Hmm...,Hutama Karya yang Tersangkut Korupsi Dapat Suntikan Dana Rp 1 Triliun Nih!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Juli 2024 18:36 WIB
PT Hutama Karya (Foto: Dok MI/Aswan)
PT Hutama Karya (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mengajukan penanaman modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun kepada PT Hutama Karya (HK). 

HK saat ini tersangkut kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yakni soal pengadaan lahan untuk pengembangan kawasan.

Adapun dana untuk PT Hutama Karya itu untuk melanjutkan proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahap II. Selain anak Hutama Karya, pemerintah juga menyuntik dana ke perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.

Yakni, PT Kereta Api Indonesia atau PT KAI (Persero) sebesar Rp2 triliun untuk pengadaan trainset baru penugasan pemerintah; PT Industri Kereta Api atau PT INKA (Persero) Rp965 miliar untuk pembuatan kereta KRL.

Lalu, PT Pelayaran Nasional Indonesia atau Pelni Rp500 miliar untuk pengadaan kapal baru dan peremajaan dan Badan Bank Tanah Rp1 triliun untuk pemenuhan modal. 

Sementara itu, sisanya atau Rp635 miliar digunakan sebagai alokasi kewajiban penjaminan. "Ini karena pemerintah sering memberikan penjaminan dan kita mencadangkan dana itu kalau sampai terjadi kewajiban itu terkontrol," ujar Sri Mulyani. 

Diketahui, bahwa PMN itu berasal dari dana cadangan pembiayaan investasi dalam anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN) yang sebesar Rp13,67 triliun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 76/2023. "Hari ini kami mengajukan penggunaan hanya sebesar Rp6,1 triliun," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (1/7/2024).

Kasus Hutama Karya
PT Hutama Karya (persero) buka suara mengenai kasus korupsi proyek Jalan Tol Trans Sumatera yang sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hutama Karya menyatakan korupsi yang sedang disidik KPK tidak berkaitan dengan pengadaan lahan jalan tol, melainkan pengadaan tanah untuk pengembangan kawasan.

"Pemberitaan yang beredar di media massa dan media sosial dengan headline bahwa korupsi terjadi pada pengadaan lahan di Jalan Tol Trans Sumatera adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan kasus yang sedang terjadi," kata EVP Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya, Adjib Al Hakim lewat keterangan tertulis, Jumat, (21/6/2024).

Adjib mengatakan korupsi pembelian lahan yang tengah disidik KPK berkaitan dengan investasi pengembangan kawasan. Dia bilang kawasan itu berada di wilayah Bakauheni dan Kalianda yang jaraknya jauh dari Jalan Tol Trans Sumatera. "Sumber dana atas transaksi pembelian lahan ini tidak berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN)," kata dia.

Di luar itu, Adjib mengatakan Hutama Karya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Korporasi, kata dia, akan kooperatif dan transparan.

"Hutama Karya berkomitmen mendukung program bersih-bersih BUMN, serta memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap proses bisnisnya," kata dia.

Sebelumnya, KPK mengumumkan telah menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus korupsi proyek Jalan Tol Trans Sumatera. Ketiga tersangka itu adalah mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) berinisial BP; mantan kepala divisi di PT HK berinisial MRS; dan seorang swasta bernama IZ.

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan dalam penyidikan kasus ini, lembaganya juga menyita 54 bidang tanah milik tersangka IZ. Sebanyak 54 tanah yang disita terdiri dari 32 bidang tanah yang berlokasi di Desa Bakauheni, Lampung Selatan seluas 436.305 meter persegi.

Selain itu, ada 22 tanah di Desa Canggu, Lampung Selatan seluas 185.928 m2 yang ikut disita. "Total ke 54 bidang tanah yang disita tersebut bernilai sekurang-kurangnya sebesar Rp 150 miliar," kata Tessa.

Tessa mengatakan tanah itu disita karena diduga memiliki hubungan dengan kasus korupsi yang sedang disidik KPK. Penyidik, kata dia, juga sudah memasang plang tanda penyitaan di 54 tanah itu sejak 19 Juni 2024.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus ini diduga merugikan negara belasan miliar rupiah. KPK belum mengumumkan lebih detail mengenai siapa tersangka dalam perkara tersebut. Pengumuman akan dilakukan pada tahap penahanan atau penangkapan.