Eks Karyawan PT Timah jadi Tumbal, Siap Bongkar Habis-habisan Korupsi Timah Rp 271 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 April 2024 06:36 WIB
Emil Ermindra, Dirkeu PT Timah (2017-20218), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Timah (2016-2021) dan MB Gunawan, Dirut PT Stanindo Inti Perkasa (Foto: Kolase MI)
Emil Ermindra, Dirkeu PT Timah (2017-20218), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Dirut PT Timah (2016-2021) dan MB Gunawan, Dirut PT Stanindo Inti Perkasa (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Mantan karyawan PT Timah Tbk, Musda Anshori siap membongkar habis-habisan kasus dugaan korupsi korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha produksi (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang merugikan negara Rp 271 triliun. Pasalnya dia mengaku sebagai tumbal saat masih bekerja di perusahaan BUMN pelat merah itu.

Musda dipecat dari PT Timah Tbk sejak tahun 2020 lalu. Sejak saat itulah dia dan keluarganya terus fitnah selama bertahun-tahun. 

Musda dipecat karena diduga telah merugikan perusahaan dalam program sisa hasil produksi (SHP) dengan SPK pengangkutan di WP 1 CSD Tanjung Gunung, Bangka Tengah, sejak dimutasi dari Kepala Bidang Pengawasan Produksi Darat Bangka, pada 1 Juli 2019.

Atas dugaan tersebut, Musda dilaporkan oleh PT Timah Tbk ke Polda Babel pada tahun 2020. Pun Musda sempat menjalani beberapa kali pemanggilan dari Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Subdit III Tipikor Polda Babel. 

“Beberapa kali saya di-BAP mulai dari kasus kompensasi langsung atau SHP di Bangka oleh Kejari Bangka tahun 2018, kasus penggelapan oknum karyawan AT terhadap uang SHP," ujar Musda di Sungailiat dikutip pada Sabtu (6/4/2024).

"Dan terakhir kasus pemalsuan dokumen penerimaan bijih timah di Tanjung gunung oleh Ditkrimsus Subdit III Tipikor Polda Babel,” tambahnya.

Tak hanya di Polda, Musda juga pernah dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel hal kasus proyek pembangunan WP 1 CSD Tanjung Gunung. Sementara untuk kasus SHP di Bangka Selatan Musda diperiksa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkal Pinang.

Pada bulan Januari 2024 lalu, Musda juga sempat Kejagung sebagai saksi kasus tata niaga komoditas timah dalam posisinya ketika masih menjabat pengawas produksi (wasprod) Bangka tahun 2018-2019.

Musda tidak pernah mangkir setiap mejalani pemeriksaan. Bahkan bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik. Meski kondisi ekonomi keluarganya kini morat marit pasca dirinya dipecat, akan tetapi selalu siap memberikan kesaksiannya kepada Kejagung sesuai dengan porsi dan tupoksi jabatannya ketika masih bekerja di PT Timah Tbk.

Soal pelaporan di Polda Babel, mengaku bahwa sampai pada hari ini belum juga ada keputusan hukum yang jelas, sehingga dirinya masih berstatus tersangka.

Pun dia beranggapan ada dugaan kriminalisasi yang menjadikan dirinya sebagai tumbal dalam kasus tersebut pada waktu itu. Pemecatan Musda pada 12 Maret 2020 silam tanpa diberikan surat peringatan (SP) terlebih dahulu.

Musda juga dipecat tanpa mendapat pesangon sepeser pun, termasuk masa kerjanya selama 15 tahun di perusahaan tidak dibayarkan. Namun, meski harus menelan pil pahit, Musda bersyukur karena kasus ini akhirnya dapat terungkap ke publik.

“Seiring berjalannya waktu akhirnya ini semua terungkap. Bukan hanya yang ada di Kejagung, tapi juga kasus-kasus kita yang di-BAP di Kejati Babel dan Kejari".

"Saya bersyukur dan bagi saya ini adalah keadilan dari Tuhan yang masa kuasa untuk saya dan keluarga yang sekian tahun ini harus menanggung fitnah,” kata Musda.

Musda juga berharap tidak ada lagi karyawan yang bernasib sama seperti dirinya. Seiring terungkapnya kasus ini, Musda hanya berharap PT Timah Tbk bisa memulihkan hak dan nama baiknya, serta meminta pencabutan laporan di Polda Babel.

Komoditas Timah
Musda mengungkapkan, bahwa kerja sama peleburan antara PT Timah Tbk dengan smelter swasta sudah dimulai sejak akhir tahun 2018, di semua wilayah darat Bangka dan Belitung.

