Bantah Halangi Penyitaan Barang Bukti Kasus Mafia Tanah, Ini Penjelasan PN Surabaya

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 31 Agustus 2023 15:04 WIB
Jakarta, MI - Pihak Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membantah telah mengganjal upaya penyitaan barang bukti dalam kasus mafia tanah di Surabaya. Penyitaan itu telah dimintakan oleh pihak Bareskrim Polri. Sebelumnya PN Surabaya diduga tidak mengizinkan penyitaan barang bukti berupa surat pernyataan penguasaan tanah secara fisik (sporadik) tertanggal 2 Desember 2016. "Pengadilan Negeri Surabaya tidak bermaksud menghalangi itu. Kalau surat itu sudah masuk kami pasti sikapi, jadi pertimbangan karena ada perkara perdatanya ini masih berlangsung dan putusan MA sudah ada Peninjauan Kembali (PK)-nya, pelapor ke Mabes Polri yang ajukan itu PK," ujar Wakil Humas PPN Surabaya, Anak Agung Gede Agung Pranata saat dihubungi Monitorindonesia.com, Kamis (31/8). Anak Agung menyatakan bahwa pihaknya sudah mengecek hal itu pada bagian pidana, bahwasanya memang benar ada permohonan dari pihak kepolisian itu. "Kami sudah cek juga ke bagian pidana, kami konfirmasi juga ke pak wakil tadi. Memang itu benar ada permohonan penyitaan lahan itu oleh Mabes Polri. Namun objek yang dimintakan izin tersebut juga menjadi bukti surat dalam perkara perdata. Jadi perkara perdatanya dari tahun 2021 sehingga turun kasasi," bebernya. Sekarang pelapor dalam perkara pidananya, kata dia, mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. "Suratnya itu pada tanggal 22 Agustus 2023. "Kemudian surat permohonan izin yang dimaksud terakhir tadi, itu tanggal 23 Agustus terhitung sehari setelah pengajuan PK. Jadi kami pengadilan masih menunggu putusan PK tersebut terkait dengan perkara perdata," jelasnya. Bareskrim Polri, tutur dia, memang sudah pernah mengirimkan surat ke PN Surabaya terkait dengan permohonan izin penyitaan barang bukti. Namun belum bisa karena ada perkara perdata yang masih berlangsung saat ini. "Makanya kami itu tahu bahwa karena memang ada surat permohonan izin dari Mabes Polri cuman belum bisa dikabulkan karena ada perkara perdata itu dan menunggu juga terkait dengan PK-nya dari MA dulu," tutup Anak Agung. Duduk Perkara Singkat Kasus ini berlangsung sejak tahun 2016 yang melibatkan pengacara, pemodal, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, oknum Kantor Pertanahan, hakim dan panitera. Ulah sindikat itu mengakibatkan sejumlah warga di Jalan Puncak Permai Surabaya kehilangan tanahnya yang sudah bersertifikat dan mengalami kerugian tidak kecil. Sejak akhir Maret 2022, pihak Bareskrim Polri melakukan penyelidikan mengenai kegiatan sindikat mafia tanah di Surabaya. Di antaranya, kasus-kasus pemalsuan keterangan dan pemalsuan surat maupun penggunaan dokumen yang dipalsukan oleh komplotan mafia tanah. “Salah satu anggota sindikat mafia tanah ini tampil seolah-olah sebagai rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Padahal dia sering terlibat dalam perkara pertanahan di Jawa Timur. Kalau dibongkar tuntas, pasti kelihatan siapa saja pemodal, praktisi hukum dan aparat yang terlibat," kata Dr Albert Kuhon kepada wartawan, Rabu (30/8). Albert mengelak merinci lebih jauh siapa saja yang terlibat dalam sindikat itu. “Biar pihak Bareskrim yang membongkarnya,” tambahnya. Kasus tersebut diduga melibatkan beberapa bidang tanah yang dijual oleh PT Darmo Permai (developer perumahan pertama di Indonesia) kepada konsumennya. Sekitar awal Agustus 1981 pengembang itu membebaskan 90,3 hektar lahan di Surabaya Barat dan mengurus sertifikatnya atas nama PT Darmo Permai dengan objek berupa lahan seluas 903.640 meter persegi. Hamparan lahan yang dibebaskan PT Darmo Permai tersebut, berada di beberapa kelurahan (sebagian termasuk di Kelurahan Lontar dan Kelurahan Pradahkalikendal), disatukan dalam sertfikat induk yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT Darmo Permai. Seluruhnya dituangkan dalam sertifikat induk Sertifikat Hak Guna Bangunan no.79/Pradahkalikendal. Ada pembeli beritikad baik yang mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan  (HGB) yang merupakan pecahan dari sertifikat induk SHGB No.79/Pradahkalikendal yang semula atas nama PT Darmo Permai. Kebetulan letak atau lokasinya di Kelurahan Lontar. Pecahan SHGB tersebut diperpanjang pada tahun 2002 dan berganti buku menjadi SHGB yang berlaku sampai tahun 2022, namun tetap menyebutkan seolah-olah lokasinya di ‘Pradahkalikendal’ sebagaimana yang disebutkan pada induk sertifikat. Pada perpanjangan kedua di awal tahun 2022, nama ‘Pradahkalikendal’ pada pecahan SHGB itu diubah oleh pihak BPN Surbaya I menjadi ‘Lontar’ (kata Pradahkalikendal dicoret dan diganti dengan Lontar). Akibat dugaan tidak diizinkannya penyitaan barang bukti tersebut oleh pihak pengadilan, sejak gelar perkara akhir September tahun 2022, Bareskrim Polri belum bisa menghasilkan kemajuan yang signifikan dalam penanganan kasus sindikat mafia tanah Surabaya tersebut. Penanganan kasus itu berkali-kali tersendat. Diduga ada campur tangan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam kegiatan mafia tanah itu. Sejatinya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut sindikat mafia tanah di Surabaya sejak akhir Maret 2022. Dalam gelar perkara akhir September 2022 yang dipimpin Brigjen (Pol) Yoyon Tony Surya Putra, ditemukan adanya indikasi tindak pidana pembuatan dan penggunaan dokumen yang diduga palsu. “Ditemukan adanya peristiwa dugaan tindak pidana,” demikian isi pemberitahuan pihak Bareskrim Polri kepada Wahyu Widiatmoko yang mengadukan kasus itu, “Sehinggga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.” Diketahui, kasus mafia tanah itu diadukan melalui LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Terlapor Mulya Hadi dkk, diduga sejak tahun 2016 menggunakan keterangan dan dokumen palsu guna mengakali jalannya sejumlah persidangan gugatan tanah. (Wan)

Topik:

bareskrim polri Mafia Tanah Pengadilan Negeri Surabaya