Kejagung Periksa Artis Sandra Dewi Hari Ini

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 April 2024 09:54 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: Dok MI)
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memeriksa artis Sandra Dewi sebagai kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022 yang merugikan negara Rp 271 triliun, Kamis (4/4/2024).

"Iya kita panggil sebagai saksi," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi.

Namun, Kuntadi belum bisa mengungkapkan soal materi pemeriksaan yang akan didalami pada Sandra Dewi. 

Adapun pemeriksaan terhadap Sandra Dewi ini dilakukan pasca suaminya, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Harvey Moeis sendiri telah menjadi tersangka sejak Rabu, 27 Maret 2024.  Di lain sisi, Kejagung juga telah menyita dua mobil mewah dari kediaman Harvey. "(Yang disita) Untuk sementara mobil Rolls Royce dan Mini Cooper," ujar Kuntadi saat dikonfirmasi, Senin (1/4/2024). 

Harvey Moeis berperan sebagai perpanjangan tangan dari PT RBT yang diduga mengakomodir kegiatan penambangan liar atau ilegal bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT). 

"Sekitar tahun 2018 sampai dengan 2019 saudara HM (Harvey Moeis) ini menghubungi Direktur Utama PT Timah, yaitu saudara MRPT atau saudara RZ dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi.

Keduanya disebut sempat beberapa kali bertemu membahas soal ini. Kemudian, mereka menyepakati agar kegiatan di pertambangan liar tersebut ditutupi dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. 

Kuntadi mengungkapkan, Harvey juga menghubungi sejumlah perusahaan smelter untuk mengakomodir rencana tersebut. "Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar Kuntadi. 

Setelah penambangan liar berjalan, Harvey pun meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan untuk diserahkan kepadanya seolah-olah sebagai dana Coorporate Social Responsibility (CSR). 

 Adapun proses penyerahan keuntungan berkedok dana CSR ini turut melibatkan Helena Lim selaku Manager PT QSE. "(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," kata Kuntadi.

Adapun Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dengan tiga dugaan tindak pidana yakni perintangan penyidikan (Obstruction of Justice) dengan tersangka Toni Tamsil alias Akhi (TT).

Pidana pokok perkara dengan tersangka 14 orang yakni Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung; MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP; Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP; Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP; Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP; Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS.

Lalu, Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN; Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT; Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011; Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018; Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah; dan Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT.

Sementara tindak pidana pencucian uang (TPPU), Kejagung baru menyeret satu tersangka yakni Helena Lim (HLN) selaku manager PT QSE.

Sementara kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 271 triliun yang terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.