Zarof Ricar Diduga Tak Beroperasi Sendiri jadi Makelar Kasus dalam Putusan Bebas Ronald Tannur

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Oktober 2024 14:57 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan uang hampir Rp1 triliun saat menggeledah rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang kini menjadi tersangka kasus suap terkait pengurusan kasasi Ronald Tannur. (Foto: Dok MI)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan uang hampir Rp1 triliun saat menggeledah rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang kini menjadi tersangka kasus suap terkait pengurusan kasasi Ronald Tannur. (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar diduga tidak beroperasi sendiri sebagai makelar kasus (Markus) dalam putusan bebas Ronald Tannur di tingkat kasasi.

Pasalnya, di tingkat kasasi yang memutuskan adalah hakim. Lalu, di sana juga ada panitera pengganti hingga dugaan keterlibatan pengacara.

"Yang punya kewenangan memutus siapa? Tentu adalah hakim. Hakim juga tidak beroperasi sendiri, di sana ada panitera pengganti, ada pegawai-pegawai MA dan badan peradilan di bawah lainnya, ada keterlibatan pengacara," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, Selasa (29/10/2024).

Pengungkapan perkara yang dilakukan oleh jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung itu, tegas Zaenur, mesti menjadi momentum dalam reformasi penegakan hukum secara mendasar. "Ini harus dibongkar semua yang terkait dengan ZR (Zarof Ricar)," tegasnya.

"Ini berjejaring, jaringannya juga pasti sangat kuat, sehingga ini butuh kerja-kerja yang sangat besar dan banyak dari kejaksaan," timpalnya.
 
Olehnya itu, dia mendorong Kejaksaan Agung mengungkap lebih jauh makelar kasus di lembaga peradilan tersebut. 

Barang bukti berupa uang senilai hampir Rp1 triliun dan emas batangan seberat 51 kg yang disita dari kediaman Zarof di bilangan Senayan, Jakarta, harus diungkap sumbernya lewat skema tindak pidana pencucian uang (TPPU).  Terlebih, uang dan emas tersebut sudah dikumpulkan Zarof sejak 10 tahun lalu.

Pintu masuk seret pihak lain

Dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) akan menjadi pintu masuk Kejagung menyeret pihak-pihak lainnya dalam kasus tersebut.

"Pelaku dalam konteks pencucian uang tidak hanya dapat menjerat Zarof, melainkan juga pihak lain yang turut menerima dana hasil kejahatan,”  kata Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana, Selasa (29/10/2024).

Selain pasal TPPU, Kurnia juga mendorong Kejagung menerapkan pasal penerimaan gratifikasi dalam kasus tersebut. "ika menggunakan delik gratifikasi, maka beban pembuktian akan berpindah, dari penuntut umum ke Zarof sendiri," ungkap Kurnia.

Kurnia menjelaskan jaksa Kejagung tinggal memerinci total barang bukti yang ditemukan dalam kasus Zarof. Nantinya, kata dia, Zarof akan dipaksa membuktikan barang-barang yang dirincikan penuntut umum, kepada hakim.

Jika dia tidak bisa membuktikan barang yang dituduhkan didapat dari penghasilan yang sah, penerimaan gratifikasi akan terbukti. Saran penggunaan pasal ini untuk memudahkan kerja Kejagung.

“Pembuktian terbalik ini akan menyasar terdakwa bila tidak bisa menjelaskan secara utuh disertai dengan bukti relevan mengenai harta yang ditemukan penyidik di kediamannya,” kata Kurnia.

Sebelumnya, Kejagung telah menangkap eks pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang diduga menjadi makelar kasus Ronald Tannur.

Zarof Ricar ditangkap di Hotel Le Meridien, Bali pada Kamis (24/10/2024). Selain menangkap, Kejagung juga menemukan uang tunai lebih dari Rp 920 miliar dan emas Antam seberat 51 kilogram di rumah Zarof yang berada di Senayan, Jakarta.

Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan 4 tersangka lainnya, yakni hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul, Heru Hanindyo dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat. Keempatnya kini telah ditahan. (wan)

Topik:

Zarof Ricar Ronald Tannur MA Kasasi Mahkamah Agung