Dalam program itu, ungkap dia, PT Timah Tbk pertama kali menggandeng smelter PT RBT, yang kemudian hari turut melibatkan beberapa smelter swasta lainnya.

Sementara pihaknya bersamaan melakukan pengamanan aset dan kompensasi langsung SHP. Di ranah pengawasan tambang pun, dia hanya mengetahui komisi penimbangan saja, terkait asal usul barang dari wilayah kerjanya.

Pada awal tahun 2019, dalam acara sharing season karyawan bersama direksi PT Timah Tbk, yang dihadiri Emil Emindra selaku Direktur Keuangan, dan Muhammad Rizki selaku Direktur SDM, Musda sempat menanyakan asal usul bijih timah yang masuk ke perusahaan.

“Asal-usul bijih timah kan harusnya dari kita, dan itu pun harus masuk ke gudang kita secara SOP, tapi ternyata kita bayar kompensasi bijih timah dan masuk ke ranah mereka,” jelas Musda.

Bahkan, Musda juga menanyakan soal transparansi kontrak kerja atau SPK dengan smelter swasta, meski pihak direksi enggan menjawabnya. 

Pihak direksi, kata Musda, hanya menyampaikan ingin cepat mendapatkan barang produksi yang siap lebur, tanpa mempedulikan implikasi hukum ke depannya. “Jawaban mereka kalau di dalam IUP, mau legal atau ilegal tidak menjadi masalah,” ungkap Musda.

Di hadapan direksi saat itu, Musda menegaskan karena perusahaan telah punya unit pengolahan dan peleburan mitra UPPM, maka tak perlu lagi adanya fungsi wasprod, sebab bijih timah yang masuk ke smelter swasta dikompensasi dalam bentuk logam.

Dia menyampaikan, bottleneck-nya bukan lah peleburan, melainkan unit pengolahan, karena yang ditargetkan adalah SHP kadar rendah. Tetapi, baru beberapa bulan program berjalan, pihak direksi malah menjalin kerja sama dengan smelter swasta.

“Saya tidak dukung karena ada produksi smelter yang harus kita tutupi untuk Unit Penambangan Laut Bangka (UPLB). Akhirnya saya dipindahkan ke Tanjung Gunung,” ujar Musda.

Tak hanya itu, Musda juga menceritakan soal informasi anggaran program SHP senilai 7 triliun rupiah, bahwa seorang pengurus Ikatan Karyawan Timah (IKT) sempat mempertanyakan alokasi penggunaan dana tersebut kepada direksi.

“Salah satu pengurus IKT tanya apakah itu SHP, dia bilang iya, tapi tidak ada penjelasan secara eksplisit. Dia bilang itu 6 triliun kompensasi dan 1 triliun untuk biaya bayar logam crude tin dari smelter,” Musda menjelaskan lebih lanjut.

Bila ada input dari smelter swasta, kata dia, mau tak mau harus diterima, sehingga hal tersebut menyebabkan pembagian gudang menjadi dua, yaitu gudang perusahaan sendiri, dan gudang untuk smelter swasta.

Musda juga membeberkan, bahwa PT Timah Tbk semulanya bertujuan mengompensasi imbal jasa kepada penambang yang bekerja di WIUP perusahaan, dan bukan pembelian bijih timah. 

https://i0.wp.com/metro7.co.id/wp-content/uploads/2024/04/IMG-20240402-WA0078.jpg?w=1280&ssl=1

Tetapi yang terjadi, pihak smelter swasta malah menentukan harga belinya, sehingga PT Timah Tbk mesti mengikuti harga umum yang telah ditentukan tersebut. Akibatnya, Harga Pokok Pembelian (HPP) perusahaan pun membengkak, sehingga dikomplain oleh karyawan.

Bongkar Habis-habisan
Ketua Umum KPSDA (Kesatuan Pengawasan Sumber Daya Alam), Suhendro Anggara Putera, menegaskan siap mengawal kasus tata niaga komoditas timah ini sampai tuntas.

“Saya akan kawal dan minta tolong sama bang Musda untuk bongkar kasus ini habis-habisan, baik di dalam PT Timah maupun mitra smelter yang diduga turut terlibat,” ujar Suhendro saat mendampingi Musda.

Dalam waktu dekat, Suhendro memastikan akan mendampingi Musda bila dipanggil kembali ke Kejagung. “Bang Musda ini patut kita jaga dan kita lindungi, sesuai fungsi saya sebagai LSM, karena bang Musda ini memegang kunci informasi penting terkait kasus ini,” imbuhnya.

