BPDPKS Diselimuti Dugaan Korupsi Dana Sawit, Kejagung Belum Sentuh Tersangka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Oktober 2024 12:02 WIB
Ilustrasi tumpukan drum biodiesel. Indonesia mewajibkan penggunaan biodiesel di sejumlah sektor, termasuk transportasi, industri, dan pembangkit listrik, dengan mekanisme pencampuran secara bertahap - yang dari tahun ke tahun persentasenya terus membesar.
Ilustrasi tumpukan drum biodiesel. Indonesia mewajibkan penggunaan biodiesel di sejumlah sektor, termasuk transportasi, industri, dan pembangkit listrik, dengan mekanisme pencampuran secara bertahap - yang dari tahun ke tahun persentasenya terus membesar.

Jakarta, MI - Sejak Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dibentuk pada 2015, lembaga ini seharusnya menjadi alat untuk mendukung penelitian, pengembangan, dan peremajaan sawit rakyat. 

Namun, kenyataannya, dana yang terkumpul lebih banyak dikucurkan untuk subsidi biodiesel, sebuah program yang sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh segelintir taipan sawit. 

Perbandingan anggaran yang sangat timpang dengan subsidi biodiesel menghabiskan 97,09% anggaran BPDPKS. Hal ini tentu sudah cukup menjadi salah satu indikator utama bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan dana sawit ini.

BPDPKS ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015. Badan ini diamanatkan melaksanakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Suppoting Fund (CSF) yang digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan perkebunan sawit, promosi perkebunan kelapa sawit, peremajaan tanaman perkebunan, serta sarana dan prasarana perkebunan sawit.

Ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana termasuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri Perkebunan Kelapa Sawit, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel.

Ayat (3) menyatakan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasarkan program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.

Airlangga Hartarto, sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, memegang peran strategis dalam pengelolaan BPDPKS. Sebagai Ketua Komite Dewan Pengarah BPDPKS, Airlangga berada di posisi yang memungkinkan dirinya untuk mempengaruhi kebijakan dan distribusi dana sawit. 

Dalam konteks ini, tidak mengherankan jika namanya muncul dalam penyelidikan kasus korupsi dana sawit yang sedang dilakukan oleh penyidik gedung bundar Jampidsus Kejagung.

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron begitu disapa Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu berharap ada pengawasan yang lebih ketat dalam kasus ini. 

Karena dana BPDPKS, kata dia, sampai saat ini tidak jelas. "Mitra kerjanya siapa gak jelas, oleh karena ketidakjelasan," jelasnya.

Menurutnya, pengumpulan budget negara di situ besar anggarannya yang juga semestinya pengawasannya juga lebih ketat. Oleh karena itu syukur-syukur kalau tidak ada persoalan, tapi kalau memang ada fakta-fakta yang menjuru kepada menyalahgunakan keuangan negara. Maka tak ada alasan untuk tidak mengusutnya sampai tuntas.

"Saya kira harus ditelusuri sampai pada akhirnya bisa dipastikan apakah memang tidak ada penyalahgunaan anggaran negara itu," tegasnya.

Pintu masuk penelisikan dugaan korupsi di tubuh BPDPKS yang selama ini jauh dari sorotan publik sebenarnya dapat melalui penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu.

Direktur Keuangan, Umum, Kepatuhan, dan Manajemen Resiko BPDPKS Zaid Burhan Ibrahim (ZBI) pada Senin (30/9/2024) kemarin diperiksa Kejagung menyoal perkara Duta Palma itu.

Zaid diduga mengetahui kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu. 

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.

Anak perusahaan PT Duta Palma yang sudah berstatus tersangka dalam kasus ini adalah PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Asset Pacific, dan PT Darmex Plantations.

Sekedar mengingatkan kasus dugaan korupsi ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menyeret terpidana Surya Darmadi dalam kasus pemanfaatan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.

Surya Darmadi pun telah di hukum penjara dengan putusan pengadilan selama 16 tahun penjara atas perbuatannya itu. Putusan pengadilan setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali (PK) Surya Darmadi yang telah dibacakan majelis hakim pada Mahkamah Agung, Kamis 19 September 2024 lalu.

Sebelumnya di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding, terpidana Surya Darmadi di hukum 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan, serta dihukum membayar uang pengganti Rp2,2 triliun serta membayar kerugian perekonomian negara Rp39,7 miliar.

