Korupsi Rujab DPR, KPK: Ada Persekongkolan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Maret 2024 18:16 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Foto: Dok MI)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020.  

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut dalam kasus ini diduga terjadi mark up harga pengadaan barang. "Kasusnya memang, kalau enggak salah mark up harga, ada persekongkolan," kata Alex ditemui wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (6/3/2024). 

Namun Alex mengaku belum mengetahui secara rinci perkara korupsi ini. Namun disebutnya terjadi harga-harga barang dalam pengadaan tersebut menjadi mahal. "Kenapa harganya mahal padahal di pasar gak sebesar itu," ujarnya. 

Diketahui, bahwa KPK telah mencegah tujuh orang penyelenggara negara dan swasta.

Berdasarkan informasi yang dihimpun tujuh orang itu adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho; Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar; Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet Andrias Catur Prasetya; serta swasta Edwin Budiman.

Dengan pencegahan ini, KPK berharap para pihak terkait kooperatif dan hadir dalam pemanggilan oleh tim penyidik. "Maka KPK mengajukan cegah agar tetap berada diwilayah NKRI pada pihak Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap 7 orang dengan status penyelenggara negara dan swasta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/3). 

Adapun pencegahan ke luar negeri itu diajukan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham dan berlaku untuk 6 bulan ke depannya, atau sampai dengan Juli 2024. 

Pun penyidik KPK akan membuka kemungkinan untuk memperpanjang upaya cegah tersebut sesuai dengan kebutuhan penyidikan.  

Dalam kasus ini, Indra Iskandar sempat dimintai keterangan oleh KPK pada Mei 2023 lalu atau saat masih tahap penyelidikan. KPK sebelumnya menyatakan bahwa tersangka dalam kasus ini lebih dari dua orang. Sementara kerugian negara dalam kasus ini miliaran rupiah.