Mengungkap Modus Transaksi Janggal Caleg Rp 51,4 Triliun

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Januari 2024 17:42 WIB
Suasana pemandangan alat peraga Kampanye yang dipasang disepanjang flay over Senen, Jakarta Pusat (Foto: MI/Aswan)
Suasana pemandangan alat peraga Kampanye yang dipasang disepanjang flay over Senen, Jakarta Pusat (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait calon legislatif (caleg) yang masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024. Transaksi janggal ini diambil dari sampel transaksi terbesar yang dilakukan 100 caleg. Total nilai transaksi janggal itu mencapai Rp 51,47 triliun.

"PPATK tidak terkait substansi politiknya tapi bertanggung jawab atas upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal yang terkait dengan kontestasi politik ini," kata Ivan dalam acara Refleksi Kerja PPATK 2023 di kantornya, Jakarta, dikutip Jumat (12/1).

Modusnya adalah penerimaan setoran tunai dalam jumlah signifikan oleh nominee ke rekening calon anggota legislatif terkait. "Nominee itu orang yang bertindak untuk kepentingan beneficernya atau penerima manfaatnya," beber Ivan.

Lalu, menerima sumber dana dari luar negeri ke rekening anggota partai politik dan calon anggota legislatif. Kemudian dengan cara memanfaatkan rekening lain non-rekening khusus dana kampanye (RKDK) untuk kepentingan dana kampanye 2024

Tak hanya itu, modusnya juga berupa penukaran valuta asing ke money changer sebagai sumber pendanaan kampanye 2024, lalu penyaluran hibah yag bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ke rekening unit usaha fiktif yang diduga dikendalikan oleh anggota parpol.

"Ini sudah kita sampaikan juga ke pihak berwenang yang diduga dikendalikan oleh anggota parpol, dan berikutnya penyalahgunaan dana kredit yang mengalir ke anggota simpatisan yang diduga untuk kepentingan parpol tertentu," tegasnya.

Atas temuan-temuan itu pada 2023 itu, Ivan mengaku telah menyampaikan 2 informasi ke KPK karena adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pihak terdaftar dalam DCT yang ia peroleh dari KPU, serta penyampaian 2 hasil analisis dan 1 hasil pemeriksaan ke Polri, 1 informasi disampaikan ke OJK, 3 informasi disampaikan ke BIN, 3 informasi ke Bawaslu.