Namun oleh majelis hakim kasasi MA uang pengganti atas kerugian perekonomian negara diturunkan menjadi Rp2,6 triliun, dan yang dinikmati secara pribadi oleh terpidana Rp 2,2 triliun, dengan alasan kerugian negara riil untuk pribadinya.

Belakangan ini, tim penyidik Jampidsus memang sedang berupaya menelusuri aliran dana pengelolaan sawit yang digelontorkan.

Sebab dana tersebut sebenarnya diperuntukan bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit sejak 2015 untuk insentif biodiesel.

"Sebenarnya uang itu, dalam proses produksi (biodiesel) itu digunakan untuk apa aja sih," ujar Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, Jumat (12/1/2024).

Setelah aliran uang didapat, maka akan diperoleh titik terang terkait dugaan permainan dalam penentuan harga indeks perubahan pasar (HIP) biodiesel.

Menurut Febrie, dugaan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini menyebabkan mahalnya HIP biodiesel. "Nah itu yang dicari untuk menentukan kemahalan atau tidak. Harganya mahal atau melebihi dari standar," katanya.

Alat bukti pun terus dikumpulkan tim penyidik untuk merampungkan pembuktian. Terutama alat bukti terkait perusahaan-perusahaan tertentu yang diuntungkan dari permainan dana insentif tersebut.

"Harus ada alat bukti yang memastikan perusahaan terima uang BPDPKS itu. Itu yang masih dicari," ujarnya.

Alat bukti terkait perusahaan itu merupakan satu di antara beberapa arahan yang diberikan dalam gelar perkara. Selain itu, tim penyidik juga sedang menambah keterangan dari para ahli. "Memang ada beberapa petunjuk dalam gelar perkara yang belum dipenuhi penyidik BPDPKS. Nah kalau kalian tanya kok susah pak? Karena itu menyangkut beberapa komponen produksi, sehingga jaksa menyandarkan ke ahli ekonomi," katanya.

Keterangan dari ahli itu juga dimaksudkan untuk menentukan taksiran kerugian negara dalam perkara ini. Sejauh ini, Kejaksaan Agung memang belum mengumumkan dugaan kerugian negara, baik keuangan maupun perekonomian.

Meski demikian, koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah dilakukan terkait perkara ini. "Kerugian negara belum, tapi terus ke BPKP. Kalau gedung Bundar ini menangani perkara yang sulit-sulit lah," kata Febrie.

Perkara korupsi pada tubuh BPDPKS ini sudah naik status menjadi penyidikan umum sejak Kamis (7/9/2023). Hingga kini, belum ditetapkan seorang pun tersangka.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi menjelaskan bahwa perkara ini terkait pengelolaan dana insentif biodiesel pada BPDPKS.

Dana yang dikumpulkan dari para pelaku usaha di bidang perkebunan kelapa sawit ini diduga diselewengkan penggunaannya. "Naik sidik sejak 7 September 2023. Iya, benar mengenai penyelewengan dana terkait insentif biodiesel," kata Kuntadi.

Kemudian Kasubdit Penyidikan Korupsi (TPK) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga membenarkan adanya penyidikan perkara BPDPKS ini.

Peristiwa pidana yang diusut timnya, diduga terjadi pada periode 2015 hingga 2022. "Perkara BPDPKS itu 2015 sampai dengan 2022," kata Kasubdit TPK dan TPPU pada Ditdik Jampidsus, Haryoko Ari Prabowo.

Merespons hal itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman mengatakan, pihaknya menghormati proses yang tengah dilakukan Kejaksaan Agung.

“Pada prinsipnya BPDPKS menghormati dan akan kooperatif terhadap langkah hukum yang saat ini dilakukan oleh Kejagung terkait dengan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh BPDPKS,” ujar Eddy, Kamis (21/9/2024).

Daftar Perusahaan Sawit Keciprat Dana Insentif dari BPDPKS

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun sepanjang 2016-2020, adalah sebagai berikut:

1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.


2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.


3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.


4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.


5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.


6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.


7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.


8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.


9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.


10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.


11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.


12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.


13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu,  kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.


14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.


15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.


16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.


17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.


18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.


19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.


20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.


21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.


22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.


23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.

Dari jumlah perusahaan itu, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Misalnya, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.

Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih terus mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk.

Kini kalangan masyarakat sipil berharap penyidikan perkara tersebut tidak terpengaruh dengan proses pilkada yang kini tengah berlangsung.

Topik:

Kejagung Korupsi BPDPKS Korupsi Dana Sawit Duta Palma Group