Jamintel Kejagung Sebut 58 Persen dari 250 Kasus Korupsi PBJ pada Sektor Infrastruktur

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Maret 2024 09:09 WIB
Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) Reda Manthovani (kiri) (Foto: MI/Dok Kejagung)
Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) Reda Manthovani (kiri) (Foto: MI/Dok Kejagung)

Jakarta, MI - Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) Reda Manthovani mengungkapkan bahwa latar belakang korupsi pada sektor infrastruktur bisa disebabkan oleh karena adanya peluang atau celah sistem atau lemahnya pengawasan. 

Pasalnya, menurut data pada tahun 2022, ditemukan masih cukup tingginya kasus korupsi yakni sebanyak 250 dari 579 kasus yang berasal dari sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). 

"Lebih detailnya, sekitar 58% dari 250 kasus korupsi PBJ terdapat pada sektor infrastruktur," ungkap Reda saat memberikan materi pada acara ”Internalisasi Budaya Anti Korupsi di Direktorat Jenderal Bina Marga”, di Gedung Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Jakarta, Kamis (29/2).

Lanjut Reda, beberapa perkara korupsi pada sektor infrastruktur yang ditangani oleh Kejaksaan Agung meliputi perkara pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung tahun 2020 sampai 2022.

Lalu, perkara korupsi pembangunan Jalan Tol-Layang Cikampek II MBZ tahun 2016 sampai 2017, dan perkara korupsi dalam pembangunan jalur Kereta Api Besintang-Langsa tahun 2017 samapi 2023.    

”Berdasarkan rilis pemberitaan penanganan kasus korupsi, modus operandi yang ditemukan yakni seputar pengkondisian pemenang tender, upaya melakukan mark up, memanipulasi atau mengabaikan rekomendasi hasil studi kelayakan, menyalahgunakan kewenangan, dan melakukan praktik suap-menyuap/gratifikasi,” ungkap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta itu.

Praktik-praktik suap atau gratifikasi tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selanjutnya, Reda menekankan upaya pencegahan korupsi pada sektor infrastruktur yakni menerapkan prinsip Good Corporate Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik dan harus disertakan dengan strategi pencegahan secara masif, termasuk dari Aparatur Penegak Hukum.

”Metode pencegahan korupsi sektor infrastruktur yakni dengan meningkatkan kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN/LHKASN), melibatkan dan menguatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan korupsi, memasifkan penggunaan digitalisasi pengawasan dan pelayanan publik, komitmen dari pimpinan, serta koordinasi dan kolaborasi pencegahan tindak pidana korupsi sektor infrastruktur,” imbuhnya.

Reda menambahkan, bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan telah menjalin kolaborasi bersama Kementerian/Lembaga lain terkait pencegahan korupsi sektor infrastruktur. Kejaksaan selama ini turut mendampingi proses pembangunan dengan menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga/BUMN/BUMD.

”Kejaksaan melalui fungsi Intelijen Pengamanan Pembangunan Strategis merupakan bagian dari peran Intelijen penegakan hukum dalam bentuk melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk deteksi dini/peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap ancaman terkait pembangunan strategis".

Reda pun menambahkan bahwa fungsi Pengamanan Pembangunan Strategis dapat membantu menyelesaikan permasalahan. "Terutama dari aspek hukumnya," tutup Reda. (wan)