Dugaan Penyelewengan Dana Sebab Lambatnya Penurunan Stunting, PMT Biskuit Siapa Makan?

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 30 Agustus 2024 14:20 WIB
Anggota DPR RI Irma Chaniago sempat menyoroti PMT biskuit yang sudah berjamur ditemukan di lapangan. Irma juga menyebut, kondisi ini merupakan periode Kemenkes yang terburuk. (Foto: Ilustrasi Biskuit Berjamur/Istimewa)
Anggota DPR RI Irma Chaniago sempat menyoroti PMT biskuit yang sudah berjamur ditemukan di lapangan. Irma juga menyebut, kondisi ini merupakan periode Kemenkes yang terburuk. (Foto: Ilustrasi Biskuit Berjamur/Istimewa)

Jakarta, MI - Dugaan indikasi penyelewengan dana penanganan stunting (kekurangan gizi pada anak) di tingkat daerah menguak. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menilai dugaan penyelewengan dana stunting terkait dengan perilaku korupsi di kalangan pejabat Indonesia, yang menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan prevalensi stunting. 

Adapun prevalensi stunting di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif. Meningkat di periode 2010-2013, kemudian menurun pada periode 2014-2018. Selanjutnya, pada 2021 hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan penurunan prevalensi 3,3% menjadi 24, 4%, dan pada 2022 turun menjadi 21,6 %.

"Korupsi di Indonesia masih tinggi, terbukti dengan banyaknya kasus tangkap tangan," kata Kurnia Zakaria kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (30/8/2024).

Kurnia menyadari, penguatan pengawasan tidak menjamin hilangnya penyelewengan dana sepenuhnya. Namun, hal itu dapat meminimalisir penyalahgunaan anggaran program pemerintah. "Terutama dalam penanganan stunting," tegasnya.

Pada tahun 2016, misalnya. biskuit atau makanan tambahan program stunting yang dijalankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Ini disorot oleh Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago menyebut ada laporan biskuit stunting yang dikirim ke daerah rusak dan jamuran.

Bahkan, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi juga menyatakan bahwa biskuit yang rusak merupakan pengadaan tahun 2021.

"Kami dapat laporan, kan tahun 2022 kemarin, kami masih pakai itu biskuit. Nah, kami dapat laporan dari daerah bahwa ada biskuit yang rusak," jelas Endang saat ditemui usai 'Press Conference: Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)' di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Jumat, 27 Januari 2023.

"Pada saat dapat laporan, kami cek gudang. Sebetulnya di gudang kondisinya gimana, kan kita cek yang tanggal produksi sama dengan yang dilaporkan rusak. Pas kami cek kondisinya itu baik, gudangnya baik. Jadi waktu itu, okelah, kita bisa jalan terus gitu kan." tambahnya.

Endang menambahkan, sebenarnya temuan biskuit program stunting tidak masif dilaporkan. Hanya ada sekitar 7 sampai 8 daerah yang melaporkan.

Sementara Irma mengkritik pemberian makanan tambahan (PMT) berupa biskuit guna mencegah stunting pada balita, namun ternyata ada temuan PMT tak layak pangan di sejumlah daerah.

"Terus terang saya bicara begini, ini PMT periode ini menurut saya itu PMT yang paling buruk, jamuran, rasanya tidak benar, kualitasnya buruk. Apa sih kerja kalian?" cecar Irma dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI bersama Kemenkes di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).

Siapa yang mengajukan?

Berdasarkan data yang diterima Monitorindonesia.com, DPR RI melalui Komisi IX diduga kerap mengajukan permohonan logistik PMT BUMIL, PMT Anak Sekolah, MP ASI dan APD Pekerja kepada Direktur Bini Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 

Hal itu dilakukan dalam rangka kunjungan kerja (Kunker) di Daerah Pemilihan (Dapil)Jawa Tengah VII meliputi, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen.

"Sehubungan dengan kegiatan Kunjungan Kerja Ke daerah Pemilihan Anggota DPR RI sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD RI, dan DPRD, serta Keputusan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010, maka kami bermaksud mengadakan sosialisasi kesehatan ibu dan anak, edukasi pola makan sehat seimbang dan pemberian MP AS di wilayah Dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen)," tulis permohonan itu yang ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
 
"Oleh karena itu, mohon kiranya Kementerian Kesehatan, RI dapat membantu dalam hal logistik; MT BUMIL = 20 ton; PMT ANAK SEKOLAH = 20 ton; MP ASI = 20 ton; ADP Pekerja = 20 ton," tambahnya.

Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun


Anggota DPR RI yang sama juga melalui Komisi IX mengajukan permintaan obat-obatan kepada Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI. Hal itu dilakukan dalam rangka bakti sosial masa reses di Daerah Pemilihan Jawa Tengah Vil yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga

"Diberitahukan dengan hormat, bahwa kami akan melaksanakan kembali Bakti Sosial di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga pada masa reses sidang III tahun sidang 2016-2017 yang akan dilaksanakan pada bulan maret 2017".

"Sehubungan dengan itu kami mengharap bantuan saudara kiranya dapat menyediakan kebutuhan untuk kegiatan bakti sosial di masyarakat tersebut berupa obat-obatan," tulis permohonan itu yang juga ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.

Kurnia Zakaria mengaku heran dengan banyaknya jumlah pengadaan tersebut, penurunan stunting yang masih kecil. "Di tahun 2017 itu, prevalensi stunting pada balita hampir 30 persen kan. Bagaimana dengan tahun ini?" tanya Kurnia.

