Kejagung Tak Perlu Ragu Tetapkan Oknum BPK Tersangka Korupsi BTS Kominfo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2023 12:16 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menegaskan bahwa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu memeriksa oknum anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disebut terseret kasus dugaan korupsi BTS 4G BTS Bakti Kominfo.

Apalagi yang menyebut sudah dinyatakan terdakwa.  Jika merujuk persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin 23 Oktober lalu, oknum BPK yang terlibat berinisial AQ.

Kurnia begitu disapa, menyatakan hal ini diperlukan untuk memastikan kasus BTS menjadi lebih terang benderang dan siapa saja sebenarnya orang-orang yang terlibat dalam kasus BTS yang merugikan negara sekitar Rp 8,032 triliun itu.

"Jika ditemukan dua alat bukti yang cukup, maka Kejagung juga tidak perlu ragu menetapkan pihak BPK yang terlibat kasus BTS, apabila mendapatkan alat bukti yang cukup sesuai prosedur berlaku. Bisa saja Kejagung menaikkan statusnya menjadi tersangka," ujar Kurnia, Sabtu (28/10).

Menurut Kurnia, hal ini juga bukan perkara sulit. Pasalnya Sadikin Rusli, yang disebut-sebut sebagai perantara BPK sudah ditetapkan tersangka dan ditahan. "Perlu kehatian-hatian juga, tetapi saya yakin Kejagung bisa menyeret siapa-siapa saja yang terlibat. Buktinya bisa menetapkan dan menahan Sadikin Rusli yang sebelumnya disebut sebagai perwakilan dari BPK, namun kemudian Kejagung menyatakan bahwa dia pekerja swasta dari Surabaya, Jawa Timur," ungkap Kurnia.

Kurnia menambahkan, bahwa BPK sebagai amanah konstitusi suatu lembaga auditor negara yang dilakukan oknum BPK menutupi bukti permulaan adanya kerugian negara dan dugaan penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang.

"BPK adalah bagian aparat penegak hukum di bagian anggaran keuangan negara. Periksa pimpinan BPK cukup pemberitahuan kepada Presiden saja, tidak perlu izin  sebaiknya," tutup Kurnia Zakaria.

Seperti diwartakan, bahwa JPU mendalami aliran dana dalam dugaan korupsi BTS 4G pada Bakti Kominfo ke BPK. Informasi itu diulik dengan memeriksa terdakwa Irwan Hermawan. 

Jaksa meminta Irwan menjelaskan bukti percakapan dalam group WhatsApp. Dalam ruang bicara itu, mantan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif membahas keinginan bertemu salah satu oknum BPK, Achsanul Qosasi  (AQ).

"Pada saat di grup itu saudara Anang mengatakan 'Sepertinya perlu ngadep AQ sama saya'," kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/10) lalu.

Jaksa tidak memerinci identitas pasti AQ. Anang disebut ingin bertemu dengannya karena adanya ancaman dari BPK karena adanya data terkait pembangunan BTS 4G pada Bakti Kominfo yang tidak diberikan. 

Namun, Irwan mengaku tidak pernah membahas AQ dalam group tersebut. "Saya tidak pernah bicara AQ. Itu mungkin dari Pak Anang ya. Bukan saya," ucap Irwan.

Jaksa pun meyakini sosok AQ ini berkaitan dengan penyerahan uang Rp40 miliar ke BPK melalui perantara bernama Sadikin. Windi Purnama menjadi pihak yang menyerahkan dana panas tersebut. "Pak Anang menyuruh ke Pak Windi," ujar Irwan.

Sementara itu, Kejagung memastikan bakal AQ itu. Namun, untuk waktunya masih menunggu izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Izin Presiden dibutuhkan untuk memeriksa pejabat negara, termasuk anggota BPK. Hal ini tertuang dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

"Kita masih menunggu proses perijinannya dari Presiden," ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Jum'at (27/10) kemarin.

Bila nantinya waktu pemeriksaan sudah ditentukan, Achsanul akan dipanggil untuk dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai saksi. Sebab, namanya sempat disebut dalam persidangan oleh terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak pada 23 Oktober. "Akan kita jadwalkan, untuk mendalami peran yang bersangkutan sebagaimana terungkap di persidangan," tukas Ketut. (An)