Tentang Robert Priantono Bonosusatya dan PT Refined Bangka Tin

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 31 Maret 2024 06:03 WIB
Robert Priantono Bonosusatya (Foto: Dok MI)
Robert Priantono Bonosusatya (Foto: Dok MI)
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang menyeret sejumlah pihak, termasuk pengusaha Robert Priantono Bonosusatya. Robert disebut pernah menguasai saham PT Refined Bangka Tin (RBT).
 
Meskipun dia menegaskan bukan pemilik PT RBT, hubungannya dengan perusahaan tambang tersebut menjadi titik fokus penyelidikan.
 
Pada 23 Desember 2023 lalu, kantor PT RBT digeledah oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam rangka penyelidikan kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. 
 
Beberapa pejabat PT RBT, termasuk Direktur Utama Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha Reza serta Harvey Moeis, perwakilan PT RBT telah ditetapkan sebagai tersangka.
 
Meskipun Robert menyatakan bahwa bukan pemilik PT RBT, ia mengakui hubungan dekat dengan Dirut PT RBT, Suparta, yang juga diakuinya sebagai teman baik. 
 
Namun, pengakuan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, terutama setelah diketahui bahwa Suparta menguasai 73 persen saham di PT Refined Bangka Tin, sedangkan tidak ada nama Robert dalam kepemilikan saham atau manajemen perusahaan.
 
Kuasa hukum Robert, Harris Arthur Hedar, membantah keterlibatan kliennya dalam PT RBT, mengacu pada data di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang tidak mencantumkan nama Robert dalam kepemilikan saham maupun manajemen perusahaan tersebut. 
 
Namun, hal ini tidak menghentikan Kejagung untuk menyelidiki lebih lanjut, termasuk peran Robert dalam operasional PT Refined Bangka Tin. Robert membantah bahwa perusahaannya menadah bijih timah ilegal, mengklaim bahwa PT RBT menambang biji timah dari IUP sendiri.
 
Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, menegaskan bahwa penyidikan korupsi timah akan terus berkembang, dan pihaknya berjanji untuk menyasar semua pejabat yang terlibat, termasuk peran Robert Bonosusatya.  Seiring berjalannya waktu, publik menantikan hasil penyelidikan yang dapat mengungkap kebenaran di balik skandal ini. 
 
Perlu diketahui, di sisi lain Robert Priantono Bonosusatya adalah seorang pengusaha yang memiliki koneksi atau jaringan yang luas, terutama di kalangan pejabat Polri. 
 
Sejak 2008, ia menjabat sebagai Presiden Direktur PT Pratama Agro Sawit.  Namun, kekayaannya tidak hanya berasal dari bisnis sawitnya.  RBT juga pernah menjadi Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, sebuah perusahaan yang memproduksi dokumen keamanan seperti BPKB, STNK, dan SIM untuk Korlantas Polri. 
 
Di balik kesuksesannya sebagai pengusaha, RBT sering menuai kontroversi lantaran kedekatannya dengan berbagai tokoh penting di Indonesia. Namun, belakangan ini namanya mencuat dalam konteks yang kurang menguntungkan. 
 
Bahkan, RBT dikabarkan memiliki kedekatan dengan Helena Lim salah satu tersangka dalam kasus ini.
 
Sementara itu, PT Refined Bangka Tin disebut menjadi mitra utama PT Timah Tbk dalam pengelolaan timah di Bangka Belitung, hal inilah yang membuat banyak rekan RBT terseret dalam kasus korupsi tersebut. 
 
Namun, menurut data MODI KemenESDM & Kemenkumham, nama RBT tidak terdaftar dalam susunan manajemen maupun kepemilikan saham PT Refined Bangka Tin. 
 
Saat ini, mayoritas saham PT Refined Bangka Tin dikuasai Suparta, di mana 70 persen saham perusahaan tersebut dipegangnya, sementara 17 persen saham lainnya dimiliki Surianto dan sisanya menjadi bagian Frans Muller. 
 
Meskipun belum ada bukti konkret terkait keterlibatan RBT, Kejagung RI berjanji akan menyelidiki semua pihak yang terlibat, termasuk peran RBT dalam operasional PT Refined Bangka Tin.  
 
Mengingat beberapa rekan RBT termasuk Helena Lim dan Suparta telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah tersebut, hal ini memungkinkan jika dirinya juga akan digeledah oleh pihak berwajib.
 
16 Tersangka Korupsi Timah
 
1.Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021
 
2.Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2018
 
3.Alwin Albar (ALW) selaku direktur operasional PT Timah Tbk.
 
4.Suwito Gunawan (SG) Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa
 
5.MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa
 
6.Hasan Tjhie (HT) selaku Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP)
 
7.Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan komisaris CV VIP.
 
8.Robert Indarto (RI) sebagai direktur utama (Dirut) PT SBS
 
9.Tamron alias Aon (TN) sebagai pemilik manfaat atau benefit official ownership CV VIP (tersangak obstruction of jsutice)
 
10.Achmad Albani (AA) selaku manager operational CV VIP
 
11.Suparta (SP) selaku Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT)
 
12.Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT RBT.
 
13.Rosalina (RL) selaku General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN).
 
14. Swasta Toni Tamsil
 
15. Helena Lim, Manager Marketing PT Quantum Skyline Exchange (QSE)
 
16. Harvey Moeis, perwakilan PT RBT
 
Para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Kemudian tersangka obstruction of justice dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Kerugian Negara
 
Direktur Penyidik Jampidsus Kuntadi mengatakan, pihaknya masih dalam proses penghitungan kerugian negara bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
 
"Terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara kami masih dalam proses penghitungan. Formulasinya masih kami rumuskan dengan baik dan BPKP maupun dengan para ahli," ujar Kuntadi.
 
Meski demikian, Kuntadi sempat menyinggung perkiraan kerugian negara yang telah dikaji dari sisi pendekatan ahli lingkungan.
 
"Yang jelas kalau dari sisi pendekatan ahli lingkungan beberapa saat yang lalu sudah kami sampaikan. Selebihnya masih dalam proses untuk perumusan formulasi penghitungannya," kata dia.
 
Sebelumnya, disebutkan bahwa kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo mencapai Rp 271 triliun. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014.
 
Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun. Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp 12,1 triliun.