Jika Tersangka Pemerasan SYL, Ketua KPK Firli Bahuri Harus Diberhentikan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Oktober 2023 03:30 WIB
Polda Metro Jaya menggeledah rumah Ketua KPK Firli Bahuri di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/10) (Foto: MI/Aswan)
Polda Metro Jaya menggeledah rumah Ketua KPK Firli Bahuri di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/10) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya telah menggeledah dua rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Perumahan Gardenia Villa Galaxy A2 No 60, Jaka Setia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat dan di Jalan Kertanegara 46 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/10) kemarin.

Penggeledahan ini terkait kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kasus dugaan pemerasan ini telah masuk ke dalam tahap penyidikan berdasarkan gelar perkara pada Jumat 6 Oktober. Dalam kasus ini, penyidik menggunakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 65 KUHP.

Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, penggeledahan ini merupakan bukti bahwa proses hukum terus berjalan lurus dan harus diapresiasi.

"Ini menunjukkan keseriusan Polda Metro Jaya mengungkap seluas-luasnya atas laporan dugaan pemerasan yang dilakukan ketua KPK dan penggeledahan ini berdampak kemerosotan bagi lembaga antirasuah itu," kata Azmi begitu disapa Monitorindonesia.com, Jum'at (27/10).

Dalam praktiknya, ungkap Azmi, penggeledahan merupakan tindakan pemeriksaan, penyitaan dan ini semua nantinya mengerucut demi penyidikan agar terkumpulnya fakta dan bukti menyangkut suatu dugaan tindak pidana yang dituduhkan, untuk mendapatkan orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. 

"Bisa jadi penggeledahan rumah mantan jenderal polisi ini sifatnya kasuistik yang dilakukan dalam keadaan yang mendesak. Dimana penyidik menduga ada barang atau alat bukti disimpan pelaku, yang dikhawatirkan akan dihilangkan, dimusnahkan atau dipindahkan si pelaku," beber Azmi.

Azmi yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) menjelaskan bahwa, banyaknya kasus pembuktian perkara pemerasan tindak pidana korupsi memang akan ada hambatan. Namun, ujar Azmi, bisa jadi perkara ini telah menemukan titik terang fakta yang diperoleh.

Termasuk adanya harapan yang tidak sama dengan kenyataan antara si pemberi dan si penerima. Bisa jadi juga berkaitan pembagian antara orang -orang yang terlibat atau ikut menerima uang tersebut. 

"Pembagiannya antar personil dianggap tidak seimbang atau wajar. Biasanya ada orang yang dominan dalam jabatan dikelompok inilah yang jadi pemicu. Sehingga terbukanya informasi atas masalah perbuatan korupsi pejabat tersebut yang dilakukannya pada waktu menjalankan tugas," kata Azmi melanjutkan.

Dengan demikian, tegas Azmi, penyidik harus segera membuat berita acara penggeledahan dan menyampaikan hasil penggeledahan secara terbuka dan objektif.

"Hasil yang ditemukan diharapkan tidak ditutup-tutupi, sebab dengan adanya penggeledahan ini menjadi sinyal indikasi yang berakibat dan memudahkan penyidik untuk ditingkatkan status hukum atas diri pelaku".

"Dan menurut UU KPK, jika nanti penyidik menaikkan statusnya menjadi tersangka, maka Firli Bahuri harus diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua KPK," demikian Azmi Syahputra. (An)