Terima Rp 200 Juta dari Eks Panitera PN Jaktim Rina Pertiwi, Mengapa Kejati DKI Tak Jerat Dede Rahmana di Kasus Suap Eksekusi Lahan Pertamina?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Desember 2024 18:45 WIB
Rina Pertiwi (Foto: Dok MI)
Rina Pertiwi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mengapa Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tidak atau belum menjerat Dede Rahmana dalam kasus dugaan suap eksekusi lahan PT Pertamina?

Padahal, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Dede mengakui mendapatkan uang Rp200 juta dari terdakwa mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi.

Hal ini terungkap saat Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, bertanya ke Dede terkait perannya dalam kasus tersebut. 

Dede mengaku menerima Rp200 juta karena telah mendoakan. “Bapak tadi nerima berapa? Rp 200 juta?” tanya Hakim.

“Iya,” jawab Dede. “Untuk apa itu? Peran Bapak apa, mendoakan saja?,” tanya Hakim.

“Iya,” jawab Dede. “Bapak kan mendoakan saja? Tanah yang di Cibinong minta didoakan?,” tanya Hakim.

“Iya,” jawab Dede. “Ini karena berhasil Bapak dapat Rp200 juta?” tanya Hakim.

“Ya nggak tahu berhasil nggaknya,” jawab Dede.

Hakim lalu mendalami jumlah uang yang diterima Rina. Dia mengatakan Rina menerima bagian dari total pemberian cek Rp1 miliar oleh Ali Sopyan sebesar Rp 797.500.000.

“Jadi yang benar-benar diterima oleh terdakwa Rina itu berapa totalnya?,” tanya Jaksa. “Rp 797 juta,” jawab Dede.

Rekayasa Kuitansi Rp 1 Miliar

Dalam kesempatan itu, Dede juga mengaku pernah menerima perintah merekayasa kuitansi senilai miliaran rupiah dari Rina Pertiwi. 

"Apakah Pak Dede pernah menerima kwitansi pembelian tanah di Blok Pasir Simen, Desa Jangkurang, Leles Garut sejumlah Rp 1 miliar?" tanya jaksa.

"Itu yang direkayasa ya, Pak," jawab Dede. "Yang disuruh Ibu Rina seolah-olah Rp 1 miliar," ujar Dede.

"Berarti selain perjanjian pinjam modal, perjanjian sewa, ada juga perjanjian jual beli tanah? Apakah tanah tanah tersebut milik Bapak?" tanya Jaksa lagi.

Dede mengiyakan. Bahwa dia telah membeli tanah tersebut pada sekitar 2008-2009. "Kata dia waktu itu, 'kang, yang Rp 1 M teh seolah-olah beli tanah untuk nyewa ruko gitu'," jelas Dede menirukan perkataan Rina Pertiwi.

Namun, tanah tersebut masih ia kuasai. Lahan tersebut ia gunakan untuk sekolah. "Jadi berapa sih Pak yang dibuat seolah-olah bahwa uang yang diterima oleh Bu Rina ini merupakan perjanjian beli tanah, usaha, berapa sih jumlahya?" tanya Jaksa.

Dede mengatakan, ada Rp 1 miliar. Uang itu diterima dari Ali Sopyan yang merupakan ahli waris pemilik tanah di Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur yang dikuasai PT Pertamina.

"Itu sama saya dibikin kwitansi, disimpan di rumah," lanjut Dede. "Yang Rp 1 miliar itu dipergunakan seolah-olah jual beli tanah gitu."

Jaksa kembali memastikan, "padahal tanahnya masih ada ya?". "Iya," jawab Dede.

Dakwaan

Dalam surat dakwaan, pada 26 Mei 2022 lalu, Rina Pertiwi mengajak istri Dede, Yuningsih, bertemu di Toko Roti Gamelia, Bandung. 

Pada pertemuan itu, Rina memjnga Yuningsih dan Dede membuat cerita bohong atau melakukan rekayasa. Sebab, saat itu Rini sedang diperiksa Kejaksaan Tinggi Jakarta ihwal gratifikasi dalam sita eksekusi tanah Pertamina.

Rekayasa itu berupa membuat surat perjanjian sewa dan empat kuitansi, yakni:

- pinjaman modal (sewa toko 3 tahun), dibuat backdate atau tanggalnya dimundurkan seolah-olah pada 19 Februari 2018, sebesar Rp 105 juta;

- pinjaman modal ke-I, dibuat seolah-olah pada 1 Maret 2018, sebesar Rp 75 juta;

- pinjaman modal ke-II, dibuat seolah-olah pada 3 Februari 2019, sebesar Rp 60 juta;

- pinjaman modal ke-III, dibuat seolah-olah pada 3 November 2019, sebesar Rp 60 juta.

"Surat perjanjian sewa dan empat kuitansi tersebut dibuat terdakwa sebagai bukti seolah-olah uang yang diterima dari Dede Rahmana merupakan uang hasil sewa, dan bukan pemberian dari Ali Sopyan," bunyi salah satu poin di surat dakwaan.

Atas perbuatannya, Rina Pertiwi didakwa melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Topik:

Rina Pertiwi Pertamina Kejati DKI Jakarta