Pakar HTN Soroti Saksi-Ahli 02 Sengketa Pilpres: Berbohong, Pidana Menanti!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 April 2024 13:14 WIB
Sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di MK, Kamis (4/4/2024)
Sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di MK, Kamis (4/4/2024)

Jakarta, MI - Dalam proses peradilan, keterangan saksi merupakan salah satu faktor penting dalam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa Pilpres 2024, misalnya.

Adapun MK kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4/2024). 

Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan ahli dan saksi dari pihak terkait, yakni pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Kubu Prabowo menghadirkan sejumlah saksi ahli, yakni eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dan tujuh orang dengan latar belakang berbeda-beda, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pakuan Andi Muhammad Asrun, Pakar Hukum Abdul Khair Ramadhan, Amirudin Ilmar, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, dan Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN Khalilul khairi.

Lalu, Pendiri lembaga survei Cyrus Network Hasan Hasbi hingga Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari.

Sementara itu, enam saksi yang dibawa oleh tim Prabowo-Gibran salah satunya adalah Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, Gani Muhammad, Andi Bataralifu, Suprianto dan Abdul Wahid.

Mereka akan memberikan keterangan untuk dua perkara. Perkara pertama nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan oleh tim 01 Anies-Muhaimin. Perkara kedua, diajukan oleh tim 03 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam kedua perkara ini, Prabowo-Gibran berkedudukan sebagai pihak terkait.

Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK karena tidak terima dengan keputusan KPU memenangkan Prabowo-Gibran.

Pakar Hukum Tata Negara, Abdul Fickar Hadjar menyoroti para saksi-ahli itu dengan menyebutnya "Saksi 01 = Tim Sukses". Menurutnya, meskipun kedudukan saksi ada pada posisi netral, tetapi dengan diajukannya saksi untuk memperkuat argumen, dalil, pikiran dan pernyataan salah satu pihak, Mahkamah Konstitusi atau MK kedudukan saksi itu menjadi partisan. 

Oleh karena itu untuk menguji objektifitas keterangannya seorang saksi harus disumpah. "Artinya setiap pernyataannya mempunyai konsekuensi yuridisnya jika yang dikemukakan saksi sebuah kebohongan, maka hukum pidana telah menanti untuk memproses dan menghukumnya. Sampai disini clear dan selesai," ujar Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi Monitorindonesia.com, Kamis (4/4/2024).

Namun, kata dia, yang menjadi persoalan adalah jika seorang saksi atau ahli sebelum didengar kesaksiannya di Pengadilan juga berkedudukan sebagai bagian atau tim pemenangan atau sukses dari seorang calon, maka tidak ada jaminan terhadap objektifitas keterangannya. 

"Karena sedikit banyak "pasti" akan dipengaruhi oleh keberpihakannya pada salah satu calon tertentu, karena itu sebaiknya saksi yang demikian tidak diperbolehkan bersaksi atau setidaknya diabaikan kesaksiannya," jelasnya.

Bahwa Majelis Hakim MK membolehkan keterangan saksi itu tetap didengar, menurut Abdul Fickar Hadjar, adalah langkah untuk menjaga keseimbangan kepentingan antar para pihak. "Kunci utama peradilan yang baik adalah objektifitas, karena itu jika objektifitas terganggu maka Pengadilan akan terjebak menjadi peradilan sandiwara," tandasnya.

Sekadar tahu, peradilan ini dilatarbelakangi oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK karena tidak terima dengan keputusan KPU memenangkan Prabowo-Gibran.

Dalam keputusan KPU, Prabowo-Gibran menang dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,6 persen suara sah nasional. Sementara itu, Anies-Muhaimin meraih 40.971.906 suara atau 24,9 persen suara sah nasional. Lalu Ganjar-Mahfud mendapatkan 27.040.878 suara atau 16,5 persen suara sah nasional.

Permohonan kedua kubu ini terdapat kesamaan yaitu menginginkan Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dalam Pilpres 2024. Mereka sama-sama ingin pemungutan suara diulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.

Mereka juga menilai Pemilu 2024 penuh dengan kecurangan dan intervensi dari Presiden Joko Widodo. Salah satunya, Jokowi dianggap mempolitisasi bansos demi kemenangan Prabowo-Gibran. (wan)