Dipolisikan Nurul Ghufron, Dewas KPK Kecewa!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 Mei 2024 16:49 WIB
KPK RI (Foto: Dok MI/Aswan)
KPK RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Jakarta, MI - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan adanya laporan pidana oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Bareskrim Polri.

Padahal, Dewas hanya menjalankan tugas sebagai penjaga etik pimpinan dan insan KPK. “Itulah kekecewaan saya sedikit, sekian lama kita bekerja, ini baru kali ini ada begini,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Selasa (21/5/2024).

Meski Tumpak mengaku belum mengetahui secara detail laporan Nurul Ghufron. Namun dia menilai bahwa, ketika dilaporkan ke polisi berarti dianggap berbuat kriminal. Hal tersebut pula yang menjadi keheranan Tumpak. “Kalau seseorang dilaporkan ke sana berarti berbuat kriminal, apakah kami Dewas ini berbuat kriminal?” tegas Tumpak.

Pun demikian, Tumpak mengaku tidak takut atas laporan Nurul Ghufron. Mereka siap menghadapi bila dipanggil polisi. “Sama sekali [tidak takut], saya tidak bilang, jadi kita belum tahu, rasa takut itu apa lagi yang mau ditakuti, orang sudah tua mau diapakan lagi, sih. Kami menjalankan tugas kok, apa? Apa yang ditakuti?” tandas Tumpak.

Adapun Nurul Ghufron melaporkan Dewas ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan itu sebagai bagian daripada perlawanan Nurul Ghufron atas dugaan etik yang tengah diproses oleh Dewas KPK soal dugaan penggunaan pengaruh untuk mutasi ASN di  Kementerian Pertanian atau Kementan.

Kasus ini sudah diputus Dewas tapi sidang pengucapannya ditunda karena ada putusan PTUN Jakarta yang juga berangkat dari gugatan Nurul Ghufron. 

Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga melanggar etik terkait mutasi seorang pegawai ASN di Kementan. Dia diduga berkomunikasi dengan pihak Kementan terkait mutasi ASN yang merupakan anak dari kenalan Ghufron.

Namun, Nurul Ghufron berdalih bahwa yang dilakukannya bukan intervensi. Melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi ASN tersebut, dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui. Menurut Ghufron, permintaan mutasi itu ditolak Kementan dengan alasan bakal mengurangi sumber daya manusia (SDM) yang ada di Jakarta.

Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri justru malah diterima. Hal itu pun dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil. Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu.

Nurul Ghufron pun menyatakan tidak ada yang salah dalam pengurusan permohonan mutasi tersebut. Tidak ada imbalan yang ia terima. Selain itu, Nurul Ghufron menilai bahwa Dewas KPK tidak berwenang untuk memeriksa kasus etik tersebut. Sebab, menurut Ghufron, peristiwanya sudah kedaluwarsa.

Nurul Ghufron menghubungi pejabat Kementan itu pada 15 Maret 2022. Sementara, hal itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023. Atas dasar tersebut, Ghufron kemudian melakukan perlawanan. Salah satunya dengan menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta.

Gugatan yang kemudian berhasil membuat sidang putusan etik Dewas KPK ditunda. Tak hanya itu saja, Nurul Ghufron juga menggugat Dewas KPK ke Mahkamah Agung.