Inilah Peran 7 Tersangka Baru Korupsi Emas Rp 109 Ton

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Juli 2024 9 jam yang lalu
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 7 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi emas antam 109 ton, Kamis (18/7/2024)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 7 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi emas antam 109 ton, Kamis (18/7/2024)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan peran dari 7 tersangka baru kasus emas antam 109 ton kurun 2010-2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mulanya mengumumkan ketujuh tersangka kasus emas Antam palsu merupakan pihak perseorangan dan dari unsur swasta.

"Menetapkan 7 (tujuh) orang sebagai tersangka dalam kapasitas sebagai pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk," ujar Harli Siregar dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (18/7/2024) malam.

Secara terperinci Harli menyebut ketujuh tersangka tersebut yakni, LE periode 2010-2021; SL periode 2010-2014; SJ periode 2010-2021; JT periode 2010-2017; GAR periode 2012-2017; DT periode 2010-2014; dan HKT periode 2010-2017.

Harli menjelaskan, tujuh tersangka tersebut berperan sebagai pelanggan jasa manufaktur UBPPLM PT Antam Tbk. Ketujuh tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum melakukan persekongkolan dalam produksi 109 ton emas dengan cap Antam yang tidak sesuai prosedur.

"Para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manufaktur untuk kegiatan pemurnian, peleburan dan pencetakan, melainkan juga untuk melekatkan merek LM Antam tanpa didahului dengan kerja sama dan membayar kewajiban kepada PT Antam Tbk," ujar Harli.

"Estimasi total logam mulia (emas) yang telah dipasok oleh para tersangka untuk selanjutnya diproduksi menjadi logam mulia dengan merek LM Antam secara ilegal dalam kurun waktu tersebut sejumlah 109 ton emas (Au)," lanjut Harli.

Atas perbuatannya tersebut, lanjut Harli, ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (fn)