Kejagung Didesak Tersangkakan Menpora Dito, Diduga Terima Uang Korupsi BTS Rp 27 Miliar

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 4 Juni 2024 01:23 WIB
Menpora Dito Ariotedjo (Foto: Dok MI/Aswan)
Menpora Dito Ariotedjo (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo sebagai tersangka korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Pasalnya, dia diduga menerima uang korupsi itu Rp 27 miliar.

Kejagung semestinya melakukan hal sama dengan mantan Komisioner BPK Achsanul Qosasih yang ditersangkakan dalam kasus yang merugikan negara Rp 8 triliun itu. Bahwa saat itu Achsanul Qosasi disebut menerima uang panas Rp 40 miliar.

Menurut Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho, apabila penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, jika bersandar pada putusan majelis hakim terhadap Irwan Hermawan, Windi Purnama dan Anang Latief, maka politisi Partai Golkar itu patut ditetapkan sebagai tersangka.

“Apalagi dari tiga putusan dengan terpidana berbeda tersebut (Windi Purnama, Anang Latief dan Irwan Hemawan) majelis hakim menyatakan nilainya (suap) sama, yaitu sekitar 27 miliar,” tegas Kurniawan kepada wartawan, Senin (3/6/2024).

Bahkan dalam amar putusan majelis hakim yang berbeda untuk tiga terdakwa yakni Anang Latief, Irwan Hermawan dan Windi Purnama, lagi-lagi nama Dito Ariotedjo disebut sebagai pihak yang menerima aliran dana korupsi BTS.

Tak hanya itu, di dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa Penuntut Umum atau JPU dengan jelas menyebutkan dalam dakwaan, bahwa ada pemberian uang senilai Rp27 miliar ke Menpora Dito Ariotedjo pada rentang waktu November hingga Desember 2022

Kemudian, dalam putusan Irwan Hermawan tidak ada satu kalimat pun yang menjadi pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Maqdir Ismail sebagai penasehat hukum Irwan Hermawan, diperintahkan kliennya untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 27 miliar kepada Kejaksaan. 

Artinya, kata Kurniawan, uang tersebut bukan untuk kepentingan Irwan Hermawan. Sehingga, nasib asal uang Rp 27 miliar itu hanya bisa terungkap jika Kejagung berani menetapkan Dito sebagai tersangka dengan konstruksi perkara yang sama dengan Ahsanul Qosasih.

“Nasib asal uang Rp 27 miliar yang disita dari Advokat Maqdir Ismail tersebut, hanya bisa terungkap jika Kejaksaan Agung berani menetapkan Dito sebagai tersangka dengan konstruksi perkara yang sama dengan Ahsanul Qosasih,” tandasnya.

Menpora Dito sebelumnya membantah telah menerima uang senilai Rp 27 miliar terkait kasus dugaan korupsi BTS 4G Kominfo. 

Uang Rp 27 miliar itu pun hingga kini masih menjadi teka-teki. Meski begitu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan, bakal mengembangkan pernyataan bantahan Dito itu ke proses penyelidikan.

"Kami akan cermati semua keterangan yang terungkap di persidangan. Tunggu saja. Clue-nya mudah-mudahan ada pengembangan dari perkara ini," kata Ketut di Kantor Kejagung, Kamis (12/10/2023) lalu.

Dito juga sebelumnya menjadi saksi tambahan dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pengadaan BTS Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu kemarin, 11 Oktober 2023. Dalam persidangan, Dito lagi-lagi membantah terima uang sebesar Rp 27 miliar.

"Faktanya saya tidak pernah menerima bingkisan, terima saja tidak pernah apalagi melihat isi bingkisan itu," kata Dito saat bersaksi di depan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dia mengatakan jika Galumbang Menak bersama stafnya, Resi Yuki Bramani, pernah datang ke rumahnya dua kali. Namun, kata Dito, hanya bercerita soal pekerjaan.

"Pembicaraan pertemuan pertama di ruang tamu, hanya untuk opportunity. Tidak ada yang lain. Kedua, pernah datang lagi, hampir sebulan. Datang lagi berdua, Galumbang dan Resi, tidak berubah. Saya ingat wajahnya. Topiknya sama tapi obrolannya di taman," kata Dito.

Saat ditanya lagi oleh Hakim Ketua, apakah keduanya menitipkan barang kepada Dito, "Tidak ada menitipkan sesuatu, hanya sebatas pembicaraan bisnis," katanya.

Dito juga menyebut tidak ada bantuan hukum yang dituduhkan kepadanya untuk penutupan kasus. "Tidak ada bantuan hukum, Yang Mulia," katanya.

Kembali ke Ketut. Bantahan Dito dalam persidangan, kata Ketut, merupakan hak pribadinya, selama belum didukung alat bukti yang kuat. Namun jika terbukti, katanya, tidak tertutup kemungkinan politikus Partai Golkar itu akan dijerat pasal pidana.

"Membantah sah-sah saja, tapi alat bukti-alat bukti lain nanti akan bisa mengungkap semuanya," kata Ketut.

Ketut mengatakan, ada pilihan pasal yang akan diterapkan jika Dito terbukti melakukan unsur pidana, di antaranya Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor atau pasal perintangan penyidikan. “Atau terkait juga dengan perkara yang Pasal 11, Pasal 5 dan Pasal 12 (UU Tipikor) nanti kita lihat perkembangannya,” kata Ketut.