Adapun sebaran stunting di Jawa Tengah berdasarkan data Kemenkes tahun 2024 ini sebesar 8,6 persen. Dengan rincian, anak balita sebanyak 1.940.103, stunting pendek sebanyak 132. 359 dan stunting sangat pendek sebanyak 34. 875.

"Seharunya peringatan HAN 2024 kemarin menjadi momentum penting untuk melindungi anak-anak dari penyakit berbahaya serta stunting," tandasnya.

Adapun angka stunting saat ini masih jauh dari target penurunan sebesar 14 persen pada 2024. Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen, turun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengaku prihatin masih kecilnya penurunan angka prevalensi stunting ini. Maka dia menekankan semua pihak melakukan evaluasi program dan bekerja keras demi mencapai target.

Idealnya, tambah dia, guna mencapai target tersebut, setiap tahun angka prevalensi stunting bisa turun 3,5 persen setiap tahun.

“Penurunan stunting ternyata tidak dibarengi dengan keseriusan pencegahan stunting sejak dini. Penurunan yang hanya 0,1 persen itu disebabkan angka penurunan stunting 1,2 juta orang sementara yang bertambah juga 1,2 juta, hanya selisih ratusan ribu. Artinya angka penurunan tidak dibarengi dengan pencegahan sehingga angka kenaikannya juga tinggi,” kata Kurniasih, Kamis (9/5/2024).

Sebagai informasi, pada tahun 2022 telah dialokasikan dana sebesar Rp 44,8 triliun, terdiri dari alokasi yang masuk ke 17 Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah termasuk melalui DAK Fisik dan DAK nonfisik. 

Sementara alokasi anggaran stunting pada 2023 sebesar 46,56 triliun untuk kementerian/lembaga, DAK Fisik dan DAK nonfisik.

“Maka perlu dievaluasi karena program penurunan stunting ini melibatkan banyak kementerian/lembaga serta Pemerintah Daerah sehingga ini kerja besar kita bersama termasuk bersama kita di DPR,” tukasnya.

KPK ingatkan potensi korupsi

KPK mengingatkan pentingnya pengelolaan anggaran dalam program penurunan prevalensi stunting.

Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) Niken Ariati mengingatkan, pengalokasian dana yang cukup besar perlu diikuti pengelolaan dana yang baik.

"Hal ini yang menjadi titik rawan terjadinya korupsi. Sehingga perlu upaya lebih lanjut untuk dapat menciptakan penanganan stunting dan pengelolaannya yang bebas dari risiko korupsi," ujar Niken, di Gedung Merah Putih KPK, pada Januari 2023 lalu.

KPK melalui Kedeputian Koordinasi Supervisi mendapatkan informasi adanya laporan Inspektorat Pemerintah Daerah terkait pengadaan pada program penurunan prevalensi stunting yang tidak memberikan manfaat optimal.

Selain itu, penganggaran program ini juga bukan menjadi prioritas pada beberapa Pemda. Meskipun, program ini menjadi prioritas nasional.

"Kemudian dari identifikasi yang KPK lakukan, terdapat beberapa praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang berisiko menimbulkan korupsi. Praktik tersebut dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu anggaran, pengadaan, dan pengawasan," bebernya.

Pada aspek penganggaran, Niken menuturkan temuan lapangan menunjukkan adanya indikasi tumpang-tindih perencanaan dan penganggaran antara Pemerintah Pusat dan daerah.

Selanjutnya, pada aspek pengadaan, adanya pengadaan yang bersumber dari DAK non fisik masih belum berjalan optimal. Kemudian, terdapat pengadaan barang yang tidak dibutuhkan

Sebagai contoh, untuk program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa analisis kebutuhan objek. Hal ini membuat pengadaan barang yang tidak berguna bagi masyarakat.

Pengadaan alat peraga (pendukung kampanye) juga bersifat sentralistis, yang menyebutkan, terdapat keterbatasan peran vendor.

Vendor yang menyediakan alat tersebut harus mendapat lisensi dari BKKBN. Sementara pada aspek pengawasan, belum ada pedoman teknis untuk Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam melakukan audit atau pengawasan khusus terkait pelaksanaan program.

"Praktik-praktik dalam aspek tersebut sangat berisiko menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Hal ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada pelayanan kesehatan gizi yang masyarakat dapatkan," tegas Niken.

Dari berbagai temuan tersebut, KPK kemudian menyampaikan beberapa rekomendasinya. Pada aspek penganggaran, KPK merekomendasikan adanya integrasi perencanaan dan penganggaran antara pusat dan daerah untuk mencegah terjadinya tumpang tindih alokasi anggaran.

Juga dibutuhkan peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyusun Pedoman Penyusunan APBD-nya. Niken bilang, tim Stranas PK akan mendorong integrasi perencanaan dan penganggaran melalui format digital, mulai dari level desa hingga pusat.

"Termasuk monitoring proses penyusunan RKP, Renja, RKA dan DIPA, sehingga ke depan tagging anggaran untuk stunting benar-benar mendukung penurunan prevalensi stunting," tandasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pimpinan Komisi IX hingga sejumlah anggotanya "tiarap" saat dimintai tanggapan Monitorindonesia.com. Begitupun juga dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin dan Sekjen Kemenkes, Kunta Wibawa belum dapat memberikan komentar.

 

Topik:

kpk komisi-ix-dpr stunting biskuit