Kejagung Masih Bidik Dugaan Keterlibatan Menpora Dito di Kasus Korupsi BTS Rp 8 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Januari 2024 07:00 WIB
Menpora Dito Ariotedjo saat menjadi saksi kasus dugaan korupsi BTS Kominfo (Foto: MI/An)
Menpora Dito Ariotedjo saat menjadi saksi kasus dugaan korupsi BTS Kominfo (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menporo) Dito Ariotedjo turut terseret dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo tahun 2020-2022. Menpora Dito diduga menerima aliran dana Rp27 miliar dari salah satu terdakwa bernama Irwan Hermawan, Komisiaris PT Solitech Media Sinergy.

Terkait hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku masih membidik dugaan aliran dana kasus korupsi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate dan kawan-kawannya itu.

Penelusuran dilakukan tidak hanya kepada Menpora Dito Ariotedjo, namun juga Staf Khusus Anggota DPR RI Nistra Yohan yang keberadaannya masih misteri.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah menyatakan bahwa saat ini pihaknya masih mencari alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan dugaan aliran dana korupsi tersebut. "Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," kata Febrie kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (10/1).

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada beberapa waktu lalu, politikus muda partai Golkar itu sempat disebut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar. Sementara staf khusus anggota DPR Nistra Yohan disebut menjadi perantara penyerahan uang sebesar Rp70 miliar kepada Komisi I DPR.

Febrie melanjutkan, bahwa pihaknya juga masih mencari sosok yang menyerahkan uang senilai Rp27 miliar kepada pengacara Maqdir Ismail. 

Hingga saat ini, Kejagung hanya memegang identitas yang diduga Suryo dari hasil pemeriksaan di persidangan. Menurut Febrie asal-usul uang Rp27 miliar itu masih harus dibuktikan guna memastikan apakah benar ada keterlibatan Menpora Dito atau tidak.

"Contoh kalau Dito, sampai sekarang ini yang menyerahkan Rp27 miliar itu aja ke Maqdir itu belum tahu siapa orangnya. Kita udah ambil CCTV, tapi belum tahu siapa orang itu, belum dapat," bebernya.

Febrie menambahkan, pihkanya juga tinggal membuktikan dugaan rentetan aliran dana yang ditemukan dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Ada rentetan uang yang keluar. Ini harus dibuktikan penyidik, sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti digelar perkara belum bisa dinyatakan tersangka," tandasnya.

Peluang Tersangka

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, Menpora Dito berpeluang menjadi tersangka bilamana telah cukup bukti. 

“Kalau alat bukti kuat, siapa pun, tidak hanya Dito, kami tidak bisa menutup mata,” kata Ketut kepada wartawan, Kamis (5/10).

Saat ini penyidik sedang mencermati fakta hukum untuk bisa menjadi bukti baru dalam kasus ini. Hal itu dilakukan usai ada keterangan saksi mahkota yang menyebutkan Dito menerima aliran dana. 

“Kita lagi mencermati, mempelajari fakta hukum yang terungkap di persidangan, karena kalau fakta hukum nanti bisa menjadi alat bukti baru, juga ketika nanti kita mengembangkan perkara lebih jauh,” ucap Ketut. 

Ihwal bantahan Dito, Ketut mengatakan hal biasa. Menurut Ketut, fakta persidangan tak bisa dibantah dengan apa pun. 

“Kalau orang membantah itu hal biasa, pembelaan diri itu hal biasa, tetapi nanti mudah-mudahan setelah terungkap di persidangan, sedangkan kita memiliki bukti baru,” tutur Ketut.

Bantahan Dito

Saat dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam persidanggan pada Rabu (11/10/2023) lalu, Menpora Dito membantah telah menerima uang Rp 27 miliar sebanyak dua kali dari Irwan Hermawan melalui Resi di rumah Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Sebelumnya uang itu disebut untuk pengamanan kasus dugaan korupsi ini

Namun, Dito membenarkan bahwa Galumbang Menak Simanjuntak bersama Resi pernah bertemu dengannya di rumah di Jalan Denpasar, sebanyak dua kali pada 2022. 

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri tersebut, Dito merupakan saksi tambahan yang dihadirkan karena saksi sebelumnya menyebut adanya aliran uang untuk pengamanan kasus ke beberapa pihak, salah satunya ke Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar.

Namun, nama Dito tidak ada dalam berita acara pemeriksaan terdakwa bekas Menkominfo Johnny G Plate, bekas Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, maupun mantan Tenaga Ahli Hudey Universitas Indonesia Yohan Suryanto yang hadir dalam sidang itu. Nama Dito muncul dalam persidangan terdakwa lain.

Ketika diperiksa sebagai saksi dalam sidang sebelumnya, terdakwa Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, menyampaikan, dia mendapat perintah dari Anang untuk memberikan uang kepada beberapa pihak, salah satunya adalah Dito Ariotedjo.

Kepada Dito, kata Irwan, diberikan uang Rp 27 miliar melalui orang bernama Resi di rumah Dito di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, dalam rangka pengamanan kasus BTS 4G Bakti Kemenkominfo yang saat itu sudah tahap penyelidikan di Kejaksaan Agung. Irwan mengaku pernah bertemu dan bersalaman dengan Dito di rumah tersebut.

Kemudian, saksi Resi ketika diperiksa di persidangan terkait hal itu mengatakan bahwa dia pernah menyambangi rumah Dito di Jalan Denpasar Nomor 34 dua kali. 

Pada kedatangannya yang pertama, Resi membawa sebuah bungkusan kecil, sementara pada kedatangannya yang kedua, dia membawa bungkusan lebih besar. Kedua bungkusan itu diberikan kepada Dito meski Resi mengaku tidak tahu isi bungkusan tersebut.

Di dalam persidangan, Dito mengaku kenal dengan Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Menurut Dito, dia pernah bertemu Galumbang dalam sebuah forum bisnis pada 2021. Namun, Dito membantah mengenal Irwan Hermawan. Dia menyatakan tidak pernah bertemu dengan Irwan.

Menurut Dito, Galumbang pernah datang ke rumah di Jalan Denpasar Nomor 34 pada 2022 sebanyak dua kali dengan ditemani Resi yang dikenalnya sebagai bawahan Galumbang. 

Kedatangan Galumbang sebanyak dua kali tersebut hanya membicarakan bisnis, yakni terkait rencana perusahaan keluarga Dito yang hendak melantai di Bursa Efek Indonesia. Dito menampik pertemuan tersebut juga membicarakan proyek BTS 4G Bakti Kemenkominfo.

Ketika ditanya Ketua Majelis Hakim tentang adanya titipan dari Galumbang dalam pertemuan tersebut, Dito membantahnya. Dito juga membantah pada pertemuan itu dibicarakan tentang upaya untuk menutup penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G tersebut.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan enam belas orang sebagai tersangka. Enam di antaranya telah menerima vonis. Adapun proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek. (wan)