Soal Penguduran Diri Wamenkumham, Yasonna Laoly: Terserah Presiden Saja!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 November 2023 15:44 WIB
Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Dok Kemenkumham)
Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Dok Kemenkumham)
Jakarta, MI - Soal pengunduran diri Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dari jabatan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) sepenuhnya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Menkumham Yasonna Laoly. Eddy merupakan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Itu kan terserah presiden saja," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (29/11).

Sementara untuk penegakkan hukumnya, Yasonna menyerahkan kepada KPK dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. "Ya kan kita kan secara penegakan hukum itu kan terserah, jalan sesuai dengan ketentuan hukum oleh KPK. Tetapi kan saya sampaikan asas praduga. Ini kan prinsip hukum saja," tandasnya.

Terkait hal ini, Presiden Jokowi sebelumnya enggan berkomentar. Bahkan Jokowi meminta agar hal tersebut ditanyakan ke KPK. "Ditanyakan ke KPK, bukan ke saya," kata Jokowi singkat saat ditemui wartawan di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu (25/11).

Sebelumnya, KPK membenarkan telah menetapkan Eddy sebagai tersangka. Dia dijerat dengan pasal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.

“Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantor KPK, Kamis (9/10).

Menurut Alex, terdapat tiga tersangka lain di samping Wamenkumham Eddy Hiairej. Dari empat tersangka, tiga orang diduga menerima suap dan gratifikasi. Adapun satu orang diduga pemberi suap.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan KPK menggunakan pasal suap dan gratifikasi dalam mengusut dugaan korupsi ini.
Penggunaan pasal itu berbeda dengan laporan awal yang diterima KPK. "Dobel, ada pasal suap, ada pasal gratifikasinya," kata Asep di gedung KPK, Senin (6/11).

Asep mengatakan penggunaan pasal suap itu memungkinkan adanya sosok tersangka di kasus Wamenkumham itu bisa lebih dari satu orang. Pasalnya, KPK juga akan menjerat pelaku yang berperan sebagai pemberi dan penerima suap. "Kan gini kalau suap itu nggak mungkin sendiri. Ada pemberi dan penerima, paling tidak dua. Tapi di situ kan ada perantaranya dan lain-lain," katanya.

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023.

Eddy diduga menerima gratifikasi sebesar Rp7 miliar dari pengusaha bernama Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Enam hari berselang setelah IPW mengajukan laporan, Eddy Hiariej menjalani klarifikasi di kantor KPK. Eddy saat itu menilai aduan dari IPW tendensius mengarah ke fitnah.

"Kalau sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tetapi supaya ini tidak gaduh, tidak digoreng sana-sini, saya harus beri klarifikasi," kata Eddy saat itu.