Pakar TPPU Dorong Kejagung Gandeng DJP Telusuri Pajak Suami Artis Sandra Dewi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 April 2024 18:11 WIB
Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis ikut ditetapkan sebagai tersangka korupsi Timah ke-16 (Foto: Dok MI)
Suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis ikut ditetapkan sebagai tersangka korupsi Timah ke-16 (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menggandeng Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menelusuri pajak tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah. Salah satunya adalah suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Diketahui, selain sebagai tersangka pokok perkara dalam kasus ini, Harvey juga tersangka TPPU di kasus yang merugikan negara Rp 271 triliun ini. 

Yenti begitu disapa Monitorindonesia.com, Minggu (7/4/2024) juga mendorong Kejagung gandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri transaksinya. Namun da merasa aneh, PPATK hingga saat ini irit bicara.

"Tapi anehnya kok PPATK tidak ada komentar. Selain untuk melihat transaksi yang ada, dan juga bisa bantu Kemenkeu (DJP) itu, bagaimana pajak-pajaknya. Dari dua lembaga itu tenta akan sangat membantu Kejagung yang sudah berani bongkar ini," kata Yenti.

Menurut Yenti, apabila uang yang diterima Hervey Moeis dan Helena Lim melalui sebuah transaksi, PPATK seharusnya sudah bisa mendeteksi. Pasalnya, bank di Indonesia mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada PPATK apabila terdapat nasabahnya yang melakukan transaksi di atas Rp 500 juta.

"Bank itu mempunyai kewajiban pelaporan kepada PPATK setiap ada transaksi Rp 500 juta ke atas atau berapa pun yang mencurigakan," jelasnya.

Yenti berpandangan, bahwa korupsi atau kejahatan ekonomi paradigmanya mudah sekali. "Dapat apa dari korupsi, dapat uang, terima gratifikasi,” kata Yenti.

“Lalu yang disita apa? Rumah, mobil. Itu namanya TPPU, karena dari uang hasil korupsi itu sudah dibelikan mobil. Jadi sesederhana itu TPPU. Aliran dari proses kejahatan kan sekarang sudah menjadi mobil, maka ini sangat jelas itu adalah TPPU,” ujarnya menambahkan.

Menurut Yenti, setiap kasus dugaan korupsi mestinya langsung diikuti dengan pengusutan tindak pidana pencucian uang. Sehingga, penegakan hukum bukan hanya fokus pada upaya memenjarakan pelaku karena kasus korupsi, tetapi juga bagaimana memulihkan kerugian negara.

Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 18, mengatur tentang pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Akan tetapi, menurut Yenti, ketentuan tersebut sangat lemah.

Kata Yenti, ada celah yang memungkinkan pelaku tindak pidana korupsi menolak untuk membayar uang pengganti. Sementara, jika dijerat pasal TPPU, pelaku dapat dimiskinkan sehingga harta benda hasil pencucian uang bisa dikembalikan ke negara. “Jadi harusnya secepat itu penegak hukum langsung menggunakan sangkaan TPPU,” ujar Yenti.

Di sisi lain, Yenti merasa heran PT Timah Tbk yang notabene merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa “kebobolan” hingga tujuh tahun lamanya dalam kasus ini, terhitung sejak tahun 2015 hingga 2022. Apalagi, luas lahan hasil penambangan liar mencapai lebih dari 81.000 hektare.

Padahal, penambangan liar merupakan aktivitas yang kasat mata. Berkaca dari kasus ini, Yenti menyebut, pengawasan negara dalam aktivitas penambangan masih lemah. Selain itu, dia bahkan curiga, ada pihak yang sengaja melindungi praktik-praktik ilegal ini.

Apakah hanya karena tidak ada pengawasan ataukah karena kenapa dia berani sekali sekian lama (melakukan penambangan ilegal). 

"Ataukah ada orang-orang tertentu yang menikmati hasil kejahatannya tetapi tidak masuk di nama-nama ini yang kita sebut sebagai beneficial ownership? Belum lagi, adakah yang mem-back up mereka sehingga mereka itu aman-aman saja, ataukah justru dari pihak negara sendiri?” tuturnya.

Dalam perkembangan terbaru kasus ini, Kejgung telah memeriksa istri tersangka Harvey Moeis, Sandra Dewi. Dia dipanggil tim penyidik Kejaksaan untuk menelusuri aliran dana dalam beberapa rekening yang telah diblokir. 

"Dalam rangka untuk memilah mana yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana, yang diduga dilakukan oleh saudara HM dan mana yang tidak terkait," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi dalam konferensi pers kemarin.

Adapun dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka setelah memeriksa lebih dari 140 saksi. Kasus yang diduga terjadi pada periode 2015–2022 ini telah menyeret sejumlah nama pengusaha seperti Harvey Moeis, Crazy Rich PIK Helena Lim, hingga Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Berikut daftar lengkap 16 tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung:

1. Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani;
2. Direktur Keuangan Timah 2017-2018, Emil Ermindra;
3. Direktur Operasi Produksi PT Timah 2017-2021, Alwin Albar;
4. Pengusaha di Bangka Belitung, SG alias AW;
5. Pengusaha di Bangka Belitung, MBG;
6. Direktur Utama PT CV VIP, HT alias ASN;
7. Manajer Operasional Tambang CV VIP, AL;
8. Mantan Komisaris CV VIP, BY;
9. Official ownership CV VIP, Tamron Tamsil;
10. Adik Tamron Tamsil, Toni Tamsil (Tersangka obstruction of justice)
11. General Manager PT Tinido Inter Nusa, Rosalina;
12. Direktur PT SBS, RI;
13. Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta;
14. Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza;
15. Pengusaha sekaligus Manajer PT QSE, Helena Lim (Tersangka TPPU)
16. Pengusaha sekaligus perpanjangan tangan PT RBT, Harvey Moeis (Tersangka TPPU)

Selanjutnya Kejaksaan Agung masih akan terus melakukan penyidikan hingga menggungkap keseluruhan kasus yang diduga membuat kerugian hingga Rp 271 triliun. 

Anggota Komisi VI Mufti Aimah Nurul Anam bahkan menyebut Robert atau RBS sebagai mafia besar di balik skandal tambang timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun. "Ada seorang mafia besar yaitu kami dapat infonya itu Robert Bonosusatya," terang Mufti dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Investasi / Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Sementara itu, RBS telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Ia tidak berbicara banyak usai diperiksa selama 13 jam. Ia hanya menegaskan telah menjawab seluruh pertanyaan yang dilayangkan oleh penyidik. "Sebagai warga negara yang baik, saya sudah melakukan kewajiban, mentaati peraturan yang ada, saya sudah diperiksa," ujarnya kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Selasa (2/4/2024).

RBS juga enggan berkomentar lebih jauh terkait dugaan keterlibatan dengan PT Refined Bangka Tin (RBT). Perusahaan RBT yang sempat dipimpin Robert itu diketahui menjadi mitra utama PT Timah dan pernah digeledah oleh Kejagung pada 23 Desember 2023 lalu. (wan)