Suhendro juga mengatakan peran Musda dalam hal ini berkaitan juga dengan beberapa smelter yang sedang dia soroti. “Ada (keterkaitan), ya. Karena itu saya dan bang Musda sedang berembuk, terkait berapa smelter yang terlibat, karena dia sudah tahu skema, dan pemainnya,” jelas Suhendro .

Dia memastikan, upaya pendampingan ini semata-mata bertujuan untuk membersihkan PT Timah Tbk dari perilaku para oknum yang telah merugikan perusahaan tersebut.

“Sebagai putera daerah kita sayang dengan PT Timah ini. Kita tidak ingin gara-gara kasus ini, nama baik dan marwah PT Timah jatuh di mata masyarakat. Karena itu kita dorong PT Timah berbenah dan bersih-bersih di internal mereka, supaya mendapat kembali kepercayaan dari publik,” demikian Suhendro.

Berbekal dengan keterangan kasus tersebut dan dukungan dari LSM itu, Musda siap dipanggil Kejagung untuk memberikan kesaksian dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi hal tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha produksi (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, yang berlokasi di Bangka Belitung (Babel).

Dirinya siap berkolaborasi kembali dengan Kejagung, jika kesaksiannya dibutuhkan lagi untuk menyingkap tabir skandal yang menjerat PT Timah Tbk beserta mitranya saat ini.

Musda memang sempat diperiksa Kejagung jauh sebelum korps adhyaksa itu menetapkan sejumlah tersangka.

Setelah mega skandal ini terkuak ke publik dan menjerat banyak mantan direksi PT Timah Tbk, Musda merasa puas dan bernafas lega.

Apa yang terbaru di kasus korupsin timah Rp 271 triliun?

Dalam perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi tata niaga PT Timah Tbk, Kejgung telah memeriksa istri tersangka Harvey Moeis, Sandra Dewi. Dia dipanggil tim penyidik Kejaksaan untuk menelusuri aliran dana dalam beberapa rekening yang telah diblokir. 

"Dalam rangka untuk memilah mana yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana, yang diduga dilakukan oleh saudara HM dan mana yang tidak terkait," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi dalam konferensi pers kemarin.

Adapun dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka setelah memeriksa lebih dari 140 saksi. Kasus yang diduga terjadi pada periode 2015–2022 ini telah menyeret sejumlah nama pengusaha seperti Harvey Moeis, Crazy Rich PIK Helena Lim, hingga Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Berikut daftar lengkap 16 tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung:

1. Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani;
2. Direktur Keuangan Timah 2017-2018, Emil Ermindra;
3. Direktur Operasi Produksi PT Timah 2017-2021, Alwin Albar;
4. Pengusaha di Bangka Belitung, SG alias AW;
5. Pengusaha di Bangka Belitung, MBG;
6. Direktur Utama PT CV VIP, HT alias ASN;
7. Manajer Operasional Tambang CV VIP, AL;
8. Mantan Komisaris CV VIP, BY;
9. Official ownership CV VIP, Tamron Tamsil;
10. Adik Tamron Tamsil, Toni Tamsil (Tersangka obstruction of justice)
11. General Manager PT Tinido Inter Nusa, Rosalina;
12. Direktur PT SBS, RI;
13. Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta;
14. Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza;
15. Pengusaha sekaligus Manajer PT QSE, Helena Lim (Tersangka TPPU)
16. Pengusaha sekaligus perpanjangan tangan PT RBT, Harvey Moeis (Tersangka TPPU)

Selanjutnya Kejaksaan Agung masih akan terus melakukan penyidikan hingga menggungkap keseluruhan kasus yang diduga membuat kerugian hingga Rp 271 triliun. 

Anggota Komisi VI Mufti Aimah Nurul Anam bahkan menyebut Robert atau RBS sebagai mafia besar di balik skandal tambang timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun. "Ada seorang mafia besar yaitu kami dapat infonya itu Robert Bonosusatya," terang Mufti dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Investasi / Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Sementara itu, RBS telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Ia tidak berbicara banyak usai diperiksa selama 13 jam. Ia hanya menegaskan telah menjawab seluruh pertanyaan yang dilayangkan oleh penyidik.

"Sebagai warga negara yang baik, saya sudah melakukan kewajiban, mentaati peraturan yang ada, saya sudah diperiksa," ujarnya kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Selasa (2/4/2024).

RBS juga enggan berkomentar lebih jauh terkait dugaan keterlibatan dengan PT Refined Bangka Tin (RBT). Perusahaan RBT yang sempat dipimpin Robert itu diketahui menjadi mitra utama PT Timah dan pernah digeledah oleh Kejagung pada 23 Desember 2023 lalu. (wan)