Liciknya 3 Pejabat ESDM dalam Pengelolaan Timah Bikin Rugi Negara Rp 300 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Juli 2024 03:20 WIB
Salah satu eks pejabat ESDM mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung (Foto: Ist)
Salah satu eks pejabat ESDM mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara tiga tersangka kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022. 

Ketiganya adalah mantan pejabat dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Provinsi Bangka Belitung.

Mereka adalah Amir Syahbana (AS) selaku Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2018-2021.

Kemudian, Rusbani alias Bani (BN) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 5 Maret 2019 -31 Desember 2019, dan Sutanto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2019.

“Bahwa perbuatan tersangka AS selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menerbitkan dan menandatangani persetujuan RKAB Tahun 2020 dan 2021 yang tidak sesuai dengan ketentuan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Jumat (12/7/2024).

Pada periode Januari 2019 - Februari 2019, Amir selaku Ketua Tim Evaluator RKAB Tahun 2019 secara sepihak juga telah membuat Telaah Staf yang ditujukan kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Suranto Wibowo juga telah menjadi tersangka.

Berdasarkan berita acara evaluasi, Tim Evaluator merekomendasikan untuk menyetujui RKAB Tahun 2019 PT Menara Cipta Mulia, PT Rajawali Nindya Persada, PT Trimitra Bangka Utama, PT Bangka Tin Industry dan PT Refined Bangka Tin.

Hal ini dilakukan Amir karena telah menerima pemberian dari GM Operasional CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, Achmad Albani sebesar Rp325.999.998 pada 20 Desember 2018 - 5 Maret 2019. Achmad Albani juga telah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Sedangkan Rusbani, menurut Harli selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ikut membahas evaluasi revisi RKAB tahunan 2019 PT Timah Tbk.

Namun, Rusbani tidak memberikan pertimbangan kondisi tata kelola pengusahaan pertambangan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan sebenarnya.

Rusbani disebut tidak pernah meminta kontrak para pemegang IUJP dengan IUP PT Timah Tbk. Selain itu juga tidak meminta Laporan Triwulan dan Tahunan para Pemegang IUJP, dan tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUJP.

Dia juga tidak pernah melaporkan kepada Gubernur, serta tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUP PT Menara Cipta Mulia, PT Refined Bangka Tin, PT Artha Prima Nusa Jaya, PT Prisma Multi Karya, PT Bumi Hero Perkasa, dan PT Fortuna Tunas Mulya.

Demikian pula dengan Sutanto Wibowo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah menyetujui RKAB tahun 2015-2018 yang isinya tidak benar terhadap enam Smelter.

Dalam proses pemeriksaan, kejaksaan menembukan bukti Sutanto menerima fasilitas berupa hotel dan transport dan uang saku dari PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).

Dia juga dituduh telah menerima fasilitas berupa seluruh biaya atas pembahasan RKAB yang dibebankan kepada pemohon persetujuan RKAB.

“Akibat perbuatan tersangka SW yang menyetujui RKAB PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inter Nusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Menara Cipta Mulia, yang kemudian bekerja sama dengan PT Timah Tbk dalam kerja sama sewa menyewa alat peralatan processing pelogaman mengakibatkan kerugian negara atas aktivitas tersebut sebesar Rp2,28 triliun,” kata Harli.

Dalam kasus ini, menurut Harli, perbuatan Amir, Rusbani, dan Sutanto yang tidak memberikan pertimbangan yang benar terhadap RKAB PT Timah Tbk pada 2015 - 2022 membuat perusahaan pelat merah tersebut bisa membayarkan bijih timah ilegal sejumlah Rp26,64 triliun. Hal ini juga menyebabkan kerugian kerusakan tanah dan lingkungan setara Rp271 triliun.

“Sehingga total kerugian yang diakibatkan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk periode 2015 - 2022 yaitu Rp300 triliun,” demikian Harli.