Hasto PDIP: Harusnya KPK Usut Dugaan Penyalahgunaan Bansos dalam Pemilu 2024

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 April 2024 01:13 WIB
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (Foto: Dok MI)
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menegaskan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) proaktif dalam kasus kecurangan bantuan sosial (bansos) yang diduga disalahgunakan dalam Pemilu 2024.

Pasalnya, Hasto berpandangan bahwa meski KPK juga memantau dugaan politisasi instrumen negara dalam Pemilu 2024.  Namun menurut Hasto, temuannya mengenai sindikat korupsi terlewat dari pandangan KPK, karena masih berkaitan dengan lingkar kekuasaan. 

"Dengan melihat penyimpangan-penyimpangan pemilu ini harusnya KPK proaktif di dalam mengusut berbagai kecurangan bansos, berbagai penyalahgunaan penggunaan anggaran," kata Hasto usai menghadiri diskusi bertajuk "Membuka Kotak Pandora Sirekap Saksi Bisu Kejahatan Pilpres 2024" di Kawasan SCBD, Jakarta, Minggu (7/4).
 
"Ada dana prakerja yang jumlahnya yang saya dapat info sekitar Rp 70 triliun, kejahatan perbankan. Kemudian ada informasi terkait dengan ilegal mining yang melibatkan orang-orang dekat kekuasaan," timpalnya.
 
Hal-hal tersebut seharusnya menjadi fokus KPK. Menurut Hasto, hal itu harus diusut karena KPK adalah penegak hukum. "Tapi ketika supremasi hukum itu sudah dilanggar karena abuse of power dari presiden apakah KPK masih punya suatu nyali di dalam melakukan hal itu?".
 
"Yang kami lakukan adalah upaya mendukung KPK di dalam memberantas korupsi, di dalam mencegah berbagai penyalahgunaan kekuasaan tanpa memperlihatkan siapa yang melakukan itu. Tapi dilakukan dengan penuh integritas berdasarkan nilai keadilan. Itu harapan kami terhadap KPK," imbuhnya.

Sebelumnya, KPK menyoroti pernyataan Hasto Kristiyanto yang terkesan membela Harun Masiku. Hasto menyebut Harun Masiku hanyalah sebagai korban. Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri tegas tidak sependapat dengan hal tersebut. Dia mengatakan, anggapan Harun Masiku sebagai korban dalam kasus dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Periode 2019-2024 salah besar.

"Tidak benar (Harun Masiku korban)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Senin pekan lalu.

Ali menjelaskan anggapan Harun Masiku sebagai korban tidak berlandaskan pada fakta-fakta hukum yang ada. "Sejauh ini tidak ada fakta hukum soal hal tersebut baik hasil penyidikan KPK maupun pertimbangan putusan majelis hakim," tutur Ali.

Hasto sebelumnya menyebut, Harun Masiku sebagai korban. "Harun Masiku inikan sebenarnya dia korban," kata Hasto.

Menurut Hasto, Harun Masiku berdasarkan kebijakan dari PDI Perjuangan berhak mendapatkan pelimpahan suara dari PDI Perjuangan setelah ada calon terpilih yang saat itu meninggal. Dalam prosesnya, Harun diklaim mendapat tekanan dari oknum KPU sampai akhirnya tersandung kasus dugaan suap. 

"Di dalam proses ini kemudian ada tekanan dari oknum-oknum KPU yang meminta adanya suatu imbalan maka dia tergoda yang kemudian dikategorikan sebagai suap karena menyuap anggota KPU, komisioner KPU itu adalah pelanggaran hukum," beber Hasto.

Diketahui, bahwa Harun Masiku merupakan eks Caleg PDIP. Dia adalah buronan KPK. Dia sudah masuk daftar buruan sejak Januari 2020. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020. Hingga 4 tahun berjalan, Harun Masiku belum tertangkap hingga kini.


Harun Masiku diduga menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta. Wahyu dan para tersangka lain di kasus ini sudah disidangkan dan berkekuatan hukum tetap. Kini Harun Masiku terus diburu KPK.