersama dengan dua saksi lainnya yaitu Dirjen Perkeretaapian Risal Wasal, dan seorang ASN Kemenhub. Hingga saat ini hanya Risal Wasal yang telah hadir di KPK. Budi Karya nantinya bakal dicecar seputar suap pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa- Sumatera T.A 2018-2022 untuk tersangka Putu Sumarjaya. "Hari ini, pemeriksaan saksi TPK suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan terkait untuk tersangka Putu Sumarjaya (PTU)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (14/7). Ali menambahkan pihaknya telah menangkap beberapa pihak dari operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi di lingkungan Balai Perkeretaapian DJKA Jawa Tengah. Totalnya, KPK mengamankan 25 orang dalam upaya paksa tersebut. "Sejauh ini, tim KPK berhasil mengamankan para pihak terkait kasus ini sekitar 25 orang. Penangkapan di lakukan di Semarang, Jakarta, Jawa Barat dan Surabaya," kata Ali. Para tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (AL)