Anggaran Proyek Food Estate Janggal, Oknum BPK Minta Rp12 Miliar Demi WTP Kementan, Saksi Kasus SYL Sebut Nama Ini

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 Mei 2024 20:00 WIB
Sidang lanjutan kasus Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok MI)
Sidang lanjutan kasus Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan, Hermanto mengungkap kesaksian baru permintaan pemberian uang Rp12 miliar dari auditor Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk Kementan mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

'Uang pelicin' itu diduga dimintakan BPK usai temuan kejanggalan anggaran pada proyek food estate atau lumbung pangan nasional di masa kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Awal mula hal tersebut terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Meyer Simanjuntak mempertanyakan bagaimana bisa BPK memberikan predikat WTP namun BPK menemukan banyak kejanggalan pada saat melakukan audit di Kementan, di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/5/2024).

“Itu bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP, bisa saksi jelaskan kronologinya? apakah ada pertemuan-pertemuan?” tanya Jaksa Meyer kepada Saksi Hermanto.

“Contoh satu temuan food estate, itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen administrasinya,” jawab Saksi Hermanto.

Hermanto mengatakan, pascapemeriksaan oleh BPK melalui Victor Daniel Siahaan, BPK menyampaikan kepada Kementan bahwa terdapat sejumlah temuan yang bisa menyebabkan Kementan tidak mendapatkan predikat WTP dari BPK.

“Pernah disampaikan bahwa temuan, konsep dari temuan-temuan itu bisa menjadi penyebab tidak bisanya WTP di Kementan,” ungkap Hermanto.

Kemudian Jaksa Meyer mempertanyakan, apakah ada atau tidak permintaan dari Kementan agar BPK dapat memberikan predikat WTP kepada instansi tersebut.

“Terkait hal tersebut, bagaimana? apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?” tanya Jaksa Meyer. 

“Ada” jawab Hermanto.

Hermanto kemudian mengatakan bahwa terdapat permintaan dari BPK untuk disampaikan kepada pimpinan Kementan, yaitu uang senilai Rp12 miliar agar BPK dapat memberikan predikat WTP kepada Kementan.

“Permintaan itu untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau tidak salah saya diminta Rp12 miliar untuk Kementan,” ungkap Hermanto.

Jaksa Meyer kembali melemparkan pertanyaan siapa pihak dari BPK yang melakukan permintaan tersebut kepada Saksi Hermanto.

“Diminta Rp12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” tanya Jaksa Meyer.

“Ya, Rp12 miliar oleh Pak Victor tadi,” kata Hermanto.

Hermanto yang hanya menjabat sebagai Sekretaris Dirjen PSP, mengaku tidak memiliki akses langsung untuk menyampaikan permintaan tersebut kepada SYL, yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan). 

Hermanto menyampaikan permintaan tersebut melalui Muhammad Hatta, eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, yang juga tersangka pada persidangan tersebut.

“Saya nggak ada punya akses langsung ke Pak Menteri,” kata Hermanto. 

“Sepengetahuan saksi ada yang menyampaikan? siapa?” tanya Jaksa Meyer.

“Saya perkenalkan dengan melalui Pak Hatta, silahkan dengan Pak Hatta saja,” jawab Hermanto.

Setelah para pimpinan Kementan melakukan koordinasi, Hermanto mengatakan Kementan memberikan permintaan yang semula diminta Rp12 miliar, menjadi Rp5 miliar.

“Nggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin nggak salah sekitar Rp5 miliar atau berapa, yang saya dengar-dengar,” kata Hermanto.

Hingga akhirnya auditor BPK tersebut menerima uang tersebut dan BPK memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK.

Hingga saat ini, Jaksa KPK maupun KPK sendiri masih belum memberikan pernyataan akan melakukan tindakan apa terkait hal tersebut. 

BPK sebagai salah satu instansi yang terungkap memiliki keterlibatan dalam pelanggaran tersebut juga belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut.