Sejak Kapan Paulus Tannos Kabur ke Singapura? Apakah Harun Masiku di Sana Juga?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Januari 2025 15:35 WIB
DPO KPK pada per Agustus 2022 (Foto: Dok MI)
DPO KPK pada per Agustus 2022 (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tersangka buron kasus korupsi KTP elektronik atau KTP-el, Paulus Tannos, di Singapura, Jumat (24/1/2025). KPK telah menetapkan Paulus dalam daftar daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. Kini, KPK sedang dalam proses ekstradisi Paulus dari Singapura menuju Indonesia.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025), membenarkan KPK telah menangkap Paulus Tannos di Singapura. Saat ini tersangka sedang ditahan untuk selanjutnya diproses ekstradisi ke Indonesia.

”Saat ini, KPK telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh.

Adapun KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2019. Paulus saat itu disebut telah mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada 13 Agustus 2019, KPK telah mengumumkan empat orang tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Mereka adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, dan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.

Dua tersangka lainnya adalah anggota DPR (2014–2019) Miryam S. Haryani, serta eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

Miryam, Isnu dan Husni telah diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Adapun Paulus Tannos sempat dinyatakan buron oleh KPK.

Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dari kasus ini.

Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus tinggal di Singapura bersama keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

Dia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip Surat Izin Mengemudi (SIM).

Apa peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi e-KTP?

KPK mengatakan akta perjanjian konsorsium proyek e-KTP menyebut perusahaan Paulus (PT Sandipala Arthaputra) bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko e-KTP.

Hasil penyelidikan KPK, yang diumummkan kepada publik pada 2019, Paulus Tannos diduga melakukan kongkalikong dengan melakukan pertemuan untuk menghasilkan peraturan yang bersifat teknis. Pertemuan itu diduga terjadi sebelum proyek dilelang.

Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, mengatakan Paulus Tannos diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka Isnu Edhi Wijaya. Pertemuan ini, menurut KPK, membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5%.

Dalam pertemuan itu membahas pula skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.

Paulus dkk lalu melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output. Misalnya, prosedur operasional standar (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

Disebutkan peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP, salah satunya, melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang mengatakan, Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan "Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang," kata Saut.

KPK menduga perusahaan Paulus Tannos diperkaya Rp 145 miliar dari proyek e-KTP.

Saut menjelaskan, fakta seperti itu juga terekam dalam putusan terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.

Apakah Harun Masiku ada di Singpura juga?

Buronan korupsi Harun Masiku pernah terdeteksi keberadaannya di Singapura.  Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Khrisna Murti mengungkapkan data perlintasan buronan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, tercatat pada 16 Januari 2020.

Akan tetapi dari catatan perlintasan di keimigrasian juga merekam, politikus PDI Perjuangan itu kembali masuk ke wilayah hukum Indonesia, pada 17 Januari 2020.
Baca Juga

“Untuk yang ditanyakan, betul kami (Div Hubinter) punya data pada tanggal 16 Januari 2020, yang bersangkutan (Harun Masiku) pergi ke Singapura. Tetapi pada tanggal 17 Januari 2020, sehari kemudian yang bersangkutan kembali ke Indonesia,” begitu kata Khrisna di Mabes Polri, di Jakarta, Senin (7/8/2023). 

Ia mengatakan, interpol Polri, saat itu, belum dapat melakukan penindakan. Karena, penerbitan red notice terhadap Harun Masiku baru ada per tanggal 20 Juni 2021. Data perlintasan tiga tahun lalu tersebut, merupakan catatan terakhir aktivitas keluar-masuk keimigrasian buronan Harun Masiku. 

Sampai saat ini, Khrisna mengatakan, kepolisian masih meyakini keberadaan Harun Masiku berada di persembuyiannya di wilayah hukum Indonesia. Meskipun begitu, kata dia, Div Hubinter Polri masih tetap melakukan pemantauan terhadap semua informasi terkait keberadaan Harun Masiku. 

Termasuk, kata dia, adanya informasi yang menyebutkan Harun Masiku berada di Kamboja. Akan tetapi, kata Khrisna, setelah dilakukan penelusuran, tak ada catatan keluar masuk di perlintasan, yang menunjukkan Harun Masiku berada di luar negeri. 

Harun Masiku

“Jadi dia sebenarnya, dia ada bersembunyi di dalam negeri. Tidak seperti yang dirumorkan (di luar negeri),” ujar Khrisna. 

Khrisna pun mengungkap tak ada indikasi Harun Masiku berganti kewarganegaraan. “Belum ada,” begitu kata dia.

Harun Masiku adalah caleg gagal dari PDI Perjuangan yang ditetapkan tersangka oleh KPK terkait dengan kasus suap ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2020 lalu. Dalam kasus tersebut, KPK mencokok empat orang sebagai tersangka. Termasuk Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan sudah dipidana. 

Namun terhadap Harun Masiku sampai saat ini, KPK tak berhasil melakukan penangkapan. Pun kerap mengaku tak tahu keberadaannya. Pada Januari 2020, KPK menerbitkan status buronan terhadap Harun Masiku.

Pada Juli 2021, bersama Polri, KPK pun mengumumkan Harun Masiku masuk dalam red notice sebagai buronan internasional. Tapi sampai sekarang, Harun Masiku tak diketahui, dan belum juga ditangkap untuk diseret ke pengadilan.

Dalam beberapa kesempatan Komisioner KPK Nurul Ghufron pernah menyampaikan, timnya memperoleh informasi tentang keberadaan Harun Masiku di luar negeri. 

Namun begitu, kata dia, setelah dilakukan pencarian di sejumlah negara oleh tim KPK, pun Interpol hasilnya nihil. 

Topik:

KPK Harun Masiku Paulus Tannos