PPATK Ungkap Transaksi Aneh Rp 51 T Caleg 2024, Paling Besar dari Hasil Korupsi!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Januari 2024 02:31 WIB
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono (Foto: MI/Aswan)
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan mencurigakan di dalam orang-orang yang tercantum dalam daftar caleg tetap (DCT) Pemilu 2024. 

Hal itu diketahui berdasarkan database yang dimiliki PPATK.

"DCT itu kita sandingkan dengan database PPATK. Ditemukanlah sejumlah transaksi keuangan mencurigakan sekitar Rp51 triliun," kata Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, Rabu (10/1).

Selanjutnya, PPATK akan menganalisis transaksi keuangan mencurigakan ini. Karena transaksi ini belum tentu berasal dari dana yang ilegal. "Belum tentu, ya. Jadi harus dianalisis dulu apakah sumber-sumbernya legal atau ilegal," ujarnya.

Danang menyebut transaksi keuangan mencurigakan tersebut mencapai sekitar Rp51 triliun. Selain transaksi orang-orang dalam DCT, transaksi itu juga berasal dari perusahaan-perusahaan di mana orang dalam DCT terdapat di dalam kepengurusan tersebut. 

"Karena memang kalau sumbangan dari kampanye itu bisa dari pribadi maupun perusahaan. Jadi itu kita kalkulasi juga," ucapnya.

Danang memastikan penyelidikan mengenai temuan ini akan dilakukan oleh PPATK. Hal ini untuk mengetahui legal atau tidaknya dana dalam DCT tersebut. "Itu tentu saja domainnya PPATK," kata dia.

Ia menuturkan, di antara transaksi keuangan mencurigakan tersebut, ada beberapa yang telah disampaikan ke KPK. Selain itu juga ada yang telah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Polri, dan sebagainya. 

"Ada juga yang sudah kita sampaikan ke Bawaslu apabila terkait dengan dugaan politik uang ataupun pelanggaran di bidang pemilu," ujarnya.

Lebih lanjut, Danang mengatakan bahwa dari transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp51 triliun, yang paling besar didapat dari praktik korupsi. Hal itu setelah PPATK melakukan analisis. 

"Semua yang dicurigai adalah transaksi keuangan dari para caleg dan perusahaannya," ujarnya.

Ia memastikan proses penegakan hukum tidak mengejar karena pelaksanaan Pemilu 2024. Tetapi prosesnya terus berlangsung meskipun pemilu sudah usai. 

"Karena aparat penegak hukum juga memerlukan waktu. Kemungkinan caleg itu sudah terpilih dan dilantik," tutupnya.